01 - Pertemuan

1K 95 7
                                    

Matahari sudah pulang menuju peraduannya berganti peran dengan bulan yang akan menemani gelap nya malam. Seorang remaja mengambil langkah mencari lahan untuknya duduk tanpa menganggu siapapun. Bentangan air terlihat sangat damai dan juga indah dengan bantuan sinar lampu. Akhirnya ia bisa mengistirahatkan tubuhnya dan mengisi perut kosongnya dengan sepotong roti dan sebotol air mineral.

Park Jimin, remaja 15 tahun yang hidup sendiri tanpa bantuan siapapun. Kesepian hal yang selalu Jimin rasakan, saking seringnya Jimin sudah tak menghiraukan hal itu lagi.

Baginya, malam adalah hiburannya dan siang waktu nya untuk bertarung. Bertarung dengan pemikiran orang lain tentangnya yang tersalurkan lewat sorot mata, bertarung dengan perut kosongnya disaat ia tak menemukan pundi uang, dan bertarung saat hasrat nya membludak melihat anak seumurannya menggunakan seragam sekolah. Menangani hal itu, tak banyak yang ia lakukan. Ia hanya akan menganggapnya biasa dan mengabaikannya. Seperti saat ini, saat akhirnya ia memiliki sesuatu untuk ia makan hanya karena seorang nenek dermawan yng tak sengaja ditolongnya saat menyebrang jalan.

Tak ada kesulitan yang abadi, Tuhan tak sekejam itu. Kalimat yang selalu Jimin rapalkan saat ia hampir putus asa.

Jimin berhenti makan saat netra nya menatap seorang pria berjalan tertatih. Pandangan Jimin mengikuti langkahnya hingga si pria memutuskan untuk megistirahatkan tubuhnya. Jimin bisa memerhatikan gerak-gerik pria yang berhasil merebut atensi nya karena jarak mereka tak terlalu jauh. Jimin melipat plastik yang membungkus setengah roti nya, dan memerhatikan lekat-lekat pria itu.

Jimin tak bisa dengan mudah mempercayai orang lain, pun tak biasanya orang lain bisa dengan mudah merebut atensi nya. Namun dengan tangan menekan perut cukup dalam, kernyitan wajah penuh luka, Jimin bisa membayangkan bagaimana rasanya. Menanti sepotong roti atau sesuap nasi mungkin itu yang sedang si pria itu lakukan.

Lalu dengan tekad nya Jimin berdiri, membawa sepotong roti yang hanya tersisa setengah dan air mineral yang masih tersisa sepertiga bagian. Ia melangkah tanpa tergesa. Semakin dekat, ia bisa melihat luka-lukanya dengan lebih jelas. Darah segar menghiasi ujung bibir nya.

"Makan ini." Jimin menyodorkan makanannya, tak memerdulikan apakah pria di hadapannya akan mnolak karena jelas saja Jimin memberinya makanan sisa. Keheningan tercipta cukup lama meski banyak sekali suara tawa disekitarnya.

Jimin mengambil langkah untuk duduk di sebelah pria itu. "Jika kau tak ingin, aku akan memakannya," ujar nya ringan.

Baru saja Jimin akan kembali membuka plastik roti nya, pria itu sudah ikut memegang roti itu dengan tangan bergetar. Jimin tersenyum lalu menyodorkannya. "Makanlah."

Ia menerima tawarannya lalu mata mereka bertemu. "Terimakasih."

Jimin mengangguk lalu kembali menatap bentangan air, membiarkan si pria itu menikmati makanannya. Selang beberapa menit matanya kembali menatap luka-luka pria itu. Dari mana luka itu berasal, apa yang ia lakukan hingga mendapat luka sebanyak itu. Jimin penasaran.

"Aku Jimin, Park Jimin. Kau?"

Si pria itu menghentikan aktivitas mengunyahnya lalu menatap mata Jimin. "Taehyung, Kim Taehyung."

Mata mereka terpaut lama, saling menatap cukup dalam. Jimin melihat kilatan luka di mata Taehyung dan Taehyung bisa melihat betapa kesepian Jimin hanya dari kedua bola mata nya. Hal aneh menyengat hati keduanya. Tak ada yang mampu mengerti, tapi 'nyaman' adalah kata yang paling tepat untuk menjelaskan perasaan keduanya.

Jimin melepaskan pandangannya lalu merogoh sapu tangan yang selalu di bawanya, sedikit membasahi nya dengan air lalu membersihkan luka-luka Taehyung dalam diam membuat Taehyung menegang. Hati nya kacau, perasaan ini tak bisa Taehyung pahami, ia tak mengerti kenapa ia merasa sangat emosional dengan perlakuan Jimin yang tulus. Rasa sesak tak bisa di kendalikannya hingga membawa cairan bening menggenang di matanya. Taehyung mengenggam tangan hangat Jimin saat Jimin membersihkan luka di bagian telapak tangannya, membuat aktivitas jimin terhenti.

"Cukup, kau membuat hatiku merasakan hal aneh. Terimakasih."

Taehyung melepaskan genggamannya lalu kembali melanjutkan aktivitas makannya. Hati nya masih tak karuan, rasa nyaman itu tak biasa di rasakan Taehyung. Ia bukan tak suka, ia hanya takut terlena dan Tuhan kembali merampasnya. Sedang Jimin masih menatap tangannya, mempelajari reaksi apa yang terjadi pada tubuhnya hingga rasa hampanya bisa menghilang begitu saja hanya karena kehadiran Taehyung.

Malam itu, malam yang paling bersejarah. Mereka menemukan seseorang untuk bersandar dan berbagi luka. Menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan, hanya dengan pertemuan singkat.

Sahabat, mereka menyebutnya seperti itu.

***

Here is it! Dengan berbangga hati hari ini aku publish salah satu karya aku. Cerita tentang persahabatan Jimin dan Taehyung yang selalu bikin hati aku menghangat.

Semoga emosinya bisa tersampaikan dan menghibur kalian.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, komentar kalian aku nantikan daaaaan..

See ya!

11.09.19

SoulmatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang