03

1.2K 150 38
                                    

"PERGI! PERGI! PERGI DARI RUMAHKU! PERGI KAU!"

Eongan semakin keras, memekakkan seluruh dunia jika kediaman Monkey D. Luffy tidak kedap suara. Tapi, sang pemilik rumah yang mendengar langsung eongan itu, tak mengindahkannya. Luffy turun dari sofa setengah melompat, lalu kembali berlari. Kemoceng berwarna cokelat gelap di tangannya memukul secara random. Sang raven tengah marah. Marah luar biasa.

"Pergi kau!" pekik Luffy untuk kesekian kali, mengoyak keheningan yang biasa menemaninya menjelang sore. Sore-sore biasanya, Luffy akan duduk di depan televisi untuk menonton atau tertidur di kamarnya. Tapi, pulang sekolah hari ini, Luffy benar-benar emosional. Dia butuh pelampiasan. Dan manik obsidian indahnya tak sengaja melihat seekor kucing gemuk berbulu abu lembut—'San-chan', yang beberapa hari lalu diberikan Nami untuknya. Untuk menemaninya.

Luffy menaiki tangga cepat-cepat begitu kucing abu itu berlari ke lantai dua rumahnya, masih sambil mengeong keras dan semakin menjadi-jadi. Pemuda raven pun dibuat semakin geram, dia mengejar kucing abu itu secara membabi buta. Saat kucing abu itupun menyelip ke tempat kecil, Luffy memaksa masuk supaya bisa menggapainya. Kucing itupun melompat ke lantai bawah, membuat Luffy menuruni tangga. Pengejaran itu sudah berlangsung selama dua puluh menit, dan Luffy belum melepas seragam sekolahnya.

Berhenti. Luffy berhenti mengejar kucing abu itu. Tangannya mencengkram sisi meja makan, dan satu tangan lagi melempar kemoceng yang sudah berantakan dan tak layak pakai itu ke lantai. Tak kuat, Luffy pun terduduk. Sisi kepala sengaja dia sandarkan ke kaki kursi. Oh, dia lupa mengisi perut.

Sudah empat hari Law tak ada kabar, hal itu membuat Luffy risau. Kekasih bertatonya itu tak terlihat di sekolah, entah karena tak datang entah karena menghindarinya. Dan pemikiran kedua membuat dada Luffy sesak, seperti diimpit batu besar yang mengelilingi taman Dressrosa. Law menghindar? Untuk apa? Pertanyaan seperti itu tak berhenti lewat di pikiran sederhana Luffy. Seingatnya, dia tak melakukan hal 'menganggu' saat terakhir kali— Kapan terakhir kali kami bertemu? batin Luffy sedih. Mengingat hal itu, Luffy bersusah payah untuk berdiri. Sayang, mejanya terlalu licin sehingga Luffy hampir jatuh beberapa kali. Luffy merangkak ke dinding untuk berdiri. Daripada makan, saat ini dia butuh tidur dan menenangkan dirinya.

Kakinya melangkah gontai ke ruang tamu. Kamarnya terlalu jauh untuk Luffy yang lemas dan pusing. Sang raven langsung menjatuhkan diri ke sofa. Nami dan Chopper benar, seharusnya dia tak memikirkan banyak hal—saat ini—atau tubuhnya akan drop seperti beberapa waktu lalu. Luffy tak mau merasakan hal itu lagi. Bagaimana jika Torao-nya tiba-tiba datang dan mencemaskannya? Itu tidak baik. Luffy tak mau Torao-nya cemas, karena hal sepele—menurut Luffy—tentang dirinya. Setidaknya, dia bisa kembali memonopoli kekasihnya setelah Law benar-benar kuliah kedokteran.

...apa bisa dia memonopoli Law setelah lelaki bersorot mata tajam yang selalu lembut menatapnya itu kuliah kedokteran? Bukankah Law akan semakin sibuk?

Luffy tersenyum sinis dan baru akan memejamkan mata menuju alam mimpi, saat ingatan-ingatan tak mengenakkan di sekolah berteriak-teriak di kepalanya, tak mau membiarkannya istirahat dan tidur. Luffy kembali duduk di sofa—dengan susah payah, tentunya. Dia memegangi kepalanya yang sangat pusing itu sambil merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya. Dia menggulir layar kontak, sebelum menekan ikon telepon kepada nomor yang dia tuju.

"Halo?"

Tak ada jawaban.

"Halo?"

Masih tak ada jawaban.

"Halo, Dokter Kureha?"

"Ternyata kau..."

"Dokter, kau minum lagi?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Damn! Torao - DiscontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang