Bab 1

7 1 0
                                    

Suara dentuman drum dan beberapa alat musik berpadu menjadi satu, menciptakan sebuah nada yang sangat indah. Orang-orang silih kemari memenuhi aula yang tak begitu besar ini. Tertawa dan mengobrol bersama teman yang sudah lama tak dilihatnya. Limun dan beberapa camilan tersedia di meja yang berada di tengah ruangan. Tengah malam sudah lewat beberapa menit yang lalu. Tapi, suasana di sini kian ramai.

Di ujung sana berdiri seorang gadis yang memakai gaun berwarna putih tulang. Senyumannya tak pernah luntur, selalu ia pamerkan pada orang-orang yang menemuinya. Rangkaian bunga mawar merah senantiasa menempel di tangan kanannya. Sesekali ia mengangkat kakinya yang terasa pegal karena terus menerus memakai highheels.

Ia berjalan mendekati meja yang memajang berbagai makanan, mengambil segelas minuman di atas meja, membawanya pergi ke luar ruangan. Gaunnya terseret di lantai setiap ia membuat jejak kaki. Tapi, ia sungguh tak menghiraukan apabila gaunnya itu akan kotor karena debu lantai atau bekas injakan sepatu orang lain. Ia menjawab sapaan dari orang-orang yang dilewatinya dengan ramah. Memutar knop pintu dan mendorongnya. Meninggalkan suasana bising yang ada di dalam ruangan. Gadis itu disambut oleh hembusan angin malam yang menusuk tulang; menerbangkan beberapa anak rambutnya.

Kakinya melangkah ke teras gedung yang dibatasi oleh pagar beton sepinggang. Tangannya lantas menyimpan gelas minumannya di atas pagar, membiarkannya dingin oleh hembusan angin. Tubuhnya ia condongkan ke depan, tangannya ia gunakan untuk menumpunya. Matanya memfokuskan ke depan, tatapannya terasa kosong. Satu hembusan nafas gusar keluar sebelum ia menundukkan kepalanya. Ia terlihat berbeda dengan beberapa menit yang lalu.

Tanpa ia sadari, ada seseorang yang sedang berjalan ke arahnya. Ia terlihat memakai kemeja putih polos. Lengannya kemejanya sengaja ia gulung hingga sikut, memperlihatkan lengan kekar nan putih bersih. Pria itu terus berjalan hingga berada di samping gadis tadi. Berdiam diri tak melakukan apapun. Hanya memerhatikan gadis dengan rambut berwarna coklat alami itu.

Sang gadis sama sekali tidak menyadari presensi sang pria. Ia bergeming walaupun sang pria terus menatapnya dalam diam. Suara jangkrik dan gesekkan daun yang tertiup angin menemani kesendirian mereka berdua. Seperdetik kemudian, sang pria tersenyum penuh arti.

"Hei, kenapa melamun?" Tanya sang pria memecah lamunan sang gadis.

Tentu saja sang gadis sangat terkejut. Ia gelagapan seperti maling yang tertangkap basah oleh pemilik rumah. Matanya langsung menatap orang yang telah mengusik lamunannya. Jantungnya bekerja lebih keras saat tahu pria yang di sampingnya adalah orang yang ia kenal--sangat ia kenal.

"Kenapa kau di sini?" Alih-alih menjawab, gadis itu malah bertanya kembali kepada lawan bicaranya.

Sang pria tertawa, merasa lucu dengan pertanyaan yang dilontarkan gadis itu, "harusnya aku yang bertanya seperti itu. Kenapa kau di sini? Bukankah acaranya belum selesai?"

Gadis itu menghembuskan nafas gusar, "kenapa kau datang?" Lagi-lagi sang gadis tidak menjawab, lebih memilih untuk bertanya kembali.

"Tidak boleh kah aku datang di hari yang membahagiakan bagimu?" Tanya sang pria santai.

Gadis itu menggeleng, "bukan begitu. Hanya saja..." Gadis itu terdiam sejenak, "apakah kau merasa seperti itu?" Lanjutnya sangat pelan, bahkan tak bisa didengar oleh pria di sampingnya.

"Jika seperti ini, aku jadi teringat saat kita pertama kali bertemu." Pria itu menghadapkan tubuhnya ke depan, mengikuti arah pandang sang gadis, "saat itu adalah saat-saat terbaik dalam hidupku."

Gadis itu menatap orang yang tadi berbicara. Matanya sedikit sayu. Mungkin dalam hatinya, ia sudah berkata, "jangan, kumohon!" Tapi, ia tak dapat mengutarakannya. Tenggorokannya terasa tercekik, tak bisa mengeluarkan suara apapun.

"Aku masih ingat saat itu adalah hari pertama kita masuk SMA." Pria itu tersenyum, mengubah arah tubuhnya kembali menjadi menghadap sang gadis. Kini, mereka saling berhadapan. Mata mereka saling mencoba menerka apa yang ada di dalamnya. Mereka bagaikan dua sisi yang berbeda; di satu sisi sang gadis sedih, di satu sisi lain sang pria tersenyum--walaupun sang gadis tahu senyum itu adalah senyum palsu, "haruskah aku ceritakan semuanya?"

***

Tahun ajaran baru sudah dimulai. Semua murid kembali pada rutinitas hariannya setelah sekian minggu merasakan libur akhir semester. Beberapa dari mereka ada yang senang dan ada pula yang mengeluh. Bertemu dengan teman sebaya yang sudah lama tak jumpa. Guru yang sangat dirindukan--tentu saja oleh mereka yang sudah dekat dengan guru tersebut.

Begitu pula dengan murid yang baru lulus dari jenjang sebelumnya dan masuk ke jenjang selanjutnya. Wajah mereka sangat bersemangat, tanpa tahu apa yang sedang menunggu mereka di balik gerbang sekolah.

Tak terkecuali oleh seorang gadis dengan seragam SMP-nya yang, lengkap dengan dasi biru dan topi yang berwarna senada. Di lehernya sudah tergantung nametag berwarna hitam yang bertuliskan biodata dirinya. Tas besar nan tebal berisi barang-barang yang dititah oleh senior mereka tak lepas dari punggung mereka. Ia berdiam diri di tengah jalan yang dilewati oleh semua murid. Memamerkan senyum lebar ke siapapun yang melihatnya.

"Bruk!"

Tiba-tiba gadis itu sudah tersungkur ke tanah. Telapak tangannya sudah kotor dan sedikit lecet. Senyumnya hilang seketika. Di belakangnya ada sosok pria yang sama seperti dia--terjatuh dengan telapak tangan yang kotor. Keduanya mengaduh kesakitan, berusaha untuk berdiri agar tak mencuri perhatian orang banyak. Namun, siapapun akan langsung melihat saat ada dua orang yang bertabrakan dan berakhir di atas tanah. Semua orang sudah berbisik bahkan sebagian dari mereka mengelilingi para pemeran utama.

"Siapa sih yang nabrak?" Gumam gadis itu. Ia sudah berdiri dan menepuk roknya yang sedikit kotor. Ia belum melihat siapa pelaku yang menabraknya.

"Maaf, aku tak sengaja. Aku sedang buru-buru." Ucap seorang pria tiba-tiba membuat mata gadis itu sekarang menatapnya.

Pria itu cukup tinggi, kulitnya tak terlalu putih juga tak terlalu gelap, rambutnya hitam legam, dan juga ia memakai nametag yang sama seperti dirinya. Gadis itu bisa pastikan bahwa pria yang berada di hadapannya saat ini adalah murid baru, sama sepertinya.

"Hei, kau tidak melihat? Jelas-jelas aku berdiri di sini." Sentak gadis itu.

"Aduh, sudah kubilang, kan? Aku tak sengaja." Jawab pria itu sambil berdiri.

"Cih! Bilang saja kau sengaja, bukan?" Tuduh sang gadis. Wajahnya ia buat menjadi segarang mungkin.

"Gadis ini! Sudah kubilang, aku tak sengaja. T-A-K S-E-N-G-A-J-A!" Elak sang pria sembari mengeja kata terkahirnya.

"Halah! Pokoknya kau harus min ...."

"Kepada seluruh peserta didik baru, diharapkan segera menuju aula." Tiba-tiba suara yang keluar dari speaker sekolah memotong perkataan sang gadis. Semua orang yang berkumpul di sekitar mereka langsung melesat menuju tempat yang tadi diberitahu.

Gadis itu melongo saat melihat lawan bicaranya telah lari terbirit melewatinya. "Ya! Aku belum selesai bicara!" Teriaknya yang sudah dipastikan akan diabaikan oleh pria itu. Gadis itu menghentakkan kakinya kesal. Bibirnya ia majukan seperti paruh bebek. Berjalan sangat berat mengikuti kerumunan murid sebayanya.

"Awas saja kau, tuan. Akan ku temukan kau. Pasti!"

Bab 1 selesai

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rasi Di Siang HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang