Terimakasih

232 12 0
                                    

Ketika berada di episode depresi, memang berkali-kali aku mencoba mengakhiri hidup. Namun itu semua di luar kontrol dan kendaliku. Pemikiran-pemikiran negatif tentang diriku itu entah datang dari mana. Rekaman suara-suara dan tayangan-tayangan masa lalu berkelebat silih berganti menyesaki otakku sehingga aku tak tahan lagi. Aku adalah makhluk tak berguna.
Ada atau tidak adanya aku di dunia ini, tak akan berpengaruh pada orang-orang di sekitarku.

Dan sebagai penderita Bipolar, rasa syukur yang paling besarku adalah : aku dipertemukan dengan lingkungan yang supportif, membantuku untuk sembuh dan lepas dari jerat otak, pikiran, dan perasaanku sendiri. Aku dipertemukan oleh Tuhan dan semesta, dengan seorang caregiver yang paling sabar sekitar dua tahun lebih yang lalu.
Si Doclo.
Begitu aku memanggilnya.
Dia adalah pacar yang paling sabar dengan sifat dan sikapku yang buruk.

Aku begitu bersyukur Tuhan mempertemukan kami. Namun di saat-saat tertentu, ketika episode manik datang, berkali-kali aku mencoba menyakiti hatinya dan meninggalkan dia sehingga aku bisa sendirian di duniaku yang kelam.
Ketika episode manik, otak dan pikiranku dikuasai oleh ambisi dan pola pikir yang cenderung ngeyel dan sok-sok-an.
"Hidupku masih panjang, dan aku ingin mandiri. Aku ingin sukses dengan usahaku sendiri, tanpa bantuan siapapun."
Berkali-kali pula ia menahanku untuk tak menyerah dan berpegang teguh pada apa yang kami rencanakan.
Dia tau betul aku tak bisa sendirian.
tapi ego dan ambisi dalam diriku terlalu jahat dan angkuh, aku tak dapat melihat itu.

Padahal ketika episode depresiku datang, ialah yang menjadi tempatku meluapkan kesedihan dan air mata. Ialah orang yang akan pertama kucari untuk kuberitahu bahwa betapa hari ini aku merasa hidupku gagal.

Tanpa berkata-katapun, sebenarnya kami sudah tahu apa yang ada di isi kepala kami masing-masing. Ia sudah begitu baik, tapi tanpa sadar aku mengecewakannya ketika aku dalam episode manik. Dan pada episode normal seperti ini biasanya aku akan merasa menyesal dan meminta maaf sedalam-dalamnya atas apa yang telah kulakukan di episode manik.

Meski begitu, ia dapat begitu sabar dan telaten menghadapi moodku yang berganti-ganti episode. Ia tetap begitu baik terhadapku, mendampingi hidupku ketika di saat-saat terpuruk, dan membantuku disaat susah.
Kalau aku ada di posisinya dan menghadapi orang seperti aku, aku tak akan bisa sekuat dan sesabar dia. Aku pergi saja tanpa melihat orang yang bipolar dan gila. Dan aku akan berkata disana "aku sudah lelah menghadapi orang sepertimu".

Terima kasih, caregiver docloku.
Tulisan ini kubuat ketika aku dalam episode normal, sehingga nanti ketika episode manik datang, aku bisa menyadarkan diriku sendiri, menampar wajahku sendiri agar aku bisa sadar bahwa aku tak dapat hidup tanpa kamu yang telah menyelamatkan hidup dan nyawaku, sehingga aku tak akan pernah mencoba untuk menyakiti hatimu dan diriku lagi.

Sinetron Banget!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang