1

624 17 5
                                    

JINGGA DAN SENJA
.
.
.

❤❤❤

Tari meluruskan diri dengan barisan di depannya, lalu berdiri dengan tertib. Diperiksanya rok dan baju seragam, kaus kaki, sepatu, juga semua aksesori yang dipakainya. Jam tangan, anting-anting, gelang, cincin, dan ikat rambut yang semua bernuansa oranye. Setelah yakin penampilannya rapi, cewek itu
tersenyum puas.

Ini upacaranya yang kedua sebagai anak SMA. Upacara kedua dalam balutan seragam putih abu-abu. Jadi ia masih patuh dan tertib, juga masih bersemangat meskipun matahri kelihatnnya bakalan terik. Jam tujuh tepat bel berbunyi, tanda upacara akan dimulai.

❤❤❤

Jam tujuh tepat!
Ari melompat turun dari bus yang ditumpanginya.sambil merutuki motornya yang sudah dua hari masuk bengkel dan taksi kosong yang tidak juga lewat meskipun dia sudah berdiri lebih dari setengah jam di pinggir jalan, cowok itu berjalan dengan langkah cepat menuju gedung sekolah, meskipun dia tahu sudah terlambat. Upacara sudah dimulai.

Tapi masih ada waktu kira-kira lima
menit sebelum Bu Sam -guru yang doyan banget patrol ke barisan belakang setiap kelas , yang kalau sudah ngomel bisa bikin kuping budek- sampai di kelas yang akan ditujunya. Nggak tahu kelas sepuluh berapa, yang pasti kelas itu berada tepat di depan jeruji pagar sekolah yang bisa dicopot. Sebenarnya Ari bisa saja menyelinap ke barisan kelasnya sendiri, meskipun kelas-kelas dua belas berbaris tepat di depan barisan para guru. Soalnya, datang terlambat sudah sering dilakukannya baik disengaja ataupun tidak.

Tapi pagi ini dia sedang malas mendengarkan ceramah Bu Sam, guru yang palinh terobsesi pada tata tertib, kepatuhan, dan keteraturan.
Apalagi di sekolah itu juga da guru model Bu Ida, yang nggak kawin-kawin juga padahal umurnya -menurut rumor yang beredar-sebentar lagi mau lima puluh. Makanya tu guru sering ngomong bahwa murid-muridnya sudah dianggapnya kayak anak sendiri. Yang artinya, Bu Ida akan ngomel, yang menurut dia, selayaknya ibu kandung mereka di rumah. Yang terakhir ini yang bikib anak-anak SMA Airlangga,sebisa mungkin di luar jam pelajaran biologi, mending nggak berrusan dengan Bu Ida. Soalnya dia kalau ngomel lebih cerewet, lebih heboh, dan lebih lama daripa ibu mereka di rumah. Malah banyak yang bilang suara Bu Ida juga lebih nyaring.

Menjelang mendekati pagar sekolah, Ari berjalan dengan punggung sedikit membungkuk dan berusaha tidak menimbulkan suara, langsung ke tempat yang dituju. Dengan cermat dipandanginya besi-besi jeruji pagar di depannya dan dengan cepat dia menemukan yang dicari. Suara gemerisik semak membuat siswi-siswi yang berada di barisan belakang menoleh. Mereka tercengang mendapati seorang cowok sedang menarik salah satu jeruji pagar dengan paksa, kemudian menyelinap masuk ke halaman.

"Liat apa!?" Tanya Ari galak.

Cewek-cewek itu tersentak dan seketika memalingkan kembali muka mereka ke depan. Ari menahan senyum. Setelah mengembalikan jeruji itu ke tempatnya, ia menyembunyikan tasnya di dalam kerimbunan asoka yang tumbuh di sepanjang tepi halaman. Kemudian dengan cepat cowok itu menyelinap ke tengah barisan, berusaha mencapai bagian depan tanpa kentara.

Kebijaksanaan sekolah, cowok-cowok harus berbaris di bagian depan. Cewek-cewek di belakang. Alasannya, cowok tukang bikin rebut. Alasan yang kontan bikin semua siswa cowok protes keras. Cewek juga sama. Coba aja denger kalo mereka lagi nggosip sambil cekikikan. Berisiknya malah lebih parah daripada cowok.

"Mundur dong!" bisik Ari ke cewek terdepan.

Tari, cewek yang berambut
panjang dan penuh nuansa oranye itu, menoleh kaget dan langsung mundur selangkah. Nada otoritas dalam suara Ari membuatnya patuh tanpa sadar. Cewek-cewek yang berbaris di belakangnya terpaksa mengikuti. Ari segera mengisi tempat kosong itu.

"Thanks." Sesaat Ari menoleh ke belakang dan tersenyum. Tari membalasnya dengan ragu.

Kayaknya pagi ini matahari sedang bersemangat melaksanakan tugasnya. Upacara baru berjalan kira-kira dua puluh menit, tapi setiap siswa yang sedang berbaris di lapangan mersa sedang berdiri persis di depan kompor. Ari menoleh ke belakang. Dilihatnya Tari sedang menunduk dalam-dalam, menghindari sengatan matahari sebisanya.

Mukanya sudah merah, sementara keringat mengalir deras di kedua pelipisnya. Ari mundur selangkah. Dihalanginya sinar matahari itu dengan tubuhnya. Sekali lagi dia menoleh ke belakang, meyakinkan diri bahwa cewek di belakangnya telah terlindungi
sepenuhnya. Terkejut, Tari mengangkat muka. Ditatapnya Ari dengan pandangan bertanya. Cowok itu cuma tersenyum datar dan mengangkat kedua alisnya.

Jam delapan kurang sedikit, upacara bendera selesai. Pada cewek yang selama hampir satu jam ini telah dilindunginya dari panas matahari, Ari menatapnya sesaat kemudian pergi. Pada tubuh tinggi dibalut kemeja yang kini basah kuyup karena keringat, yang telah melindunginya dari panas matahari selama hampir satu jam tadi, Tari terus menatap kepergiannya dalam ketersimaan.

.
.
.
Gimana ceritanya? Seru kan?
Aku juga jatuh cinta sama tokoh-tokohnya😍

JINGGA DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang