dan hening. Setelah kekalahanmu pada waktu.
Hanya parasmu dan debur ombak berbaur
pada aroma laut, mengantarkan angin musim ke sebuah pikiran asing tentang suatu siasat
mengalahkan rantau, keras kepala.
Kapal-kapal karam dan patah memintas detik,
memulas usia.
Aku pelaut yang mengenang liar samuderamu dalam kepudaran,
dan tak ada tempat berteduh bagi seorang pelaut yang putus harapan, katamu.
Apalagi yang dapat kutepati dari janji.
Ku tutupi luka, ku ketuk pintu,
seragam lusuh ini, daeng.
Di jantungku berlabuh seluruh dendam
dan benteng-benteng batu tempat ragamu ku pendam.
Jauh sebelum kita tahu kaidah melarikan diri,
telah ku kirim padamu rindu dalam seribu peluru
sebab tiada yang tahu aku pemburu, buta menafsir
jejak kakimu,
dan sepi.
Kau dermaga yang tak mungkin lagi ku singgahi.
(2018)