zee~orang gila
sore?... Entah... Zee tidak bisa mengingat waktu... Bahkan Zee tak ingat kapan terakhir makan... Tapi perut Zee lapar... Itu yang Zee tau... Dan ketika perut Zee lapar... Hanya 1 tempat yang Zee tau... Tempat bau di ujung jalan sana yang penuh dengan makanan... Hanya untuk Zee... Tidak... Zee tidak bisa kesana... Zee takut... Orang-orang kampung jahat...mereka memukuli Zee... Zee benci orang-orang kampung... Tapi Zee lapar... Zee harus makan...
Amis... Zee mencium bau amis... pasti bukan makanan... pasti...
Mayat... tidak mungkin... Zee malihat mayat... busuk... menjijikkan... nafsu makan Zee hilang... lari... zee harus lari... tapi bahkan Zee lupa cara berjalan... Zee hanya bisa berguling... menggeliat... Zee mendengar suara kepakan... Burung hantu... Zee tidak suka burung hantu... Zee tidak suka tatapan matanya... Zee berguling lagi... namun Zee terperosok... jatuh... apakah Zee juga akan mati ?...
***
Tylba
Wuuuuu ... seandainya matera yang kutulis berhasil, pastinya aku sudah bisa menciptakan bom yang lebih dahsyat dari nuklir. Gagal. Gagal. GAGAL! Eh, orang gila itu terperosok. Wuuuuu.... Biarkan saja ah, aku tak peduli. Niatku kan hanya terbang keliling desa mencari inspirasi.
AH! Itu dia..., datang juga akhirnya. Mana perkamen? Mana pena buluku? Ah iya, aku masih terbang. Sebaiknya aku cepat kembali sebelum ide ini menguap dari kepala. Wuuuuuuuu....
***
<Acacia_Leaf, Penyihir Berkepribadian ganda>
Acacia tengah menelusuri desa Watthem yang baru ditinggalinya selama beberapa hari ini. Acacia berkelana demi mencari tahu tentang desa ini.
Acacia memicingkan mata pada sosok burung hantu yang terbang di atas langit, gadis itu melambaikan tangannya pada Tylba, sang burung hantu. Namun tampaknya dia tak melihat lambaian tangan Acacia.
Saat sedang menelusuri lereng, Acacia mendengar suara keras dari arah lereng. Dan gadis itu hampir terkejut melihat sosok orang yang dilihatnya pertama kali di desa Watthem ini dalam keadaan mengenaskan.
***
Tampaknya Zee, si orang gila menemukan seongok mayat. Desa Watthem seketlka menjadi heboh. Mayat tersebut tampak dalam keadaan terpotong-potong dan tercabik-cabik. Darah mengenangi tubuh mayat yang tak berbusana itu. Wajahnya pun sudah tidak mudah dikenali lagi. Namun tak ada satu warga pun yang mengenali mayat tersebut baik dari ciri-ciri fisiknya, ataupun--tentu saja--wajahnya yang sudah rusak.
Malam itu para warga berdiskusi, kejadian ini begitu meresahkan. Sekalipun mereka tidak tahu mayat siapa itu. Tylba, si penjaga pintu gerbang dunia lain menceritakan apa yang ia ketahui mengenai Psikopat.
Warga menjadi terkejut, warga menjadi panik karena di antara mereka hiduplah seorang Psikopat yang mungkin saja telah membunuh siapapun mayat misterius yang tadi mereka temukan. Situasi kacau membuat para warga saling menuding, mereka ingin selamat, namun mereka dikuasai ketakutan.
Pada akhirnya warga menuding Xarks, mantan sersan sebagai tersangka. Xarks melawan sebelum para warga berlomba-lomba menangkapnya. "Saya manusia biasa! Saya awam! Dengarkan saya!"
Namun tak ada yang mendengarkan pembelaan dirinya. Xarks terpaksa melarikan diri dari kejaran warga yang hendak menangkapnya.
Di tempat lain, Detektif yang telah salah tebak sejak dua hari lalu membenamkan diri dalam rokok dan alkohol. Kepalanya begitu pusing memikirkan siapa Psikopat yang bersembunyi di Desa Watthem ini. Setelah menimbang-nimbang, ia mencurigai Acacia_Leaf, sang penyihir berkepribadian ganda dan mulai bergegas untuk membuntutinya.
Sementara akhirnya warga berhasil menangkap Xarks, Detektif yang telah melakukan interogasi akhirnya menyadari bahwa Acacia_Leaf tidak lain adalah Hansip yang kemarin melindungi Tylba. Menyadari kesalahannya sekali lagi, Detektif pun bagai tercelik matanya berdesis, ... "Jangan-jangan..."
Sengan cepat Detektif bergegas menuju hotel tempat seorang musafir yang menginap di Desa Watthem.
"Dimana dia menginap! Di kamar mana?" Desaknya pada pemilik penginapan.
"Di-di lantai 2, kamar nomer 14." jawab si pemilik penginapan tanpa berani bertanya apa yang sedang terjadi.
Dengan cepat Detektif mempersiapkan pistolnya dan mendobrak pintu kamar nomer 14. Pintu itu jebol dan terbuka lebar. Di dalamnya, ia melihat Mustaq sang musafir tergeletak tak bernyawa di atas kasurnya.
Detektif akhirnya dapat mengedipkan mata sambil mengembuskan nafas lega. Ia kenal sosok yang berbaring di atas kasur penginapan itu, itulah sang Psikopat.
***
ENDING
"Makanya lain kali dengarkan dulu kata orang sebelum asal tuduh!" gerutu Xarks yang masih kesal karena sempat mendekam di penjara semalaman.
"Maafkan kami, situasi sedang genting, sudah ada yang tewas mengenaskan." ujar Tylba.
"Lalu, bagaimana, apakah sudah ditemukan Psikopat yang sesungguhnya? Mayat siapa itu?" tanya Xarks dengan penasaran.
Saat itu juga, Acacia_Leaf, sang penyihir berkepribadian ganda muncul bersama seorang detektif. "Mari biarkan Tuan Detektif yang menjelaskan kisah ini."
Tuan Detektif berdehem kemudian dengan senyum ramah ia mulai bercerita, "begini. Mustaq, seorang musafir yang tidak diperhatikan siapapun, rupanya adalah Psikopat yang selama ini kuburu. Ia melarikan diri dari ibukota Negara Wattpad Indonesia setelah terlibat baku tembak denganku. Rupanya dia terluka akibat peluruku. Jadi ketika dia sampai di sini, dia hanya dapat meregang nyawa dan meninggal kehabisan darah."
"Aneh, kenapa dia tidak ke klinik desa ini saja?"
"Entahlah, mungkin dia lebih suka sendirian. Mustaq dulu adalah seorang dokter bedah, ia membunuh pasien bedahnya yang wajahnya tidak ia sukai. Mayat yang kalian temukan itu sebenarnya adalah korban terakhirnya, aku sengaja memasangnya di Desa ini untuk dapat mengenalinya di antara kerumunan. Tapi ternyata aku lagi-lagi salah tebak. Untung aku berhasil menemukannya juga dan mengakhiri keributan ini." Jelas Detektif itu.
"Jadi, Desa Watthem ini sekarang sudah aman?" tanya Xarks.
"Sudah. Tapi jangan lengah. Apapun bisa terjadi." pesan Detektif itu sebelum ia pamit meninggalkan mereka.
Xarks menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ada-ada saja. Membuat teror sampai kehebohan, tapi ternyata malah orangnya sudah mati sendiri."
"Ngomong-ngomong ... bukankah Detektif itu adalah ..." Tylba menoleh pada Acacia_Leaf untuk mendengarkan pendapatnya.
"Kurasa dia memang Zee, si orang gila yang sering dibuli warga itu. Ia menyamar dengan baik." Acacia_Leaf menganggukkan kepalanya.
THE END