Kegiatan Rutin
Tari sudah bersiap akan berangkat, tapi Inah masih belum menampakan batang hidungnya.
"Uh ngeselin banget tuh anak. Dihubungi juga 'out of area' terus." Tari menggerutu.
Perlahan dia mendekati Anton yang tampak masih lelap tidurnya.
Baru saja tangannya hendak menyentuh bahu suaminya, terdengar salam seseorang. Segera ditarik tangannya dan keluar kamar.
Di pintu ruang tamu Inah memberi salam dan mengucapkan permohonan maaf karena terlambat datang.
"Maaf bu, tadi saya ke warung dulu membelikan emak obat pusing. Gawai juga sampai lupa saya bawa bu." kata Inah sambil menunduk.
"Ya sudah. Itu Tara sudah mandi. Kamu temani dulu dia nonton sambil tawarkan dia mau sarapan nasi atau tidak. Nanti kalau bapak bangun, kamu siapkan piring makan untuk bapak ya, nasi dan lauknya sudah ada di meja."
"Ya Bu." Inah segera menyingkir dari hadapan Tari menuju ke tempat Tara yang asyik menonton televisi.
Tari mendekati Tara yang asyik makan roti sambil matanya terus ke layar televisi.
"Anak pintar, mama kerja dulu ya. Jangan nakal ya." Lalu diciumnya pipi montok anaknya.
"Ayo Tara, Kiss bye mama." kata Inah sambil mengangkat tangan Tara dan melakukan gerakan kecup jauh.
Tari segera menghidupkan sedan civic wondernya. Mobil bekas itu dibeli dari uang bonus akhir tahun dan tip dari teman-teman tour guide di kantornya.
Ini hari Jumat, jalanan lengang dan Tari bisa menyetir sambil melirik gawai sesekali.
Ada beberapa pesan masuk dan salah satunya dari Pak Hendra, atasannya.
"Saya harus menemui teman papa nanti siang. Kamu cek lagi proposal pengajuan tambahan modal itu. Pastikan semua sudah sesuai dengan yang dibutuhkan." isi pesan pak Hendra.
Tara segera melajukan mobilnya lebih kencang. Saat jalanan sepi seperti ini, laju sedan tuanya tetap saja tidak sekencang keluaran baru, tapi cukup mempersingkat jam perjalanan.
Hari ini dia harus memeriksanya lagi apakah dokumen itu sudah lengkap dan ditandatangani, karena kemarin ada file yang dipinjam pak Hendra untuk dipelajari tentang usaha tirtanya yang baru.
Dia juga harus mengosongkan agenda pertemuan pak Hendra dengan kolega yang lain.
Rekanan bisnis orang tua pak Hendra pastilah prioritas utama untuk hari ini.
Tari membalas pesan bosnya. "Ya Pak, saya sedang meluncur ke kantor."
Sesampai di kantor, Tari meminta tolong satpam kantor untuk memarkir kendaraannya. Bergegas dia menuju ruangan kerjanya dan membuka filling cabinet. Ditariknya map biru yang bertuliskan Proposal Usaha Tirta PT. Aneka Wijaya.
Satu persatu dikeluarkannya berkas yang disertakan pada proposal itu. Ah ternyata sudah lengkap dan tinggal dibawa saja oleh Pak Hendra.
Kemudian, membuka agenda kerja hari ini. Tertulis rapi, jadwal pertemuan pak Hendra dari pukul 10.00 sampai pukul 20.00.
Perkiraan Tari, acara penting itu pasti sambil makan siang, dan tidak biasanya pak Hendra tidak menghubungi Tari untuk 'booked reservation'. Dia ingin menghubungi pak Hendra menanyakan hal itu, tapi diurungkannya kembali. Mungkin pihak pemodal yang mengundangnya, karena masih kenalan keluarga pak Hendra.
Selagi Tara asik menimbang-nimbang tadi, office boy meletakkan segelas air panas untuknya. Dia sama sekali tidak mendengar saat Yayan si OB mengucapkan permisi saat masuk dan keluar ruangan. Setelah itu barulah ia sadar, di mejanya sudah tersedia minuman yang selalu ada setiap pagi, air putih panas. Ia segera menaburkan bubuk teh hitam memenuhi mulut gelasnya. Sudah hampir setahun belakangan ini dia mengkonsumsi minuman tersebut.
Tak berapa lama, telpon di ruangannya berdering. Ternyata pak Hendra sudah ada di ruangannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sibak Selubung Sekat
General FictionTerjerat cinta dengan atasan setelah dua tahun bekerja, membuat Wulan Diantari -yang kerap dipanggil Tari- harus bersandiwara di depan suami dan keluarga besarnya. Hubungan terlarang itu semakin dalam dilakoninya, hingga satu kejadian yang membuat T...