Day 11

203 5 3
                                    

--Munafik yang Pandai Berbicara--
By: Dheadara

***

“Kau tau alasan aku begini?”

“…”

Dia yang kuanggap melebihi saudaraku sendiri hanya diam menunduk sambil memainkan jemarinya. Mungkin takut. Namun aku tidak peduli, karena aku sedang marah!

“Aku cemburu! Yaa, aku cemburu!”

Ulangku sedikit membentak, sengaja agar dia menatapku.
Namun tak ada reaksi, dia tetap diam ditempat tak berubah posisi sedikitpun.

“Karena kau tak mengatakan sejak awal, jika kau juga mencintainya.”

Kejujuran adalah lebih baik, sekalipun itu menyakitkan. Lebih baik jujur diawal daripada harus berbohong namun merugikan semua pihak. Maka belajar lah untuk jujur sebelum terlambat. Berbicara sesuai fakta dan kata hatimu, agar kita tidak dicap sebagai seorang munafik yang pandai berbicara.

Dia sedikit mengarahkan dagunya ke atas menatapku sekilas namun kembali menunduk.

“Jika kau mengatakan sejak awal, mungkin tidak akan begini jadinya. Aku sudah tidak marah. Tapi aku kecewa.” Aku terus merancau.

“Maaf” Akhirnya dia mengatakannya.

“Aku sudah memaafkanmu. Tenang saja. Tapi maaf aku terlanjur kecewa. Jadi jangan harap sikapku bisa sebaik dulu padamu!” Aku kecewa

“Ah yaaa, dan aku tidak akan melepaskannya sekalipun cintamu lebih besar untuknya!” Lanjutku menegaskan.

“Cinta sejati”
Aku membatalkan langkahku setelah mendengar samar-samar kalimat dari mulutnya.

“Apa katamu?” Aku penasaran

“Tidak usah takut kekasihmu akan ku ambil, karna kaulah cinta sejatinya. Dia akan selalu bersamamu sampai maut memisahkan kalian. Sekalipun dia juga tau ada yang mencintainya lebih. Namun dia tidak akan pergi dari cinta sejatinya, yaitu kau.” Dia mengakhiri kalimatnya dengan tersenyum, kemudian pergi meninggalkanku yang masih berdiri dengan kebingungan ini.

***

Ditulis, 11 September 2019
Dipublish, 30 September 2019

Ig: @dheadara__

***

September CeriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang