1。( sebuah harmoni di memori )

2.8K 309 16
                                    

Baik Changbin maupun Felix pasti punya memori khusus yang selalu terputar di benak mereka secara tiba-tiba, seperti proyektor rusak.

Ada satu kejadian, Changbin suka sekali mengingat tanpa sebab. Pada saat itu mungkin sedang musim hujan, Felix basah kuyup begitu pula dengan Changbin. Mereka berlari di bawah serangan air, menuju mobil sedan hitam yang terparkir rapi di depan gedung universitas, suara tawa nyaring menjadi alunan sampingan rintik hujan.

"Cepat masuk, Fel." Berkata dengan sedikit bercanda, Changbin menahan tawa melihat rambut blonde Felix lurus menyatu dengan dahi. Berdua sama sekali tidak peduli dengan kursi mobil yang jadi basah. Yang penting sudah tidak terguyur lagi.

Beruntung sudah selesai kuliah. Jika tidak, Changbin tidak bisa membayangkan seberapa basah kemeja hitamnya dan sweater garis hitam putih milik Felix.

"Kak, capek." Tangan Felix gapai tangan kekar Changbin yang berada di setir, jemari bermain dengan gelang hitam polos. Bibir sedikit maju, merajuk. Sebenarnya Felix mau naruh kepala di bahu, kayak yang biasa dilakuin. Tapi dengan gitu Changbin bakal ngerasa terusik.

"Terus? Saya harus ngapain?"

"Ih! Kak Changbin jahat! Bukan pacar Felix lagi ah!"

"Ya udah kalau gitu."

"Ya udah sih, terserah!"

Changbin ketawa habis itu. Satu tangan genggam jemari kecil punya Felix. Ditaut baru dimain-mainkan, lalu dibawa ke bibir untuk dicium sebentar.

"Iya-iya maaf, Felix mau ke apartemen saya aja gak? Atau mau main ke McDonalds?"

Ada sedikit jeda yang diisi dengan alunan lagu Drive Safe yang diputar (Changbin suka 88rising, apalagi Rich Brian) sepertinya Felix masih memikirkan antara ditemani dengan hangat tubuh Changbin dan Moshi (seekor kucing, punya Changbin dari kecil) atau enak dingin McFlurry yang mengisi tenggorokannya serta asin bumbu kentang goreng khas McDonalds.

"Hngg, ke apartemen Kak Changbin aja deh. Kangen sama Moshi soalnya hehe."

Felix terlalu menggemaskan, Changbin usak rambut basah yang mulai mengering. Lalu anggukan jadi jawaban terakhir sebelum alunan lagu sepenuhnya memenuhi lingkup area keduanya.

Kali ini jalanan lenggang, tidak ada motor akibat langit yang mengamuk. Yang seharusnya perjalanan selama 10 lagu menjadi 5 lagu. Berarti sekitar 15 menit aja, dari yang biasanya 30 menit.

"Fel, udah sampe. Bangun dulu, hm? Nanti dilanjutin lagi tidurnya ya?" Changbin tepuk-tepuk pelan pipi pacarnya, tadi Felix memang tertidur. Terlalu kecapean.

Dan, Changbin sudah tau akhir dari ini bagaimana. Hasil akhir pastinya adalah menggendong Felix. Toh, Changbin juga tidak keberatanㅡapapun akan dilakukan demi Felix, katanya.

Membawa Felix dengan cara bridal style tentu mengundang perhatian orang lain. Jae (tetangga sebelah, seorang ahli astronomi) bahkan sampai bertanya,

"Bin, lu ngapain anak orang?"

Karena bagaimana pun kelihatannya seperti Felix jatuh sakit atau habis disakitin oleh Changbin. Bibir pucat dengan tubuh lemas jadi bukti palsu.

"Gak gua apa-apain, bang." Ketawa sedikit. Lalu menunduk sebagai tanda ingin pergi. Changbin gak ada kesusahan sama sekali ngebawa Felix ke lantai 5, pacarnya itu kurus kering. Benar-benar ringan.

Saat masuk ke dalam apartemen, Changbin bisa rasa Felix mulai bergerak risih di gendongannya. Oh, udah bangun berarti. Dengan gitu, Felix diletakkan di sofa sama Changbin karena serius sebenarnya Felix gak suka di gendong.

Katanya nyusahin Changbin. Padahal enggak sama sekali.

Sambil nungguin si pacar bangun dengan sendirinya, Changbin mutusin untuk buat makanan di dapur. Yang ringan-ringan aja,kayak kentang goreng, siomay, segala macam gorengan yang Felix sering minta belikan kalau lagi sibuk atau mager.

Di pertengahan rebus siomay, ada beban yang nimpuk lengan kanannya. Nengok, lihat Felix dengan mata sedikit terbuka yang berusaha ngegapai jemarinya untuk ditaut, lucu.

"Kalau masih ngantuk, tidur dulu sana, Fel." Ngusap rambut yang lebih kecil. Changbin ngarahin tangan kanannya ke pinggang Felix, megangin biar gak jatuh. Felix malahan memeluk leher Changbin dan nyelusupin kepala ke leher, merengek minta untuk disitu aja.

Changbin geleng kepala lihatnya. Felix sedang manja sekarang. Gemas.

"Hey, saya masih masak. Udah sana, Fel. Nanti kepalamu pegal,"

"Gak mau. Mau disini aja sama kakak."

Astaga. Mau gimana lagi? Changbin gak bisa bilang enggak sama Felix, jadi yaudah. Changbin masak sambil megangin Felix, gausah ditanya seberapa ribetnya.

Apalagi Felix sama sekali gak mau Changbin gerak. Coba bayangin, tangan kanan terkunci, gak bisa gerak, leher dipeluk, gimana Changbin bisa masak dengan benar?

"Fel. Ke sofa ya? Ini udah selesai masaknya, janji langsung nyusul."

Pada awalnya, Felix gak bergeming. Masih berpegang teguh dengan apa yang dilakukan sekarang. Sampe akhirnya Changbin manggil Felix, dengan suara yang agak tegas tapi gak marah. Cuma kayak,

"Felix. Ke sofa sana."

Dengan gitu Felix tau perintah Changbin harus diikutin. Pun yang lebih muda melenggang pergi, Changbin bawa dua piring berisi beraneka ragam snack yang dimasak tadi. Langsung ke sofa, menepati janji yang dibuat tadi sama Felix. Karena Changbin memang tipe laki-laki yang gak suka batalin janji, menurutnya janji ya janji, gak ada alasan lagi.

Baru aja Changbin duduk, Felix langsung loncat ke pangkuan yang lebih tua. Posisi ngebelakangin Changbin, Felix paling suka begini. Karena Felix bisa rasain degup jantung Changbin, bisa rasain hangat tubuh Changbin.

Nyaman. Nyaman sekali, malahan. Tangan kekar Changbin yang meluk pinggangnya, tubuhnya kayak tenggelam dan diselimutin sama badan Changbin. Felix ngerasa dilindungi.

"Tidur lagi kalau masih ngantuk, Fel. Makannya nanti aja, kan bisa." Tangan Felix yang semula berusaha gapai piring yang berada di meja berhenti dan dipegang oleh Changbin, tau bahwa Felix masih mengantuk.

Dan akhirnya Felix mengalah, menyamankan posisinya lalu memejamkan mata. Melihat Felix yang tertidur, Changbin tiba-tiba memiliki keinginan untuk tidur. Menyelusupkan kepala ke leher Felix, hirup aroma parfum sebelum akhirnya menutup mata juga.

Tanpa disadari, Moshi yang baru keluar dari kamar, mengeong kecil kearah Changbin dan Felix meminta perhatian. Yang hanya di balas dengan tangan Changbin naik keatas mensignalkan untuk tidur di sebelahnya.

Mereka berdua (bertiga, dengan kucing) tertidur hingga hujan yang semula mengamuk berhenti berubah menjadi panas yang mengeringkan.

Dan mungkin, kejadian sesederhana itu bisa buat Changbin ketawa sendiri kalau mengingat. Banyak, banyak sekali kejadian hidup bersama Felix yang selalu terulang di benakㅡseakan-akan memang tidak ada lagi yang bisa diingat selain kenangan bahagia dengan Felix.

Menjadi sebuah fakta bahwa Changbin terlalu cinta dengan Felix. Tanpa benar-benar memikirkan apa yang akan terjadi, Changbin kasih Felix seluruh semestanya.

Dan, Felix?

Changbin bahkan tidak tau, atau memang tidak ada dari awal?

Aftermath / Changbin, FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang