Satu

6 2 6
                                    

Gue buru-buru. Gue udah telat 10 menit dan sekarang masih kejebak macet.
Oh crap.
Meeting seharusnya sudah dimulai sekarang.
Akhirnya gerak juga nih mobil depan. Astaga.
Matahari sudah pas di atas kepala, kepala gue pening dan panas. Gue berkali-kali menghembuskan napas keras menahan emosi gue.

Baru jalan sekitar 10 meter tiba-tiba mobil depan berhenti mendadak, membuat gue ikut menginjak rem sekuat tenaga. Alhasil mobil belakang gue nabrak mobil gue dan tentunya gue juga nggak bisa mengelak nabrak mobil sialan di depan gue ini.

Dengan emosi gue keluar dari mobil ternyata pemilik mobil di depan juga memutuskan keluar melihat keadaan bumper belakangnya. Usianya paling hanya lebih tua setahun dua tahun dari gue, gayanya khas eksmud berkemeja dan celana kain tak lupa sepatu bermuncung.
Ia melihatku sambil berkacak pinggang, wajahnya kentara sekali sedang marah.

"Lo buta? Udah tau lagi macet gini jaga jarak dong!" omelnya duluan.

Emosi gue semakin meletup-letup tak percaya lelaki ini menyalahkan gue.

"Heh! Lo tuh yg ngerem mendadak, justru karena sekarang lagi macet makanya semua orang pengen cepet" bentakku balik.

Gue lihat kendaraan lain mulai bergerak membuat orang-orang di belakang kami membunyikan klakson yg memuakkan telinga. Lelaki itu sama terganggunya dengan gue, dia kelihatan melirik cepat ke jam tangannya.

"Lo beruntung gue lagi buru-buru" katanya tajam sambil berjalan masuk ke mobil dan meninggalkan gue.

Sialan.
Mobil gue yg ketabrak depan belakang gara-gara si setan ini tapi tingkahnya seperti gue yg salah. Gue akhirnya masuk kembali ke mobil gue dan melanjutkan berkendara dengan emosi sepanjang menuju kantor.

Sesampainya di parkiran kantor, gue nggak sempat mengecek keadaan mobil gue karena gue udah telat banget. Tergopoh-gopoh gue masuk ke gedung membawa tas laptop yg lumayan berat. Dari luar, ruang meeting terdengar sepi dan ketika gue masuk ternyata meeting memang belum dimulai. Tetapi bukan berarti gue lolos dari tatapan kejam pak Bambang.

"saya nggak perlu bertanyakan berapa lama kamu telat? kamu juga masih ingatkan apa yg saya lakukan kalo kamu telat?" bisik pak Bambang pelan tapi menusuk.

Gue cuma mengangguk pelan sambil mengucapkan maaf. Lima menit menunggu akhirnya Pak Wijy masuk.

Sosok selanjutnya yg masuk membuat gue berkedip-kedip tak percaya. What a small world huh? Lelaki itu pun tampak sama kagetnya dengan gue tetapi kami berhasil kembali ke sikap awal.

"Dua hari lagi saya resmi bukan Manajer Pengembangan. Pengganti saya orang di sebelah saya ini, lulusan stanford namanya Orion Pieters" kata Pak Wijy sambil menepuk bahu lelaki disebelahnya.

Lelaki itu berdiri memperkenalkan dirinya sekali lagi kali ini lengkap dengan biodata lainnya. Gue mengunci rahang rapat dan menghembuskan napas keras berkali-kali setiap kali ia membanggakan almamaternya.

"Sandra" panggil Pak Wijy  agak keras.

Gue mengangkat wajah dan menjawab.

"Kamu keliatan nggak berminat sama sekali selama perkenalan Pak Orion"

Gue cuma tersenyum miring sebagai jawaban.
Gue lihat Orion menatap gue dengan pandangan merendahkan.

"Kami terlibat kecelakaan kecil pak tadi pagi" katanya membuat semua orang di ruang bergumam tak percaya.

Gue menatapnya tak percaya. Yang jelas sikapnya tadi pagi dengan di ruangan ini sangat berbeda dan gue menolak lupa dengan sikap kasarnya tadi pagi.

"Setelah rapat nanti bisa kita bicara sebentar? Untuk melanjutkan pembahasan tadi pagi?" ajaknya dengan sikap sok gentleman.

Gue hanya menatapnya datar. Setelah rapat dan yg lain meninggalkan ruangan tinggallah kami berdua. Gue masih di kursi gue menyilangkan tangan di depan dada sedangkan dia berdiri di depan kedua tangannya menopang pada meja.

Selama setengah menit ruangan tanpa suara dan kami saling melempar tatapan sedatar mungkin.

"Saya minta maaf, terlepas dari siapapun yg bersalah sebenarnya" katanya terdengar datar.

"Siapapun? Jadi anda masih menyalahkan saya padahal anda yg berhenti mendadak?!" gue langsung memotong keras.

"Anda juga belum sadar kesalahan anda yg tidak menjaga jarak? Saya disini sudah mengalah meminta maaf duluan tapi anda langsung marah-marah begini" katanya mulai tersulut.

"Nggak perlu sadar, saya memang nggak salah!" bentakku.

Urat-urat leher mulai bertimbulan dan kami saling melempar tatapan berang.

"Kedepannya kita akan banyak bekerja sama dalam tim, jadi masalah hari ini harus selesai saat ini juga kalau nggak kamu bisa minta pindahkan ke departemen lain" katanya dengan nada mengancam.

Gue menghela napas keras. Masih memberikan tatapan medusa.

"Supaya kamu puas, gimana kalau kita saling membayar pembetulan mobil? Kamu bayar saya, dan sebaliknya?" usulnya setelah menghela napas panjang.

----
22 Sep 2019.

Hate Gone Wrong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang