Namanya Siapa?

25 3 4
                                    

"Katanya, pertemuan dan perpisahan itu adalah sebuah keharusan. Kita ga bisa memilih salah satu dan mengabaikan yang lainnya."

ㅡKamelia Azizah

***


"Ya ampun Ayah, cuman dari Bandung ke Madiun doang. Lagian kan Lia udah sering pergi ke Madiun." katanya cemberut.

"Sering kan sama ayah dan ibu, berangkat bareng-bareng. Ayah khawatir kalo kamu sendirian."

"Ayah, harusnya bersyukur dong anaknya udah gede dan berani pergi sendirian. Eh ini malah ditahan-tahan." ibunya buka suara.

"Emangnya Ibu ga khawatir apa anak gadisnya pergi sendirian? Jarak Bandung ke Madiun itu lumayan jauh lho Bu."

"Selauuu Yah, kan masih sepulau." Lia nyengir. "Lagian Ayah kan udah tau sekarang kereta api udah aman, ga kayak waktu dulu-dulu. Jadi percaya deh sama aku, aku bisa jaga diri!" tambahnya.

"Tah, lagian kan nanti Lia dijemput sama tantenya di stasiun. Aman lah, Yah."

"Yaudah, tapi jangan lupa terus kasih kabar sama orang di rumah. Mau itu yang di Bandung, atau yang di Madiun. Dan ingat pulang loh ya! Jangan lebih dari dua minggu, sebentar lagi kamu masuk kuliah." ayahnya berbicara.

"Asiik."

***

Perempuan itu mulai naik ke atas kereta dan segera mencari tempat duduknya. Sekali lagi ia melihat tiketnya, kursi 5D di gerbong 4.

Hari ini adalah hari pertama Liaㅡbegitu ia sering dipanggilㅡ melakukan perjalanan yang cukup jauh sendirian. Ia akan pergi ke Madiun untuk mengunjungi neneknya, sembari menunggu perkuliahan yang masih lama masuk, ia berencana untuk berlibur selama dua pekan di sana.

18.10 WIB kereta yang memulai perjalanannya dari Kiaracondong mulai melaju. Membawa pergi mereka yang ingin meninggalkan pilu, atau mungkin mereka yang akan melunasi rindu.

"Napasii bawaannya ngantuk terus, dari tadi padahal dah tidur." katanya sambil membuka botol minuman.

Sesekali ia membuka ponsel, membalasi satu persatu chat yang datang.

"Mbak, permisi," kata seorang lelaki yang baru datang. Ia merapikan barang-barangnya lalu bersiap untuk mengambil tempat duduk yang diisi Lia.

"Oh iya mas, silakan." Lia menggeser dirinya untuk pindah ke kursi yang seharusnya.

"Mbak mau ke mana?" tanyanya ramah.

"Mau ke Madiun, mas. Masnya mau ke mana?"

"Oh gitu, saya mau ke Blitar. " katanya tersenyum.

"Masnya asli Blitar?"

"Iya, saya asli Blitar. Ini baru balik dari Ciamis, kemarin ada kerjaan di sana."

Karena perjalanan masih panjang, Lia memilih buat tidur lagi.


***

Setengah perjalanan sudah Lia lewati dengan tidur. Tapi dia masih aja mengantuk.

Emang ya, pelor alias nempel molor itu Lia banget.

"Mbak, mending tukeran tempat aja. Biar enak tidurnya senderan ke jendela." laki-laki di sebelah Lia buka suara.

"Eh???" katanya setengah sadar.

"Gapapa mbak, ayo tukeran. Kalo di pinggir situ takutnya nanti malah jatoh." dia berkata sambil beranjak.

"Makasih mas." Lia tersenyum.

Setelah tukeran tempat duduk, Lia bukannya ngantuk malah jadi seger. Akhirnya dia milih buat ke restorasi.


***

"Loh, di sini ternyata."

"Eh... mas"

"Mau tanya, mbaknya asli dari mana?" ia bertanya sambil mengambil tempat duduk.

"Dari Bandung, mas."

"Katanya orang Jawa sama Sunda itu ga boleh menikah ya? Bener ga sih?" tanyanya penasaran.

"Itumah balik lagi ke tiap orangnya mas kalo menurut aku. Ibu sama bapakku juga Sunda dan Jawa, tapi pernikahannya aman tuh. Alhamdulillaah" jawab Lia santai.

"Ohahaha iya juga ya,"

Akhirnya mereka pesen makan dan ngobrol ini-itu.

"Yaudah mas mau balik kapan? Saya dah mau balik ke kursi nih" Lia bertanya.

"Oh iya ayo, bareng aja mbak."

Setelah itu mereka kembali ke tempat duduk dan terlelap.

***

"Penumpang yang kami hormati. Sesaat lagi Kereta Kahuripan, akan berhenti di Stasiun Madiun. Bagi penumpang yang akan berhenti di Stasiun Madiun, mohon periksa kembali barang bawaan Anda. Jangan sampai ada yang tertinggal atau tertukar. Terima kasih karena telah menggunakan layanan PT. Kereta Api Indonesia. Sampai bertemu di perjalanan berikutnya." suara terdengar dari speaker kereta.

Lia mulai membereskan barang bawaannya dan menghubungi kerabatnya.

"Halo tante, ini Lia udah mau nyampe stasiun."

Saat Lia sedang menelepon kerabatnya, laki-laki yang berada di sebelahnya itu memperhatikan sambil memegang ponselnya.

"Oh Tante udah di staisun? Iya Lia sebentar lagi nyampe. Iya.. siap Tan."

Akhirnya kereta berhenti pada pukul 05.26 di Staisun Madiun.

"Eh mas, duluan yaa. Marii." kata Lia pamit terburu-buru.

"Oh iya, mbaak..." belum sempat ia selesai bicara, tau-tau Lia dah pergi begitu aja. Saking ga enak sama tantenya yang udah nunggu di stasiun. Jadi dia buru-buru.

".. Mbak, padahal saya belum minta nomornya." katanya pasrah.

***

"Tanteee." Lia berlari menghampiri tantenya.

"Eh..eh.. eh hati-hati nak," jawabnya sambil memeluk Lia.

"Apa kabar Tan? Ini Tante sendirian?" tanyanya sambil berjalan.

"Iya nih, om ga bisa ikut karena tadi baru banget pulang. Jadi dia nunggu di rumah."

"Oh gitu."

Mereka pergi ke arah parkiran untuk mengambil motor.

Tapi, tiba-tiba Lia kepikiran sesuatu.

"Eh?? Mas yang tadi siapa namanya??"

Kahuripan 182Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang