“KAU bodoh!”
“Kau yang lebih bodoh!”
“Kau paling bodoh sedunia!”
Adu deathglare membuat meja dekat bar pemesanan terlihat ‘manis’. Yah, manis dalam berbagai arti. Semuanya karena Roronoa Zoro dan Vinsmoke Sanji. Jika teman SMP mereka ada di sini, mereka pasti akan mulai meletak nominal uang untuk bertaruh: Sanji kah, Zoro kah, yang akan meminta maaf. Kedua pasangan itu memang selalu seperti itu—berkelahi adalah cara mereka menunjukkan kasih sayang, begitulah kata Nami dulu.
Omong-omong, Nami yang duduk di depan mereka sambil menyedot orange juice-nya tidak melerai. Tidak seperti biasanya, memang. Sebab hari ini dia ditugaskan oleh dua ‘orang bodoh’ lainnya untuk memperhatikan Monkey D. Luffy. Pemuda manja yang kebanyakan makan daging itu tidak sarapan dengan benar pagi ini. Kedua kakak angkatnya sangat mencemaskannya jika pingsan atau mati—suatu kemungkinan terburuk yang bisa melintas di kepala mereka—dan terus mengirimi Nami boom chat. Rasanya silent mode di ponselnya tak cukup. Nami ingin membanting ponselnya, namun, kakaknya pasti tak akan senang, apa lagi Ibunya. Mereka tidak hanya akan memarahinya namun mengulitinya—serius.
Dan, Luffy belum terlihat di kantin siang ini. Biasanya soal perut, dia yang paling duluan. Bahkan sepuluh menit sebelum bel berbunyi, dia sudah keluar kelas dan menghabiskan beberapa mangkuk nasi. Yah, guru-guru sering mengomeli Nami karenanya, bukan mengomeli Luffy. Nami, dia senang menjadi gadis yang bisa diandalkan. Tapi jika urusannya soal Luffy, bukankah dia terlihat seperti babysitter pemuda dengan luka kecil di bawah mata kirinya itu? Damn.
Saat sang gadis orange membalikkan ponselnya di meja—saking muaknya melihat chat yang berdatangan dari Sabo dan Ace—dia mendengar gadis-gadis di dekat meja mereka tengah bergosip.
“Laki-laki tadi lucu, ya,”
“Kau benar sekali. Haha. Tak kusangka sekali dia mewek di koridor seperti itu.”
“Tapi… bukankah dia terlihat sangat imut?”
“Haha, kau benar juga.”
“Laki-laki imut yang lemah… Aku jadi gemas dan ingin memeluknya~”
“Oi, Nami. Bukankah mereka sedang membicarakan Luffy?”
Nami mendongakkan kepalanya untuk menatap Usopp, temannya yang berhidung panjang dan bibir tebal. Nampan besar di tangannya berisi dua mangkuk nasi—pesanan laki-laki itu sendiri dan Nami.
“Ah, itu memang benar.” Sahut Nami malas. “Itu pasti Luffy.” Lanjutnya dan berdiri. “Mattaku… Kita menunggunya di sini namun dia malah melakukan hal tidak berguna di koridor. Akan kupukul dia,”
Usopp sweatdrop melihat Nami yang sebelumnya tak bertenaga kini mengeluarkan ekspresi begitu jahat. Kemudian gadis orange itu melenggang pergi—dan memberi amanah kepada Usopp untuk menghentikan pertengkaran konyol Zoro dan Sanji.
***
“Di mana…? Di ma…na…?”
Nami menghela napas mendengar gumaman pemuda yang berjongkok sambil menggerayangi koridor sekolah. Dia tahu jika sulung—tunggal—keluarga Monkey itu memang selalu galau, namun, apa dia benar-benar tak tahu tempat? Nami tak tahu lagi apa yang membuat Luffy bertingkah seperti itu. Namun biasanya alasannya ada dua. Jika bukan karena daging, maka karena dia.
Tapi, kenapa Luffy memikirkannya? Nami menghela napas. Dia berjalan mendekati Luffy yang masih sibuk dengan kegiatannya dan berkacak pinggang di belakang laki-laki itu. “Luffy, apa yang sedang kaulakukan? Sekarang sudah jam istirahat. Kauakan kehilangan bermangkuk-mangkuk nasi jika terus melakukan hal tidak berguna di sini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
A Short Journey - Discontinue
FanficMONKEY D. LUFFY adalah seorang pemuda raven yang ceria, berisik, manja, kekanakkan, suka tertawa, dan menyukai tantangan. Semua tantangan dia coba, dia anggap itu hal yang sangat menyenangkan--sementara teman-temannya menganggap itu masalah. Pagi it...