Chapter 1

4 0 0
                                    

Terik matahari tidak membuat Kaira berhenti berlari. Tak jauh dari arah lapangan, seorang pemuda dengan seragam hitam mengawasi dirinya. Di balik pagar suara wanita berbisik dan histeria mengawasi pemuda tersebut. Setelah sampai di titik awal Kaira berlari, ia menyerngitkan alis menatap pelatih mudanya yang sedang mencatat hasil pemanasan Kaira.
"Ayah, tidak bisakah kita berlatih di gunung saja? Rasanya tidak nyaman ditontoni banyak orang." Keluh Kaira sembari menatap lelah ke balik pagar. Poor girls.
"Ayah ada pekerjaan dekat sini. Jadi sekalian saja."jawab ayahnya, Ardian.
Memiliki ayah tampan awet muda menjadi kebanggaan tersendiri bagi Kaira, meski ia harus terbiasa melihat banyak wanita muda patah hati dengan sikap dan kenyataan akan duda beranak 1.

Ardian bekerja sebagai bodygard beberapa orang penting. Sementara Kaira bekerja sebagai instruktur beladiri. Jika ada waktu, Ardian akan mengawasi Kaira berlatih. Meski sibuk, ia selalu berusaha meluangkan waktunya untuk memperhatikan Kaira. Wajah tegas dengan kulit sawo matang membuatnya nampak gagah. Seandainya Ardian tidak menikah muda, mungkin ia sudah menjadi polisi atau tentara. Sayangnya karena pernikahan dini, ia tidak melanjutkan sekolah. Semua adalah salah mamanya, Rossa. Setelah nikah lari, mereka bercerai dan ia kembali ke keluarganya yang kaya meninggalkan Ardian jatuh miskin sambil mengurus anak. Ardian tumbuh di panti asuhan, maka dari itu ia tidak punya sanak saudara. Hanya tinggal ia dan Kaira.

Seusai melatih di sanggar tempat ia bekerja, Kaira pulang ke apartemen. Karena pekerjaan ayahnya, ia sering berpindah rumah dan tempat. Apartemen ini juga termasuk pinjaman sampai kontrak ayahnya usai. Karena itu ia tidak banyak mendekor atau meletakkan banyak barang. Sewaktu-waktu mereka bisa pindah kapan saja.

Selesai memasak makan malam, Kaira menonton tv. Ketika santai menonton, tiba-tiba ada iklan yang menayangkan sosok ibunya. Melihat sekilas saja membuatnya marah. Ia mematikan tv dengan kesal. Ia meraih gitar kemudian memainkan lagu. Lagu yang ia ciptakan untuk mengusir rasa sedihnya.

Tak lama, Ardian pulang. Ia melihat Kaira menyanyi di atas sofa dengan suara merdu. Melihat Kaira menyanyi membuatnya terlihat sama seperti ibunya. Penuh talenta. Namun ketika ia menyamakan Kaira dengan ibunya, Kaira selalu marah. Setelah 8 tahun lamanya, ia sudah kembali bangkit dari keterpurukan. Penyebab Kaira membenci Rossa karena masa sulit yang ia hadapi. Sekarang ia tidak tahu bagaimana cara membuat Kaira mengerti jika ia baik baik saja dan bahagia bersamanya.

Mereka makan malam bersama. Tidak ada suara keluar dari mulut keduanya. Suara sendok dan garpu meramaikan suasana. Hingga Ardian mulai angkat bicara.

"Ayah dapat pekerjaan baru." Kata Ardian langsung. Karakternya yang tidak bisa basa basi membuat Kaira dapat memahami ayahnya dengan mudah.

"Di mana?" Bukan pertama kalinya ayahnya berganti-ganti pekerjaan. Jika ayahnya sudah membicarakan pekerjaan baru, tanda bahwa kontrak kerjanya telah habis.

"Bandung."
Sendok Kaira terhenti sejenak. Kemudian ia melanjutkan menyendok nasi di piringnya.

"Selain itu?" Tanyanya tenang.
"Tidak ada. Ayah sudah tanda tangan kontrak." Jawab ayahnya.

Keira melonjak marah " Ada apa dengan Ayah?! Bukankah ayah berjanji akan bekerja di manapun kecuali Bandung?!"

"Projek besar. Kita juga dapat tempat tinggal." Jawab Ardian tenang tanpa terpancing amarah Kaira.

"Ayah tau alasanku. Arg.. batalkan kontraknya." Ketus Kaira sembari membereskan piringnya yang belum habis.

"Kaira." Suara Ardian meninggi. Mendengar itu artinya keputusan ayahnya tidak bisa di ganggu gugat.

"Terserah. Aku lebih baik tinggal di jalanan dari pada kembali ke sana." Kata Kaira sembari masuk ke dalam kamar.

Ardian tidak tahu harus berbuat apa. Kembali ke Bandung, tempat kelahirannya serta kota tempat di mana wanita itu tinggal. Bukan hanya Kaira, baginya pun rasanya berat. Ia hanya ingin membuat putrinya mengerti bahwa ia tidak apa-apa.

Sementara itu Kaira menahan tangisnya. Rasa sesak di dada membuatnya kesakitan. Ia mengemasi barang. Lebih baik ia mencari pekerjaan lain dan tinggal sendiri. Ayahnya yang keras kepala tidak akan mengubah pendirian sedikitpun.

Selesai berkemas, ia memastikan ayahnya sudah masuk kamar. Ketika mengendap-endap keluar ia mendengar suara Isak tangis. Langkahnya terhenti. Ayahnya menangis LAGI.

Kaira tahu bahwa ayahnya TIDAK BAIK BAIK SAJA. Perceraian tersebut pukulan berat bagi Ardian. Meski ia membenci kenyataan ayahnya masih mencintai mantan istrinya.

Bagaimana bisa ayahnya nekat kembali satu tanah dengan wanita itu? Kenapa ia harus berpura-pura bahwa ia baik baik saja?

Kaira pun berbalik ke kamarnya.

HurtWhere stories live. Discover now