Kepentok Cinta Mas Karyo 5

1K 15 0
                                    

Bagian 5

Jika cinta adalah sebuah mawar maka cintai juga durinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika cinta adalah sebuah mawar maka cintai juga durinya. Jika cinta adalah hujan maka cintai juga dinginnya. Karena cinta adalah sebuah fase untuk saling menyempurnakan. Karena cinta adalah sebuah jalan untuk saling mengerti.

Tidak akan pernah ada cinta yang hadir dalam kesempurnaan. Tidak akan pernah ada cinta yang hadir seputih kapas. Karena manusia memang tidak dilahirkan dengan hati yang sempurna. Justru, cinta yang baik adalah datang untuk menyempurnakannya.

Beberapa hari ini tubuh Pak Imran sering sakit. Kondisi itu membuatnya sulit bangun tidur. Maka, dia sering terlambat datang ke masjid. Pada hal, ia belum menemukan imam masjid sebagai pengganti dirinya. Ia selalu berdoa pada Allah SWT agar segera didatangkan pemuda yang mau menggantikan dirinnya.

Pagi ini doa itu telah terjawab. Tidak dinyana-nyana ada seorang pemuda fasih bacaan Al-Qur'annya. Bahkan dia adalah salah seorang santri dari Marham, sahabatnya dulu ketika di Universitas Madinah.

Pak Imran sampai di rumah. Istrinya sudah meninggal 20 tahun yang lalu. Saat itu Zahra Aini masih kecil. Belum pernah Zahra mengenal ibunya. Pak Imran lebih memilih membesarkan Zahra sendirian. Tidak terbersit keinginannya untuk menikah. Padahal banyak janda yang mau menikah denganya.

Zahra Aini sudah menyelesaikan pendidikanya di UNJ. Sudah waktunya menikah. Namun belum ada jodoh yang datang. Pak Imran merasa umurnya sudah tidak lama lagi. Harapanya, dapat melihat putrinya menikah. Kelak ada yang menjaga putrinya.

Pak Imran duduk diberanda rumah. Bentuk rumahnya sederhana. Bukan bangunan yang megah. Hanya rumah berukuran kecil. Tempat dia dulu merajut cinta bersama istrinya. Namun, Allah adalah pemilik cinta sejati. Istrinya, dipanggil duluan oleh-Nya.

Sewaktu muda, Pak Imran menuntut Ilmu di Universitas Madinah. Di sana ia bersahabat dengan Marham. Kini Kyai Marham memimpin pondok pesantren di Klaten. Pak Imran lebih memilih menjadi akademisi. Pernah dia menjadi dosen di sebuah kampus Negeri Ujung Ciputat. Pak Imran mengajar Mata Kulah Ulumul Qur'an.

"Uhukk...uhuk...." Pak Imran batuk-batuk. Sudah beberapa bulan ini paru-parunya merasa sesak.

"Abah, jangan duduk di luar, kan banyak debu.." Zahra menyahut dari dalam. Kemudian ke beranda depan menemui abahnya.

"Uhukk..uhukkk..uhuukk" Batuk Pak Imran semakin menjadi.

"Tuh kan Abah, dibilangin Zahra ngeyel sih..." Zahra mengelus dada abahnya. "Abah, minum ini air putihnya", Kemudian memberikan air putih hangat pada abahnya.

"Abah tidak apa-apa kok cah ayu" Pak Imran mengecap air putih yang diberikan oleh Zahra. Sejenak memandang wajah Zahra. "Abah jadi ingat umi...", Pak Imran memeluk Zahra.

"Abah, udah jangan ingat umi lagi. Umi kan sudah tenang di sana" Zahra tidak menginginkan abahnya mengingat almarhum uminya.

"Cepat nikah to cah ayu. Abah sudah ingin menimang cucu" Pak Imran mengelus kepala putri kesayangannya.

Kepentok Cinta Mas KaryoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang