Summary

11.8K 419 12
                                    

Navzran Belvanti Valevy namanya, pemuda dengan rahang yang tegas. Tubuh yang tinggi juga sifat yang dingin, dia seorang yang pendiam. Tapi pintar dalam bersikap, Navzran diajarkan dewasa oleh keluarganya. Ia juga memiliki saudara kembar yang bernama Ravzran — nama yang tidak beda jauh dari nama dirinya, entah ia mungkin tidak terlalu ingat dengan kembarannya. Seakan-akan ingatan tentang dirinya dan Ravzran di hapus begitu saja, membuat dirinya tidak lagi mengenang kenangan tentang si kembaran.

Remaja dengan senyum semanis madu ini hanya terpaku pada suatu objek di depannya, cermin yang memantulkan dirinya menampilkan tubuh ringkih dengan bibir pucat bak orang sakit. Itu adalah pantulan dirinya dengan piama yang biasa ia pakai, kedua tangannya ia sembunyikan pada saku piamanya. Dua hari yang lalu, dirinya ingat bangun di sebuah ruangan dengan aroma khas yang menyengat. Navzran ingat dirinya kala itu sendirian, tidak ada yang menemaninya. Hanya seorang diri. Sebelah tangannya yang di infus membuatnya sadar jika dirinya berada di sebuah rumah sakit, ia tidak ingat mengapa dirinya berada di ruangan ini. Beridentitas sebagai pasien membuatnya tidak tahu harus melakukan apa selain beristirahat, Navzran tahu jika dirinya masih memiliki seorang keluarga yang lengkap. Tapi entah, sedikit pun ia tidak melihat mereka yang biasanya menunggu di ruangannya.

Navzran seakan dilupakan, ia hanya bisa mengingat itu. Lalu setelah itu ia di bawa pulang oleh seseorang yang mengaku kakaknya, dan di sinilah ia berada. Di kamar miliknya yang berdominan berwarna monokrom. Ia berjalan, menuju balkon kamarnya. Berdiri menatap keindahan dari atas sini, ia tersenyum ketika melihat burung dara dengan warna yang indah. Burung itu menatap dirinya, seakan menyampaikan pesan yang tidak mungkin ia mengerti bahasanya. Ia hanya mengelus burung itu yang manut, ia melihat pada kaki si burung. Ternyata burung tersebut memiliki tuan, si putih adalah nama dari burung dara itu.

"Halo, si putih. Aku Navzran, salam kenal ya." Burung itu seakan mengerti, dia mengangguk mengiyakan. Membuat dirinya tersenyum, bibir pucat itu untuk pertama kali tersenyum lebar. Ada perasaan hangat pada dirinya.

Pintu kamar pun terbuka, membuat Navzran beserta burung itu terkejut yang karena itu si putih terbang jauh. Ia menatap kemana si putih terbang, lalu menoleh menatap seseorang yang berdiri di ambang pintu dengan senyuman yang terarah padanya. Pemuda itu berjalan menuju rak samping ranjang tempat tidurnya, mengeluarkan tabung kecil yang ia yakini adalah obat untuknya.

"Udah bangun lo, jangan lupa di minum obatnya. Gue udah taro makanan di sini sebelum lo bangun tadi, gue kira udah bangun makannya gue masuk. Di makan dulu sarapannya, baru jarak lima menit lo minum itu obat." Pemuda itu berucap sambil melakukan apa yang ia ucapkan barusan.

Navzran hanya tersenyum dan mengangguk, mengucapkan terimakasih dengan gerakan bibir yang pemuda itu lihat. Pemuda itu adalah Nishad, yang di perintahkan oleh mbok untuk mengecek dirinya di kamar. "Mandi, lo bau jigong!" Setelah mengucapkan hal tersebut Nishad melenggang keluar dari kamarnya, Navzran hanya terkekeh saja.

Ia bersikap dingin bukan berarti dirinya tidak bisa bersikap seperti tadi, dirinya hanya membatasi hal apa saja yang mungkin tidak ingin ia lampaui.

••••

Di sebuah ruangan, empat pemuda duduk melingkar dengan satu pemuda yang asik dengan keripik pada pelukannya. Ia hanya mendengarkan salah satu pemuda itu bercerita dengan kedua tangan yang fokus pada potongan lego yang berserakan di depan pemuda itu, dua pemuda yang lain pun sama. Ia melakukan yang sama, yaitu menyusun lego dengan kedua telinga yang fokus mendengarkan cerita tersebut. Walau fokusnya dipecah menjadi dua, mereka seakan menikmati hal tersebut dengan bibir yang bungkam.

Pemuda dengan pakaian berwarna putih itu menghentikan kalimat panjangnya, ia mengambil air di depannya. Lalu menenggaknya hingga habis, tenggorokannya kering karena lama bercerita yang menguras tenaganya. Ia melirik tiga pemuda di sekelilingnya, lalu menatap sang adik yang sekarang sedang tengkurap dengan sepasang lego di tangannya.

"Mangga, giliran lo yang mulai." Yang merasa di panggil hanya menoleh, ia melanjutkan menyusun legonya dengan kedua kaki yang ia gerakkan. Lalu melanjutkan cerita yang kakaknya mulai tadi, memutar otaknya sedemikian rupa. Walau agak bertolak belakang dengan sudut pandang sang kakak tapi ia tetap melanjutkannya.

•••••••

Assalamualaikum, semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Assalamualaikum, semuanya. Apa kabar nih? Baik dong ya, maaf banget sebelumnya buat kalian yang nungguin cerita ini. Oh ya, aku mau kasih tau kalo cerita ini rombak total ya. Tapi dengan alur yang sama, dan mungkin ending akan sama kaya yang lama ya.  Jadi buat kalian yang baca ulang maaf ya kalau ceritanya agak beda sama yang pernah kalian baca.

Navzran ✔  REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang