Permulaan

72 7 0
                                    

Ditulis spesial untuk Baby.

===

"Ngapain di sini?!" Pemuda berkaus hitam tanpa lengan berkata pada gadis bergaun hitam di depannya.

"Mustinya gue yang nanya! Lo ngapain? Sejak kapan lo itu SpearB?" Si wanita balas berkata, protes, berteriak.

"Ya sejak 3RACHA dibentuk!" Changbin, si laki-laki, memang tidak pandang bulu dengan siapa ia bicara. Perempuan sekalipun, ia bisa melantangkan suaranya. Apalagi kalau perempuan itu Son Chaeyoung, musuhnya sejak kecil.

Chaeyoung terlihat shock. 3RACHA--sebuah grup band indie beranggotakan 3 orang yang selama ini hanya diketahui nama panggungnya--adalah semangat hidupnya. Dari sekian penampilan 3RACHA, ini adalah ketiga kalinya Chaeyoung mendengar idolanya. Kali ini ia mendapat akses khusus ke backstage karena mereka melangsungkan penampilan di gedung milik ayah temannya. Ketika akhirnya bertemu wajah-wajah di balik melodi cantik kesukaannya, Chaeyoung malah kecewa karena salah satu wajah itu adalah Changbin, orang terakhir yang ingin dikaguminya.

"Gue tanya, ngapain di sini?" Changbin bersuara lagi, membuyarkan konsentrasi Chaeyoung yang sedang menatap nanar panggung kosong di belakang punggung Changbin.

"Nemenin temen gue! Nggak usah ge-er," jawab Chaeyoung galak. Ya tentu saja ia berbohong.

"Temen siapa? Yang punya gedung ini? Anyway, ini bokap lo tau nggak kalo lo di sini?" tanya Changbin lagi. 

Chaeyoung terbelalak, shock untuk kedua kalinya. "Jangan bilang bokap gue kalo gue ke sini!" katanya.

"Oooh." Changbin menyeringai. "Jadi bokap lo nggak tau ya?"

"Kalo sampe bokap gue tau, lo yang abis!" Chaeyoung maju satu langkah, mendekat pada Changbin dan menatapnya dengan tatapan membunuh.

"Iya, iya, Macan Garong." Changbin meletakkan telapak tangannya di wajah Chaeyoung dan mendorongnya menjauh. "Jangan deket-deket, napas lo bau neraka."

"Bacot bener kurcaci." Chaeyoung balas mencela, tanpa sadar kalau ia masih lebih pendek daripada laki-laki di depannya.

"Lo sendiri? Nyokap lo tau kalo lo main musik?" tanya Chaeyoung sengit.

Changbin membuang mukanya. Raut wajahnya jadi sedih. "Kalo Mama tau, lo juga abis." Ia melirik Chaeyoung tajam.

Chaeyoung menghela napas, kemudian tertawa renyah. "Oke. Jadi kita impas, ya. Lo nggak boleh kasih tau bokap gue, dan gue nggak bakal kasih tau nyokap lo."

"Lah? Main oke-oke aja."

"Tapi ada syaratnya," kata Chaeyoung.

"Syarat apa? Kek diskonan supermarket aja, syarat dan ketentuan berlaku," cibir Changbin.

"Inget ya, di sini lo yang lebih rugi. Kalo sampe bokap gue tau, kayaknya gue cuman bakal dikurung dan disuruh belajar, tapi kalo sampe nyokap lo yang tau, lo dan 3RACHA kemungkinan besar nggak bakal bisa manggung lagi. Iya, kan?" tekan Chaeyoung, memastikan posisinya.

Changbin nampak berpikir. Bahunya merosot, "lo bener," katanya.

"Nah, langsung aja ke intinya. Tiap lo ada gigs, ajak gue." Chaeyoung berkata padat dan jelas.

"Gue? Ngajak lo? Manggung?" Changbin tertawa konyol. "Ya kali ah."

"Gue nggak bercanda. Cuma lo yang bokap percaya buat bawa gue kabur," kata Chaeyoung yang kelak akan menyesali dirinya merendahkan harga dirinya di depan Changbin. 

Keluarga Changbin dan Chaeyoung memang bersahabat, keduanya sering menghadiri acara antar perusahaan bersama dan mereka berdua memang sudah saling kenal, rasanya sejak dalam kandungan. Mau tak mau, Changbin dan Chaeyoung sama-sama mengetahui sifat dan watak dari orang tua masing-masing.

Yang Chaeyoung tau, ibu Changbin ingin Changbin fokus belajar untuk melanjutkan bisnis orang tuanya, tanpa gangguan apapun. Jadwal berolahraga dan keseluruhan jadwal Changbin sudah diatur hingga ia lulus SMA. Piano dan musik klasik adalah satu-satunya kesenian yang diijinkan untuk dipelajari Changbin. Setelah masuk di jurusan bisnis, ibu Changbin sedikit melonggarkan anaknya. Ibu Changbin selalu mengatakan hal-hal seperti musik modern dan segala jenis kesenian modern tidak terlalu penting dalam kehidupan berkeluarga mereka, jadi Chaeyoung kaget tak terkira ketika tahu Changbin memiliki karir di bidang musik--yang bukan musik klasik.

Sedangkan Changbin, ia tahu kalau ayah Chaeyoung pun ingin Chaeyoung fokus berkuliah di bidang hukum, sama dengannya, tanpa hambatan apapun. Bergaul dengan orang yang tidak sesuai dengan kriteria ayahnya merupakan larangan keras yang tak bisa Chaeyoung langgar--dan Chaeyoung sendiri menikmatinya. Seluruh lingkungan Chaeyoung sejak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur pun telah diatur sedemikian rupa. 

Karena kesamaan lingkungan dan pola pikir yang terjaga itulah, orang tua Changbin dan Chaeyoung bisa saling percaya pada anak masing-masing. Namun, kesamaan nasib bukan membuat mereka saling mengerti, malah membuat mereka saling menjauhkan diri. Changbin pikir Chaeyoung senang dengan kehidupan yang teratur, sehingga ia pikir jiwa bebasnya tidak akan bisa dimengerti Chaeyoung. Chaeyoung pun sama, berpikir Changbin sudah cukup pandai dan mendapat fasilitas yang menyenangkan, sehingga keketatan kehidupannya tidak akan dimengerti Changbin. Yah, kesalah pahaman itu nampaknya akan segera berakhir. Sekarang, mereka tahu kalau ternyata mereka bisa saling memanfaatkan untuk melakukan hal kesukaan mereka. Dari saling membenci, akan saling memberi. Dari saling menjauh, akan jadi saling mendukung.

"Oke, deal." Perjanjian yang terbentuk sama seperti hati yang saling jatuh. Tanpa peringatan, tanpa aba-aba.

One in A Million / Changbin ChaeyoungWhere stories live. Discover now