Jika kalian melihat lukisan lukisan di pameran seluruh Indonesia, maka percayalah satu dua diantaranya adalah lukisanku. Satu dua diantaranya adalah karyaku. Jika kalian ingin tahu apa kunci kesuksesan dalam setiap lukisanku, maka aku akan menjawabnya dengan luapan emosi kesedihan yang aku ubah emosinya dalam setiap usapan kuas pada kanvas.
Ternyata ada untungnya juga kehidupan menyedihkan itu. Kalian boleh sebut aku apa saja, bahkan mungkin sadgirl?
Toh, yang buat aku sukses juga kesedihan itu sendiri, jadi aku takkan keberatan jika kalian menyebutku seperti itu.Perkenalkan, dan salam kenal,
Aku Chika.---
Senja di kota Bandung hari ini sangat indah, warna orange keemasannya terlukis tanpa kesalahan penggambaran sedikitpun.
Bel pintu masuk cafe itu berbunyi nyaring. Chika yang sejak tadi duduk ditempat dengan pemandangan sore kota bandung itu tak terganggu sedikitpun. Benar saja, telinganya tersumpal dengan earphone yang mengalunkan melodi melodi menenangkan. Chika kembali menatap jendela, mencari inspirasi untuk lukisan terbarunya.
"cari inspirasi disini juga?"
Seorang laki laki bertubuh tinggi dengan warna kulit berwarna sawo matang itu tersenyum ke arah Chika.
Chika menengok ke arah lain, berusaha mencari tahu apakah ada orang lain disini, hasilnya nihil, hanya ia seorang disini. Chika mulai ketakutan, badannya lemas. Yang bisa ia lakukan hanya menunduk.Lelaki itu menundukan kepalanya dan menatap Chika
"kamu ga papa?".Seorang wanita menepuk pelan bahu lelaki itu. "Hmm, sori, dia lagi gabisa diganggu, maaf ya, kita harus duluan".
Dia Naina, teman satu satunya Chika, satu satunya orang yang ia percaya.Naina memasukkan buku buku dan alat lukis Chika kedalam tas jinjing berwarna putih lalu mengangkat pelan badan Chika. "gapapa ka, gapapa, itu dulu"
Naina tersenyum kepada lelaki itu dan beranjak pergi bersama Chika.Lelaki itu tampaknya bingung, dan hanya bisa menatap kepergian Nania dan Chika hingga mereka hilang diantara keramaian kota Bandung.
----
"its okay, ka. Ada aku disini, ya?" Naina menghapus air mata Chika pelan.
"takut na, aku takut banget"
"iya aku tau, ka. Nanti kalau mau pergi, bareng aku aja oke?" Nania tersenyum lembut. "Tapi ka, kamu harus bisa bedain, ga semua laki laki sama kok, banyak yang baik, ga semuanya jahat. Kayaknya laki laki tadi juga ga jahat, dia cuma mau kenalan sama kamu"air mata naina kembali jatuh.
"tau dari mana na? Dia juga dulu baik kok, tapi taunya.."
Naina menarik badan Chika kepelukannya, membiarkan Chika menangis dengan puas dipundaknya.
Naina sudah mengerti sekali apa yang Chika rasakan, ia tak bisa membantu apa apa untuk Chika, ia hanya mampu mendengarnya , memeluknya, dan menenangkannya."Naina sayang sama Chika, jadi Chika gaboleh sedih. Pokoknya gaboleh."
Entah seberapa banyak sayang Naina pada Chika. Pernah, Chika bertanya pada Naina saat mereka bermain playstation 7 tahun yang lalu, Naina bilang "Kamu ga percaya sama aku, ka? Gausah dipikirin, pokonya banyak sebanyak banyaknya, sampe ga bisa dihitung kaya rambut. Banyak banget"
Ah persahabatan mereka terlalu lucu, kisahnya diwarnai berbagai macam warna masalah. Setidaknya, tidak ada pengkhianatan dalam kisah persahabatan mereka. Mereka terlalu sayang sampai sebenci bagaimanapun, takkan ada yang mampu bilang pisah.
Aku selalu senang menceritakan kisah persahabatan mereka. Sungguh.---
Bel cafe itu berbunyi nyaring, bertanda seseorang masuk ke dalamnya. Nania menengok ke arah pintu. Ia mendapati seorang lelaki yang tersenyum ke arahnya seraya terus berjalan menuju dirinya. "Hai, kamu yang chat saya kemarin kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Dan Secangkir Kopi
Teen FictionChika, pelukis anti sosial yang cinta kedamaian. Jika ditanya apa kehidupannya, maka jawabannya adalah kesendirian. Karena bagi Chika, setelah kehidupan itu mempermainkannya, maka makna hidup itu sendiri telah berubah. Hingga seorang laki laki yang...