Part 2

15 0 0
                                    

"Gue ke kos lo ya, Vin. Tunggu depan."

"Ok. Gue siap-siap dulu, Bi."

"Bawa kamera jangan lupa!" kata Wahabian mengakhiri sambungan telephone sambil membuka pintu mobil.

Wahabian mengetuk-ngetukkan jarinya menunggu lampu merah sambil mendengarkan lagu yang di putar radio selama perjalanan.

Semangat yang selalu Wahabian perlihatkan seolah redup begitu saja, mengingat dia tidak banyak bicara dalam rapat rutin yang telah dia jalani selama beberapa minggu terakhir ini.

Jenuh ... ya mungkin Wahabian jenuh.

Segala aktivitasnya hanya seputar kerja, rapat, tidur, dan cinta. Terkadang Wahabian berpikir lebih baik waktunya digunakan untuk tidur daripada hal yang lain, karena jadwal tidurnya sedang dalam tahap berantakan. Mungkin ... hidupnya juga sudah berantakan.

Dalam masa berantakan banyak sekali rintangan, akhirnya dia punya waktu luang. Tanpa pikir panjang Wahabian menggunakan waktu luangnya langsung menerima tawaran Alvin untuk hunting foto yang ditawarkannya dari minggu lalu. Salah satu pelampiasannya menghilangkan kejenuhan. Jenuh dengan drama dalam hidup seorang Wahabian Jeoour.

Tidak butuh waktu yang lama mobil Wahabian sudah berada di depan kos Alvin.

"Haloo, om cabul!"

"Najis lo, Vin! Masih muda gini lo bilang gue om-om, cabul pulak."

"Salah sendiri, om. Mukanya cabul." Jawab Alvin kalem.

Sabar Wahab... Sabar.

"Ish! Beneran gue cabulin baru tau rasa lo!" Sahut Wahabian geram.

"Mau dong, oom.." Goda Alvin yang langsung diberi tatapan tajam dari Wahabian.

Alvin segera masuk mobil sambil mengangkat tangannya menyerah, "Bercanda, Bi. Bercanda!"

"Lo mah keseringan kayak gitu. Nama baik, nama baik guee, Vin." Kata Wahabian sambil menepuk-nepuk dadanya.

"Alah! Kalau bejat mah bejat aja. Sok-sok an punya nama baik." Dengus Alvin sambil menutup pintu mobil.

"Ralat! Lo yang bejat ya!" Sahut Wahabian yang menggelengkan kepalanya sambil menjalankan mobil.

"Mana bisa gitu! Yaudah, gue tawar deh. kita berdua yang bejat. Gimana?" Alvin menaikkan alisnya menatap Wahabian, "kan kita keluarga..." lanjutnya sambil cengar-cengir.

Wahabian tergelak. Tawar, tawar. Es teh tawar kali ah.

"Eh..Mau makan dulu nggak, Bi? Laper banget gue, dari semalem belum makan." Tanya Alvin memegangi perutnya yang tidak ada lemak sekalipun.

"Gue masak tuh, ayam panggang madu. Lo makan aja," Kata Wahabian sesekali menoleh ke Alvin, "tempat makannya ada di belakang. Warna merah."

Alvin dengan cekatan langsung mengambil tempat makan tersebut dan membukanya. Luar biasa! Alvin langsung mengusap mulutnya yang sudah mengeluarkan air liurnya. Nggak tahan! Sedap banget ini makanan.

"Anjir lah. Ngences dah lo." Ejek Wahabian melihat ekspresi Alvin saat ini.

Alvin tidak peduli lagi dengan ejekan Wahabian. Saat ini perutnya lebih penting. Nggak usah diragukan lagi, makanan Wahabian emang selalu juara. Walaupun Alvin dan Wahabian sama-sama bisa masak tapi untuk urusan citra rasa, di restaurant bintang lima pun masakan Wahabian tidak ada cela.

Terlahir sebagai anak dari seorang Chef terkenal membuat Wahabian mendapatkan imbasnya. Mulai sekedar membantu mamanya memasak dari kecil, Wahabian mengenal betul soal urusan dapur.

"Gue lewat tol ya, Vin. Biar cepet."

"Ho-oh, Iya."

Alvin meneguk air putih setelah makanannya sudah habis tak tersisa, sementara Wahabian masih fokus menyetir dan melajukan mobilnya. Pemandangan selama perjalanan membuat sedikit demi sedikit rasa jenuh Wahab hilang dengan suara rintik-rintik hujan dan lagu di radioyang mengiringi perjalanan mereka.

Alvin tersenyum tipis melirik Wahabian, "Semoga lo ketemu kebahagiaan lo ya, Bro." batinnya dalam hati.

Karna Alvin tau, seperti apa drama perjalanan seorang Wahabian, khususnya percintaanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tame TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang