Semasa SMA ....
"Kamu mau antar Ghea dulu ya?" tanya Asmara sambil membenahi tas ranselnya.
Melihat Asmara kewalahan setiap kali mengenakan tas ransel, Kahale dengan cekatan ikut membantu.
"Iya, aku berantem sama Ghea. Jadi aku harus rayu-rayuin dulu."
Asmara mengernyitkan dahi, "Lagi? Gara-gara aku lagi? Dih, udah nggak usah anterin dia. Kebangetan!"
Asmara menarik napas panjang satu kali, "Kenapa ada cewek yang gampang cemburu seperti dia sih? Astaga, kamu jadikan pacar malahan. Lagipula kita kan sudah bersahabat jauh sebelum kalian pacaran, kenapa masih bisa cemburu?"
"Trus?" goda Kahale setiap kali melihat Asmara ngomel.
Asmara menyibak rambutnya sambil mencari ide.
"Jangan manjakan dia, Le. Sudah nggak perlu antar jemput dia. Lebih baik kamu ke rumahku, kamu nggak lupa kan udah janji ajari aku main gitar?"
Kahale tersenyum melihat Asmara yang begitu cerewet sekaligus lincah dalam membkamukkan topik pembicaran itu.
"Aku ingat janjiku. Tapi sebagai pacar yang baik, aku harus antar Ghea dulu. Kamu bisa kan tunggu aku sebentar di pos satpam depan? Aku akan menjemput kamu setelahnya."
Tangan Kahale terulur dan mengusap kepala Asmara dengan lembut. Selama dua detik berikutnya Asmara diam dan kembali membuka mulutnya.
"Sebaiknya kamu ganti pacar kamu, Le."
Mata Kahale terbelalak kemudian muncul seringai jailnya.
"Yah, aku jomblo dong?"
"Jomblo nggak mati, Le," balas Asmara sambil kembali berjalan.
"Kecuali kamu mau carikan pacar? Atau jangan-jangan kamu minat jadi pacarku ya?"
Mata Asmara menyipit dan kakinya sudah mengambil kuda-kuda untuk menendang. Menyadari Asmara — Asmara-nya — yang galakitu sudah siap menyakitinya, Kahale berlari kencang mendahului.
Setelahnya, Asmara menunggu di pos satpam depan sekolah, sesuai perintah Kahale. Dia menunggu Kahale menjemputnya setelah mengantar pacar barunya. Satu jam, dua jam, hingga jam menunjukkan jam delapan malam, tapi Kahale tidak muncul. Beberapa teman sudah menawarkan tumpangan untuk Asmara, hanya saja dia bersikeras menunggu Kahale. Hingga kesabaran digantikan khawatir, dia memutuskan menghubungi rumah Kahale dan mendengar bahwa Kahale sudah tidur. Asmara pikir Kahale lupa dan kelelahan sehingga dia pulang sendiri.
Keesokan harinya, tepat sehari setelah kejadian itu, Asmara mendapati Kahale mengabaikannya. Benar-benar mengabaikan. Bukan hanya tak menanyakan bagaimana Asmara bisa pulang kemarin atau minta maaf, Kahale bahkan berpaling dan tak bicara pada Asmara lagi. Diperlakukan demikian Asmara marah dan sedih, sayangnya, lebih banyak sedih. Selama beberapa hari setelahnya dia masih diam-diam menangis. Lebih parah lagi ketika tanpa sengaja berpapasan dan Kahale berpura-pura tak melihatnya.
Waktu terus berjalan dan tanpa terasa akhirnya mereka lulus SMA dan benar-benar berpisah. Asmara hanya tahu Kahale melanjutkan pendidikan di Bandung. Mereka benar-benar putus komunikasi. Sebenarnya, kenapa Kahale bisa berubah demikian?
**
Senin selalu menjadi hari yang melelahkan untuk Asmara. Jam 7 pagi, Pian akan mengirim jadwal Asmara untuk sepanjang hari. Meeting dengan si A di sini, meeting dengan si B di sana, tender, atau sekedar prospek. Tanpa membaca seksama, Asmara sudah tahu bahwa akan banyak acara di hari Senin. Maka dia akan berdandan ekstra di hari Senin, dia akan mengenakan setelan atau dress yang disukainya untuk boosting mood-nya.
"Pagi, Mbak," sapa beberapa pegawai Mediteran ketika berpapasan dengan Asmara di lift yang hanya dibalas anggukan atau senyuman kecil.
Asmara berusaha mengosongkan kepalanya ketika lift terbuka di lantai 5. Ini hari pertama Kahale bekerja, well setidaknya itu informasi yang diberikan Deriawan kepadanya. Sepanjang akhir pekan, Deri beberapa kali menghubunginya untuk meminta Asmara melunak. Tidak ada gunanya terus menentang, dia tahu Deri sudah niat merekrut Kahale. Karena tidak yakin dengan kemampuannya untuk melunak, maka yang perlu dilakukan Asmara adalah berupaya menghindari pertemuan antara mereka. Selesai absen, buru-buru Asmara berlari ke ruangannya dan menutup pintu kaca di depannya itu. Lega rasanya bisa tiba di markasnya dan tidak berpapasan dengan siapapun.
"Ya, Pi?" sapa Asmara setelah mengangkat interkom ruangannya yang berbunyi.
"Ini aku," jawab Adi.
"Oh, kenapa, Di?" Asmara melepaskan blazernya dan duduk dikursi dengan perasaan tenang.
"Ke ruang meeting ya, Ra."
"Ngapain? Masih pagi juga udah mau meeting sih," protes Asmara.
"Bukan. Mau kenalin Ale ke semua pegawai, sekalian aku pamitan."
"Males ah. Lagian kamu bisa pamitan ke aku nanti," tolak Asmara terang-terangan.
"Ya ampun. Sekalian Asmara."
"Waktu kamu masih seminggu lagi, Di. Perpisahannya nanti-nanti ajalah," Asmara masih mencari celah.
"Yuk lah, Ra. Kita dukung Kahale, hm? Kamu bisa lihat sendiri kan kalau Deri senang dengan kehadiran Kahale. Kamu bisa menghargai itu kan?"
Asmara mendengus kesal. Dia benar-benar tidak ingin pergi ke acara itu.
"Semua sudah di sana?"
"Aku duluan ke ruang meeting. Awas ya kalau nggak nongol!"
Asmara cuma bisa manggut-manggut sambil menutup interkomnya. Adi tahu benar kalau Asmara tidak mungkin bisa menolak permintaannya ini. Lima menit kemudian, tentu saja dengan muka malas dan tegang Asmara menuju ruang meeting. Stiletonya seolah ingin mengajaknya lari menjauhi ruang meeting di depan matanya ini. Ruangan per divisi sudah kosong, bahkan Pian juga menghilang. Sudah pasti mereka didalam ruang meeting semua. Suara ramai juga sedikit keluar dari ruangan itu. Setelah beberapa kali menarik napas, Asmara membuka pintu itu.
"Nah udah lengkap semua. Sini, Ra!" Deri memanggil Asmara untuk duduk disampingnya.
Asmara enggan duduk di sana, namun tidak ada lagi kursi yang tersedia.
"Sorry, tadi aku ad—"
"Santai!" potong Deri yang Asmara tahu pasti separuh meledeknya.
Setelah sedikit kata pembukaan dari Ibu HRD, Kahale dipersilakan memperkenalkan dirinya di hadapan semua pegawai. Kahale memperkenalkan dirinya dengan pembawaannya yang supel dan jokes-nya membuat para pegawai tertawa senang. Asmara memandang Kahale tanpa senyuman, khas muka galaknya. Pikiran dan hatinya kacau melihat Kahale yang berdiri di hadapannya saat ini. Ingin rasanya dia cepat-cepat lari dari ruangan.
"Kita pastinya pengen kamu betah ya," ujar Deri yang membuat Asmara tersadar dari lamunannya.
Giliran Adi menyampaikan perpisahannya. Bagi Mediteran, kehilangan Adi adalah salah satu hal terberat. Deri, Adi, dan Asmara merupakan tiga serangkai yang dari awal membangun Mediteran. Maka ketika Adi resign, seperti ada lubang di hati Asmara dan Deri. Kinerja Adi, kepemimpina Adi, dan etika kerjanya adalah sebuah standart bagi Mediteran. Jika saat ini estafet itu diteruskan Kahale, dia berharap nama Mediteran masih akan berkibar di bidangnya. Semua orang bertepuk tangan dan memutuskan untuk merelakan Adi mengejar mimpinya yang lain.
"Ra, jangan lupa kamu harus mulai olah ide untuk tender bareng Kahale ya. Nanti aku akan serah terima pekerjaan kita yang lalu," ujar Adi ketika acara perpisahan sudah selesai.
"Nanti kita bisa ngobrolin du—"
"Hari ini aku repot. Kalian bisa serah terima dulu aja," Asmara buru-buru memotong perkataan Kahale dan buru-buru berjalan keluar.
Jantung Asmara bergemuruh. Dia tidak memahami dirinya sekarang. Yang jelas, dia tidak ingin bicara dengan Kahale dulu. Aku belum siap, itu rapalnya berkali-kali dalam hati.
**
![](https://img.wattpad.com/cover/199734216-288-k450281.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Asmara [PINDAH PLATFORM]
RomanceAsmara dicap gagal move on oleh orang sekitarnya karena belum bisa benar-benar melepaskan sosok mantan kekasihnya, Reuben. Dia sendiripun tak pernah mengelaknya. Dia kemudian memutuskan untuk berfokus pada karirnya di Mediteran, namun diam-diam masi...