02

981 137 25
                                    

MANIK abu jernih Law melebar, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan Luffy-nya terlihat mulus, seperti tak pernah tergores benda tajam kala memasak makan malam, seolah apa yang terlihat oleh manik Law hanyalah ilusi, semata kebohongan. Tapi itu TIDAK MUNGKIN! Saat Luffy membuat makan malam kemarin, Law memperhatikannya dengan baik. Bagaimana Luffy-nya kebingungan karena bahan makanan di kulkasnya tinggal sedikit, bagaimana Luffy-nya merasa canggung saat mencuci sayur, bagaimana Luffy-nya gemetar karena sangat lapar begitu dia memotong bahan-bahan itu. Pokoknya, Law melihat semuanya. Saat berada dalam tubuh manusianya, dia tidak pernah mengizinkan Luffy masuk ke dapur, bahkan hanya untuk melihat. Law selalu menyuruh Luffy menunggu di ruangan tamu, dia tidak percaya pada kemampuan memasak kekasihnya. Dan lihatlah. Law ternyata salah, meski tidak sepenuhnya. Yah, setidaknya kemampuan memasak Luffy jauh dari perkiraannya. Law kira Luffy akan berteriak ketakutan atau semacamnya, mengingat kekasihnya ini tipikal manja. Tapi laki-laki itu bisa mengatasinya dengan baik. Termasuk luka gores di tangannya. Ke mana perginya luka itu? Mengapa pagi ini Law tak melihat perban atau kain atau semacamnya yang membaluti tangan itu? Mengapa?

Law mengekori Luffy yang berjalan keluar dapur. Hari sudah pukul 6.30, saatnya Luffy berangkat sekolah. Law memang masih merutuk wujud kucingnya, tapi dia tidak memusingkan absensinya di sekolah. Guru-guru pasti akan memakluminya karena Law jenius—asal nilai ujiannya tidak memalukan seperti absensinya dalam beberapa waktu ke depan, akan baik-baik saja. Kucing berbulu abu lembut itu melompat ke pangkuan Luffy yang sedang memakai kaus kakinya fasih. Dia berjalan ke arah tangan Luffy, mengusap-usapkan pipinya ke tangan laki-laki itu yang terluka kemarin malam. Tangan kirinya.

"Aah," ringis Luffy pelan. "Hei, kucing, jangan menaruh kakimu di sana. Itu menyakitiku."

Manik abu jernih itu bersirobok dengan manik obsidian indah. Law mendongak. Luffy, seolah mengerti, dia tersenyum tipis dan mengusap kepala Law banyak-banyak.

"Kemarin aku sedikit— oke, sangat ceroboh, saat memasak. Tanganku tak sengaja menggores pisau. Shishishi." Matanya menyempit kala tertawa, khasnya. Luffy mengangkat tangannya ke hadapan Law. "Hebat, bukan? Tidak terlihat luka apapun di tangan ini. Aku sangat berterima kasih kepada Chopper yang mengenalkanku dengan Dokter Kureha." Luffy memindahkan Law ke sisinya. Dia berniat melanjutkan pakai kaus kaki. "Dokter Kureha itu sangat jenius, hebat. Dia membuat perban dengan warna kulit sesuai. Karena itu," Luffy melemparkan senyum manisnya ke arah Law yang menatapnya polos—menggemaskan seperti kucing pada umumnya. "Torao takkan tahu kalau aku terluka. Dia harus tau aku baik-baik saja! Dia hanya perlu tahu aku tidak apa-apa. Yah, seperti itu." Luffy berdiri, penuh tekad. "Doflamingo-san sudah terlalu menekannya untuk bekerja, belum lagi dia mau menghadapi ujian masuk kedokteran. Aku tidak boleh menambah beban pikirannya! Aku tidak boleh membuatnya khawatir!"

Dan Luffy menghilang di sekat ruang tamu dan lorong pintu rumah yang sederhana.

Luffy mengkhawatirkannya, sangat. Padahal mereka sedang berada di tempat yang sama. Luffy tak pernah mau membuat Law khawatir. Pantas saja Law tak pernah melihat luka-luka kecil lagi di tubuh Luffy-nya yang sedikit ceroboh, dan hiperaktif, akhir-akhir ini. Luffy senang bertemu Dokter Kureha yang hebat—memberinya perban yang sangat berguna. Luffy-nya yang manja ternyata bisa mandiri juga.

Law terpekur. Dia seperti tidak mengenal Luffy-nya.

***

Sore hari datang lambat untuk Law. Dia bosan. Satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah menonton televisi. Luffy sama sekali tidak mengoleksi buku-buku. Mungkin buku-buku yang sang raven punya hanya buku sekolah. Law tersenyum hambar. Menonton acara televisi pun tidak ada guna. Tak ada satupun acara yang bisa membuat Law betah untuk menontonnya dalam waktu tiga menit. Akhirnya dia hanya berusaha semampunya. Seperti menggigit barang-barang berserakan, berniat merapikannya.

Damn! Torao - DiscontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang