Seorang wanita berambut pirang bertubuh ramping dengan tinggi sekitar 175cm berjalan keluar dari pesawat jet pribadi milik sang ayah. Diikuti beberapa orang bodyguard sang ayah. Ia yakin, ayahnya takut jika ia kabur seperti yang terakhir kali dilakukannya. Sejak kecil, ia memang ahli dalam bersembunyi, mungkin berkat menonton serial criminal. Buktinya saja ayahnya yang memiliki jaringan yang luas pun baru dapat menemukannya setelah 5 tahun kepergiannya. Ketika akhirnya detective yang disewa oleh Stevan Edwards menemukan putri bungsunya di India, lelaki itu langsung mengirim orang suruhannya untuk menjemput anak semata wayangnya itu dengan pengawasan yang ekstra ketat. Dan yang paling membuat lelaki paruh baya itu marah besar adalah kenyataan bahwa putrinya bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit gratis di Kalkuta!
Miranda Edwards tentu saja dengan berat hati meninggalkan India dan kehidupan sederhananya disana. Jika dapat memilih, ia ingin tinggal di negara yang berbeda dengan laki-laki itu. Menjauh seperti saat ini. Kembali ke New York dan tinggal di negara, bahkan kota yang sama dengan lelaki itu hanya membuatnya mengingat kesalahan di masa lalunya. Dosanya...
Begitu turun dari jet pribadi ayahnya, ia melihat 3 buah rangerover hitam yang diparkir tak jauh dari landasan pesawat.
‘Ini sungguh berlebihan!’batinnya.
“Mr.Edwards menunggu anda di rumah.”ujar John, orang kepercayaan ayahnya yang ikut datang menjemputnya.
“Ya, aku mengerti.” Ia lalu masuk ke dalam mobil begitu John membuka pintu rangerover itu.
Begitu mobil jalan, ia menghela nafasnya dengan berat dan mencoba untuk tidur sejenak setelah perjalanan yang panjang dari New Delhi ke New York.
Bayangan-bayangan itu terasa dekat.
Bayangan masa lalu yang paling dibencinya.
New York, July 2008
Seperti biasanya, acara penggalangan amal selalu dipenuhi para kalangan atas. Kali ini peggalangan dana dilakukan untuk AIDS Foundation. Ia datang sendiri bersama ayahnya, karena ibunya yang telah bercerai dari ayahnya sejak 10 tahun yang lalu merasa tidak cocok di dunia ayahnya. Saat itulah ia melihat lelaki itu. Lelaki yang sangat tinggi, sekitar 190cm dengan tubuh yang kokoh dan tegap serta kulit kecoklatan khas latin yang menjadi daya tariknya tersendiri. Ayahnya mengenalkannya dengan beberapa pengusaha muda termasuk lelaki itu, Jonathan Albert Santos, lelaki keturunan amerika-colombia. Beberapa hari setelah perkenalan mereka, lelaki itu mengajaknya untuk berkencan. Seperti wanita-wanita lainnya, dengan mudahnya ia ditaklukkan dan jatuh cinta ke pelukan Jo Santos.
Tanpa sadar takdir apa yang sedang menunggunyaa….
Mirinda terbangun dengan kaget. ‘Mimpi itu lagi!’batinnya.
“Ms.Edwards. Kita sudah sampai.”ujar John yang segera turun untuk membuka pintu mobil.
Ia lalu segera keluar begitu John membukakan pintu dan menoleh ke mansion keluarganya yang masih sama seperti dulu, kecuali beberapa tanaman dan patung air mancur halaman depan yang berubah menjadi patung Aphrodite.
“Aku ingin mandi dulu John. Katakan pada ayah, aku akan menemuinya nanti.”
“Baik, Ms.”
Miranda lalu berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Kamar besar itu tetap sama dan terawat. Ia yakin, pasti ayahnya menyuruh para pelayan untuk membersihkan kamarnya setiap harinya. Tak ada perubahan sama sekali setelah ia pergi. Bahkan posisi beberapa bingkai foto yang disusunnya tetap pada posisi yang sama, hanya fotonya dengan lelaki itu yang tak ada lagi. Karena ia telah membuangnya bersamaan dengan cintanya untuk lelaki itu. Ia tersenyum miris dan berjalan menuju kamar mandi. Yang ia butuhkan sekarang adalah berendam air hangat dan menenangkan pikirannya.
Setelah setengah jam lebih, ia keluar dari kamar mandi dengan handuk dan di kepala dan badannya. Ia lalu berjalan kecil menuju walk in closetnya. Ia tersenyum senang melihat pakaian-pakaian koleksi terbaru yang tersusun rapi, sepatu maupun tas yang ia yakin dipesan oleh ayahnya. Rasanya sudah sangat lama ia tak merasakan kemewahan hidup. Selama di Kalkuta, ia mencoba untuk menebus dosanya dulu. Ia menghirup udara dalam walk in closet itu, aroma khas pakaian baru yang sangat dirindukannya. Ayahnya memang mencoba menjadi orangtua tunggal yang baik, apalagi setelah kejadian 5 tahun yang lalu. Ia tak sabar untuk bertemu dengan ayahnya!
Begitu selesai berpakaian, ia bersenandung kecil sambil berjalan menuruni anak tangga.
Ia lalu masuk ke ruang kerja ayahnya tanpa mengetuk pintu seperti yang biasa dilakukannya.
"Hai dad!" sapanya. Ayahnya yang sedang membaca dokumen teralihkan perhatiannya kepada putrinya.
"Kenapa tak pernah pulang?"
"Well, aku sangat sibuk disana. Kau tahu, pasien selalu ramai setiap harinya."jelasnya dengan penuh antusias.
Ayahnya menghela nafasnya dengan kesal, "Berhentilah mempermainkan pria tua ini! Kau bahkan tak pernah menghubungi ku!"
Miranda memeluk ayahnya dari belakang kursi kerjanya. "Kau tidak tua, dad! Bagi ku kau seperti berumur 35 tahun."
"Berhentilah menggombali ayah mu ini!" Stevan berdiri dari duduknya dan memeluk Miranda dengan penuh sayang.
"I miss you, dad! I'm sorry for everything."
Stevan mencium puncak kepala Miranda. "I love you more, angel! I've been forgive you." ujar Stevan sambil memeluk putrinya.
"Kau tahu, dad. Aku.." Belum sempat ia mengatakannya, Stevan menghentikan perkataan Miranda.
"Bagi ku, kau ada disini itu sudah cukup. Apakah putri ku ini mau menghabiskan waktunya dengan ayahnya yang renta ini besok?"
Miranda tersenyum sambil mengecup pipi Stevan. "Tentu saja! Apa yang tidak untuk ayah ku tersayang."
"Istirahatlah. Dari wajah mu, aku tahu kau butuh istirahat."
"Okay. See you tomorrow dad!" ujarnya sambil melenggang pergi.
***
"I love you, Jo!"
"I never expect for a commitment for us! You're here its enough for me!"
"You trap me with that s*it to marry you!"
"I'm not! I'll do anything but please trust me!"
"Just kill it then!"
"Jooo.."
"Kill it or i will leave you."
"Kill it."
"Kill it."
"Kill it."
"Kill it!