Part 1

22 0 0
                                    

Ada beberapa hal yang tidak perlu diketahui, termasuk oleh orang yang terdekat dengan Pameela.

Bukan berarti Pameela orang yang tertutup, hanya saja ia  ingin memperbaiki diri. Menata hati, lebih tepatnya.

Menurut Pameela, hidupnya penuh cerita yang berujung drama dan Pameela tidak mau menambah episode drama dalam hidupnya.

Pameela menghela nafas sejenak lalu menaruh kembali buku yang hanya dijadikan tameng menutupi renungannya. Dilihatnya seseorang yang sangat ia kenal sedang menuju ke arah pintu cafe, dia mengulum senyum dan melambaikan tangannya pada seseorang yang baru datang.

Orang tersebut membalas senyumannya dan berlari kecil menghampirinya. Pameela langsung memeluknya melepas rindu setelah tidak bertemu bertahun-tahun.

Ya, dia Wahabian, sahabat baik Pameela.

"Aku sesak hm, peluknya ntar kita lanjut kalau nggak rame. Biar makin syahdu khilafnya." Kata Wahabian sambil tersenyum menyeringai.

Pameela melepaskan pelukannya dan menatap Wahabian dengan sebal. "Kamu tuh nggak berubah ya. Tetep mesum!"

Wahabian terkekeh, "Alah mesum sama kamu doang mah nggak ada yang marah juga. Kamu kan free ini," lalu Wahabian mengacak rambut Pameela.

Pameela hanya memutar bola mata dengan kesal dan kembali duduk.

"Aku yang marah! Kelakuanmu tuh di ubah, udah tua masih aja berasa muda." Kataku sinis.

"Emang masih muda ini," Wahabian duduk disamping Pameela setelah mengambilkan minuman green latte ku yang baru Pameela pesan. "Udah mending kita jalan-jalan melepas rindu. Gimana?"

Ingin rasanya Pameela berteriak kasar. Sungguh, Pameela tidak rindu dengan makhluk nyebelin ini.

"Jalan-jalan? Hmm," Pameela melirik Wahabian sekilas dan terciptalah ide yang brilian dari otaknya yang cemerlang, "baiklah, tapi aku yang nentuin dan kamu harus ngikutin semua pilihanku oke?"

Wahabian mengernyitkan alisnya, "oke, asal tidak melanggar hukum saja deh."

Kena kau, Wahab!!

"Janji?" Tanya Pameela memastikan.

"Janji!"

Pameela menahan tawanya agar tidak meledak lalu menatap Wahabian dengan wajah yang datar dan serius, "Ayo kita ke salon, baby boy."

Seketika Wahabian menatap Pameela dengan muka pucat dan ngeri, "E-eh, kamu bercanda kan?"

"Aku serius." Pameela mengangguk mengiyakan.

Ini sebuah "warning" tersendiri untuk Wahabian. Salon? Teringat kejadian memalukan Wahabian ketika diserbu banci salon. Jangan sampai terulang.

Wahabian mengusap kepalanya yang tidak gatal, "H-hm..Aku nyanyi aja gimana, Mal?"

Wahabian benar-benar berharap Pameela mengabulkan permintaannya. Gila saja. Wahab takut sebenarnya. Takut banci. Jangan salahkan pria normal kalau takut banci. Ya, itu yang dipegang teguh seorang Wahabian. Lebih baik dia menyanyi, daripada ke salon pilihan Pameela.

Pameela menatap Wahabian dengan muka datar, padahal ia sedang mati-matian menahan tawa.

"Kasian sekali Wahab, mukanya sudah pucat. Lucu sekali," pikir Pameela.

Pameela tersenyum tipis, "Baiklah, your lucky day . Kamu nyanyi aja. Let's go!"

----------------------------------------------------------------------------------------------

I can see the pain living in your eyes
And I know how hard you try
You deserve to have much more
I can feel your heart and I simpathize
And I'll never criticize
All you've ever meant to my life

I don't want to let you down
I don't want to lead you on
i don't want to hold you back
From where you might belong

You would never ask me why
My heart is so disguised
I just can't live a lie anymore
I would rather hurt myself
Than to ever make you cry
There's nothing left to say but goodbye

You deserve the chance at the kind of love
I'm not sure i'm worthy of
Losing you is painful to me

Air supply - Good bye.

Tanpa sadar air mata seorang wanita cantik yang sedang mendengarkan nyanyian tersebut jatuh begitu saja. Mau tak mau, Pameela mengakui suara merdu penyanyi yang menyanyikan lagu tersebut. Mengkhayati sekali.

Dentingan terakhir dari lagu goodbye by Air Supply disambut suara riuh tepuk tangan atas penampilan mempesona dari seorang pria yang sedang menghampiri Pameela.

"Nah, udah ya aku nyanyiin lagu buat kamu."

Pameela kembali menghapus air matanya lalu tersenyum menatapnya, "Suara kamu masih bagus ternyata, untung deh rokok yang sering kamu hisap nggak bikin suara kamu jelek."

Wahabian terkekeh, "Babe, rokok ataupun pergi ke salon plus dilayanin waria seperti dulu-dulu nggak bakal bikin pesona seorang Wahabian Jeeour hilang," Wahabian mengedipkan matanya dengan genit, "Buktinya kamu sampe nangis kan. Chill, girl, chill."

"Beneran deh, pedenya nggak ilang-ilang." Sungut Pameela.

Wahabian terkekeh, "Emang kenyataan, Mal."

"Mbahmu! Eh, tapi nyanyinya dari hati banget ya, Mas Wahab." Goda Pameela sambil menaikkan-turunkan kedua alis matanya. Menggodanya dengan memanggil embel-embel "Mas". Biar inget umur.

Wahabian memutar kedua bola matanya, "Iya. Semua maksud hati Mas Wahab ini ada di lagu itu." Jawab Wahabian sambil tersenyum tipis.

Maksudnya? Seperti ada maksud tersirat dari yang telah tersurat.

Sebelum Pameela bertanya apa maksud perkataan Wahabian lebih lanjut, Pameela telah lebih dulu ditarik oleh Wahabian ke luar cafe.

"Jadi kita kemana sekarang?" Tanya Wahabian dengan wajah polos ketika mereka sudah berada di parkiran mobil Wahabian.

"Ew. Narik-narik aja sih," kata Pameela sebal, "Udah ah, pulang aja."

"Dih, Mbak Mala ngambek nih sama Mas Wahab," goda Wahabian sambil mencolek-colek daguku.

Pameela menepis tangan Wahabian, "IH jijay! Mas Wahab ngarepmu. Sebel aku sama kamu!"

"Cantiknya hilang ntar loh, Mbak."

"Bodo!"

"Maaf ya, Mbak Mala yang cantik,"

Mala? Ya itu nama panggilan Pameela oleh Wahabian. Pameela melirik Wahabian sinis. Cih! Sok-sok masang muka melas si Wahab.

"Ntar aku traktir apa aja deh? Oke?"

Sebelum Pameela menjawab, Wahabian sudah menggedong Pameela masuk ke dalam mobil.

"ISH! Malu-maluin aja!" Teriak Pameela sambil berontak di pelukan Wahabian.

Wahabian tertawa, "Kita ke rumahku ya. Bunda kangen banget sama kamu katanya. Jangan marah lagi ya, Mal." Ucapnya sambil tersenyum manis.

Mungkin kalo cewek lain bakal meleleh liat senyum Wahabian dan akan langsung maafin, tapi bagi Pameela pesona seorang Wahabian sudah bebal terhadap dirinya. Dan sekarang sedang Pameela sebal setengah mampus!

"IHHH, Turunin nggak Wahab!" Teriak Pameela. Sungguh nggak nyaman di gendong di parkiran mobil dan banyak pengunjung cafe yang melihat.

Dalam hati, Pameela hanya bisa mengelus dadanya untuk sabar. "Huft... Kalo dia nggak bilang Bundanya kangen sama aku, mungkin sekarang wajah tampannya sudah ku cakar!"

Tame TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang