1. Bukan Bayiku

3.3K 409 254
                                    

Seokjin mondar-mandir ketika Jungkook tengah menggigiti jari. Kasihan, sebab di seberang mereka Jimin malah dipenuhi bulir keringat mengucur deras di pelipis, bahu, sampai punggungnya—bergerak ke sana kemari demi menenangkan Hwari yang masih menangis sejak satu jam tadi.

“Harusnya kau tolak saja bayi itu, Jim,” kata Jungkook. Dia tekan keningnya sambil tutup mata.

“Aduh, Jimin. Kalau anak orang nanti mati di tanganmu, bagaimana?” Sekarang Seokjin sudah lebih tenang. Dia memilih sofa mahal sebagai sarana pendaratan tubuh jangkungnya. Ini terasa jauh lebih baik daripada dua bongkah pantat berlemaknya nanti berakhir encok seperti Jimin.

“Dengar ya, Jungkook yang tampan—tapi masih lebih tampan aku—” Jimin betulkan tubuh gembil Hwari yang hampir merosot. Si imut itu ternyata punya kekuatan dahsyat, sebab tak cuma menangis—ia turut aktif membelot sampai Jimin kewalahan. “Bagaimana aku sempat menolak? Sedangkan ibunya hanya pergi dengan meninggalkan catatan singkat tentang bayi gendut ini. Masih untung dia tidak kubuang di got depan rumah.”

“Astaga!” Seokjin sekonyong-konyong berdiri kelimpungan hingga nyaris tumbang kalau tak segera ditahan oleh tangan Jimin yang bebas. “Jimin, di mana hati nuranimu, Teman? Bagaimana bisa kau tega membuang malaikat cantik ini?”

Tidak hanya menyuguhkan roman wajahnya yang berlebihan, Seokjin turut memegang pundak Jimin dengan jemari kanan sementara satu tangannya yang lain tengah memijati kepala seperti yang dilakukan Jungkook. Mungkin berupaya terlihat frustrasi, meski tetap berusaha tampak menawan. “Jangan jadi pembunuh, itu dosa.”

Pastinya Jimin tidak akan senang dan menerima lapang dada, sebab dirinya justru dibuat semakin pusing. Satu tangan pria Park tersebut masih mendekap Hwari saat tangan yang lain menepis dan menyingkirkan jemari Seokjin dari pundaknya. Alis Jimin yang berwarna legam terangkat naik ketika bibir penuhnya bersungut-sungut. Soal mata—hahaha—semarah apa pun Park Jimin, mata itu tetap terlihat biasa bagi seorang Kim Seokjin.

“Hentikan kekonyolanmu, Kim Seokjin! Kau hanya menambah kekesalanku. Tahu?!”

Buntutnya bukanlah perkara elok, pasalnya Hwari semakin menjerit karena nada tinggi yang dikeluarkan oleh Jimin. Jelas itu bukan tertuju untuk Hwari, tetapi dia sudah terlanjur sakit hati dan kesal. Jadi, meraung-raung sembari bergerak acak adalah senjata permata cilik itu untuk mengalahkan tiga makhluk tidak normal di jangkauan penglihatannya.

Tidak ada pilihan lagi. Seokjin masih sok melongo dan merasa terluka, sedangkan Jimin sudah nyaris menangis bersama Hwari. Bibir pria itu mengucap maaf dan ampun berkali-kali kepada nyawa mungil yang tengah brutal di lengan, bahu, dan perutnya. Jadi merasa bahwa hanya dia yang paling waras di sini, Jungkook lantas berdiri, mengambil langkah lebar lalu meminta Hwari dari gendongan Jimin.

“Cup, Baby tenanglah, hmm? Aku tahu dua pria ini tidak normal. Tapi setidaknya, di sini ada Paman Kook paling tampan idaman wanita sejagat raya sedang memelukmu.”

Dia tidak hanya menepuki pantat terbungkus popok itu dengan cara yang begitu lembut, pria Jeon itu turut membubuhi kecupan-kecupan kecil pada dua timbunan lemak di wajah batita cantik tersebut.

Duh, Seokjin jadi ingin cepat-cepat pulang. Rindu dua tikus lucunya.

Hei itu milikku! Jelas-jelas dia terdampar di sini. Jimin mengikuti suara hatinya, mendekat dan lekas saja merampas si imut Hwari. Namun, yah, gagal dong. Sebab Jungkook justru menjauh beberapa langkah darinya.

You, Baby, and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang