Jogja, been a while

469 54 1
                                    

Handphone berlogo apel separo keluaran terbaru itu berdering hebat, seakan memberi tahu si pemilik yang tengah rapat penting bahwa ada panggilan masuk.

'Papa.'

Buru-buru si pemilik menggeser ikon bewarna hijau lalu menempelkan ponselnya ke telinga. "Halo pa?"

"Jun, minggu depan gantiin papa ke Jogja ya? Rapat sekalian observasi sama tim tentang rencana pembangunan underpass yang di Kulon Progo itu."

Juna berdiri dari kursinya lalu keluar ruangan sebentar, "lho pa, minggu depan kan Juna sudah ada janji sama-"

"Alah sudah nanti papa suruh Abim aja yang handle kalo urusan ketemu sama klien, pokoknya kamu handle yang di Jogja ya karna papa masih stuck di Singapura sampai akhir bulan sepertinya. Tolong ya nak!" 'bip'

Juna memandangi layar handphone yang sudah menampilkan lockscreennya yang ciamik. "Nyusahin emang orang tua."

"Pak? Rapatnya sudah mau dilanjut." Sekertarisnya memanggil dari balik pintu, kesusahan karena bawa nampan penuh kopi.

Juna yang memang dasarnya peka, ngebantuin nahan pintu lalu masuk keruangan untuk melanjutkan rapat. Tingkat fokusnya turun jadi 60% karena mikirin Jogja. Iya Jogja, minggu depan dia disuruh ke Jogja. Setelah hampir 3 tahun akhirnya ke Jogja lagi, kota yang paling dia hindari sejak lulus kuliah.

-

'Bang kalo pesawatnya udah landing nanti kabarin gue, ntar biar gue kabarin orang hotelnya. Soalnya gue paham kalo lo tuh suka ribet jadi biar gue bantuin urus biar lo nggak pusing. Oiya, lusa kalo urusan sama klien udah beres gue susulin lo ke Jogja sekalian liburan. Jangan lupa kabarin gue kalo dah sampe!' – Abim. Begitu kira-kira isi chat whatsap yang barusaja dibuka Juna setelah menapakkan kaki di Bandara Adi Sucipto.

Suasananya masih sama. Kecil, sempit, ramai, dan masih sering delay. Pesawat dia tadi aja yang itungannya maskapai kelas satu tetep aja kena antre mendarat dan kudu muter-muter dulu setengah jam di udara.

Karena penerbangannya agak telat Juna harus buru-buru ke hotel sebelum siap-siap buat makan malam sama temen-temennya yang memang udah nodong traktir waktu tahu kalau dia bakal ke Jogja.

"Halo Bim? Gue dah sampe, jemputannya udah siap belom gue baru mau ambil koper. Jangan kelamaan, ada janji gue soalnya."

"Weits, janji sama siapa lo bang? Adek tingkat lo yang aduhay itu ya? Yang minggu lalu ketemu di lobi kantor? Hahaha."

"Bacot lo, buruan gue tungguin ni jemputan kalo gue kelar ambil koper belum dateng juga gue cabut pindah hotel suka-suka."

"Eh, jangan marah-marah atuh. Iye udah otiwai sopirnya, bentar lagi juga nyampe. Udah gue suruh bawa tulisan juga, nama lo gede."

Memang salah satu keuntungan punya adek tuh ya ini, dimanfaatin semaksimal mungkin alias disuruh-suruh. Ya kalo gamau disuruh-suruh lahir duluan gih, hehe.

Juna buru-buru menarik koper hitam kesayangannya lalu keluar menuju penjemputan. Benar saja, si sopir dari Hotel Royal Ambarukmo yang dibilang Abimanyu sudah mengangkat kertas ukuran A3 dengan tulisan 'ARJUNA HARRIS RAHARDJO.'

Setelah masuk ke mobil yang disediakan, Juna segera mengirimi pesan singkat ke teman-temannya untuk minta di jemput nanti jam 8 di lobi hotel. Tentu saja si Mail yang pertama kali ngebales pesannya Juna.

'Meet point ntar di Platinum aja lantai 2 jam 8, jangan lupa dateng bakal di traktir Juna soalnya. See you The Bajings.'

-

"Tinggi sih, tapi kurang proporsional dikit. Ya kalo ikut pelatihan di kita bakal siap sih ini setahun-dua tahun. Tergantung orangnya juga sih mbak, kalo memang mau nanti bisa kontak saya biar saya bantu."

Wanita berambut panjang sedikit bergelombang yang juga memiliki tubuh lumayan tinggi itu terlihat sibuk dengan ponselnya, belum lagi tangan kanannya yang sibuk menggeledah tas jinjing hitam untuk mencari keberadaan si kunci kamar.

"Iya mbak sama-sama. Nanti kalau memang sudah mantap dan kalau adiknya sudah lulus SMA mbak Nana bisa telfon saya lagi. Ya mbak, selamat malam."

"Aduh mana sih kuncinya, nyusahin deh." Ia mengambil duduk di lobi hotel untuk fokus mencari keberadaan kunci kamar yang entah dimana.

Setelah bermenit-menit tangannya merogoh seluruh sisi tas akhirnya kunci berbentuk kartu itu ketemu diantara kartu nama miliknya, huft.

'Astari Nabella Herdiyono – Trainer Instructor of Srikandi Nusantara.'

Ya, wanita yang akrab disapa Bella itu adalah intruktur pelatih senior dari sekolah pramugari yang cukup dikenal baik oleh para attendant Indonesia. Salah satu sekolah pramugari yang selalu mencetak lulusan terbaik yang kerap direkrut oleh maskapai luar negeri atau domestik.

Dulu Bella juga bercita-cita ingin menjadi pramugari seperti ibunya. Namun keinginannya itu ditolak oleh keluarganya terutama ayahnya. Simple saja, menjadi suami yang istrinya dulu adalah pramugari juga rasanya ayah sudah lebih tahu dunia seperti apa yang bakal dihadapi Bella. Belum lagi fakta bahwa putra sulungnya juga bekerja di bidang yang hampir sama yakni menjadi pilot, jelas ayah tidak ingin kedua anaknya memiliki pekerjaan dengan resiko besar yang sama.

Karena hal itu juga ayah, atau Faisal Herdiyono bersama istrinya mendirikan sekolah pramugari hitung-hitung untuk memuaskan keinginan Bella yang tidak pernah terwujud atau pengalaman istrinya yang sangat ingin ia bagikan kepada orang lain. Sambil menyelam, minum air kira-kira begitu pepatahnya.

Notifikasi pesan masuk di handphone Bella berhasil mengembalikan fokus wanita itu. kedua kaki jenjangnya buru-buru masuk ke lift yang terbuka. Sekarang handphone-nya yang berdering hebat, telfon masuk yang mengganggu ketenangan.

'Dea Tercans uwu.' Kira-kira gitu nama kontak yang nelfon Bella.

"Kenapa De?"

"Dimana Bel? Pada nanyain lo nih, jadi dateng kan? Awas aja sampe engga! Taruhannya gue disuntik mati sama bu dokter ntar nih. Kalo nggak ada tebengan ntar gue bilangin sama Mail biar jemput lo sekalian."

"Iya ntar gue dateng. Baru nyampe hotel ini abis pelatihan ntar gue siap-siap dulu jangan bawel. Lagian selo amat sih lo pada ngadain acara anniv sok-sokan ramean kaya mau married aja udahan."

"Heleh, tinggal dateng duduk manis aja lo. Kan yang penting ditraktir cuy, yaudah ditunggu nih sama anak-anak jangan lama-lama neng dandannya. Mau secantik apa juga lo masih jomblo ehehe."

"Sialan lo!"

Bella membuka notifikasi pesan yang sedari tadi belum dibacanya. Grup chat dari sahabat terdekatnya itu ramai dengan pesan penting-tidak penting. Pesan terakhir sampai dipindah ke note grup.

'Meet point ntar di Platinum lantai 2 jam 8. Acara annivnya Dea sama Nopal yang sebenernya super nggak penting tapi maksa diadain. Itung-itung ditraktir guys, jangan lupa dateng.

Ps. Buat neng Bella jangan ngaret! – Shalfa the messanger.'

-

TBC.

Once Upon A Time In Jogja || [NamJoy] On Hold!Where stories live. Discover now