8 : Ending For Everything You Give to Me

6.1K 517 210
                                    

Seperti jalan tanpa pencahayaan, Jimin tidak dapat menemukan akhir dari jalan tersebut. Semua terasa gelap tanpa penyelesaian. Sejauh mana dan seberapa banyak dirinya melangkah, ia tidak pernah bisa meraih setitik cahaya yang akan menerangi jalannya.

Ekspresi tegang tanpa senyum itu sudah seharian ia perlihatkan. Pemuda mungil itu seperti memikirkan sesuatu. Beban dalam batinnya seakan menjerumuskannya pada sebuah jurang tak berkesudahan.

Tiga hari telah berlalu semenjak Jimin menerobos memasuki rumah Jungkook dan mengecap Jungkook sebagai pemuda psikopat. Suasana di rumahnya begitu canggung sekaligus tegang. Bagaimana tidak tegang bila kau diberikan sebuah paket berisi foto orangtua beserta pakaian yang dipakai dalam foto tersebut?

Terlebih ayah dan ibu Jimin, keduanya terlihat begitu syok dan selalu memasang binar waspada. Ibu Jimin adalah wanita yang tidak pernah lelah menanyakan keadaan Jimin, mengeceknya dengan mata kepala sendiri hingga mengawasinya sepanjang hari.

Jujur saja Jimin merasa bersalah. Meminta maaf sepertinya tidak akan cukup mengingat dirinya belum mengatakan siapakah pengirim sebenarnya dari paket-paket mengerikan itu. Ayahnya bahkan hendak menghubungi polisi untuk menuntaskan teror ini, namun berhasil digagalkannya dengan berjanji akan menyelesaikan semuanya sebelum terlambat.

Tenggorokannya tercekat. Jimin tidak pernah tenang sejak saat itu. Hatinya terus dan terus merasakan rasa sakit yang entah kenapa semakin lama semakin menyiksanya.

Tak dapat dipungkiri, setiap kali dirinya keluar dari rumah, Jimin akan menyempatkan diri melihat rumah Jungkook. Kepalanya celingukan melihat halaman rumah itu dari sisi pagar.

Dan saat itu juga, Jimin merasa aneh. Aneh karena baru kali ini merasakan aura dingin sekaligus hening menyelimuti rumah itu. Nyonya Jeon yang biasanya selalu menyiram tanaman di pagi hari, kini tidak lagi terlihat. Bak ditelan bumi, keluarga itu seperti menutup diri setelah Jimin mendatangi rumah mereka dan bertengkar hebat dengan anaknya.

Namun, ayah Jimin, Tuan Park mengatakan kalau dirinya masih bertemu dan bertegur sapa dengan ayah Jungkook. Tuan Jeon selalu terlihat keluar dan pergi dengan mobilnya setiap jam 4 subuh. Tuan Park juga menambahkan, kalau Tuan Jeon terlihat begitu tergesa-gesa saat dirinya menyapaㅡgelagapan dan penuh keringat.

Apa yang sebenarnya terjadi?

"Jimin,"

Pemuda itu tersentak kaget saat namanya dipanggil oleh ibunya. Nyonya Park memandang sedih pada anaknya yang terlihat kebingungan menatapnya. "Habiskan makananmu. Jangan kau biarkan seperti itu.." Teguran halusnya hanya dibalas kekehan pelan tanpa ocehan lucu yang selalu anaknya lontarkan.

Nyonya Park lalu menghela napas. Wanita itu menuangkan segelas susu sebelum memberinya pada Jimin. "Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Akhirnya, Nyonya Park memberanikan diri bertanya. "Aku tidak pernah melihatmu melamun saat sedang makan..?"

Tidak seperti biasanya, demi menghindari kecurigaan ibunya, Jimin memutuskan untuk tidak menatap langsung pada kedua bola mata ibunya. Pandangannya ia alihkan sembari menyuap sesendok nasi. "Tidak ada.. Hehe.." Bohongnya dengan senyum lebar. "Hanya memikirkan tugas kuliah.."

Nyonya Park tidak menjawab. Ia hanya diam sembari memperhatikan anaknya yang menyantap sarapan dengan gerakan kaku.

"Kalau kau ada pertanyaan, mungkin ibu bisa membantumu menjawabnya.." Celetuk Nyonya Park sebelum menyusun piring dan mangkok nasi yang sudah kosong untuk dicuci.

Jimin memperhatikan ibunya yang kini sudah sibuk menyuci piring. Kedua mata sipitnya berkilat dan tangannya yang memegang sendok, terkepal erat. Pemuda itu seakan tengah berperang dengan batinnya tentang suatu hal. Perasaan mencelos, serta keadaan canggung yang tengah dirasakan di dalam rumah ini sudah cukup membuatnya gila.

Jealous [8]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang