Keluarga

390 18 1
                                    

Alarm gawai Tari berdering keras. Tangannya berusaha meraih gawai yang terletak di meja rias di sisi tempat tidurnya. Masih dalam keadaan mengantuk ia melihat angka digital, pukul 04.30.

Tari masih malas untuk segera turun dari tempat tidur. Ia menoleh ke samping, kosong. Tak ada Mas Anton di sisinya. Lalu dengan gontai dia turun dan berjalan ke arah kamar mandi. 

Rumah kecilnya tidak ada kamar mandi di dalam kamar tidur. Tari harus keluar kamar untuk ke kamar mandi yang terletak di sebelah dapur.

Ternyata di ruang tengah, tampak suaminya masih menghadapi berkas kerja.

"Lho sudah bangun duluan Mas," kata Tari sambil melepas ikatan rambutnya dan merapikan dengan jarinya.

"Enggak.  Aku bahkan belum tidur sama sekali. Berkas ini harus siap nanti siang, dan ada di meja Pak Hari, Chief Engineering Hotel Horison."

"Kenapa sampai lembur begini, kan bisa diselesaikan nanti di kantor." tanya Tari masih sambil berdiri dan menangkupkan kedua tangannya.

"Ini penawaran tender susulan karena yang proposal pertama tidak masuk kategori untuk pengecekan perawatan water boiler mereka. Tapi sudah selesai kok, aku mau tidur dulu sekarang."  Anton beranjak dari kursi dan menuju ke kamar.

"Ini sudah hampir Subuh, Mas. Sholatlah dulu baru tidur." Tari mengingatkan suaminya, tapi tidak digubrisnya. 

Tari segera ke kamar mandi dan bersiap untuk sholat Subuh. Ia mengikuti agama yang dianut suaminya sejak mereka  menikah. Namun ia merasakan, suami kurang membimbingnya untuk mempelajari dan menjalankan agama barunya dengan baik. Lokasi rumahnya pun jauh dari masjid. hingga Tari hanya belajar dari buku dan situs di internet. 

Selesai sembahyang, Tari segera ke dapur. Setiap pagi dia harus mempersiapkan makanan untuk suami dan putra semata wayangnya yang baru berusia dua tahun, Antara Waluyo.

Hari ini dia buatkan sup ayam dengan sayuran, wortel, dan kentang. Ada pula perkedel kentang serta gadon ayam. 

Makanan ini harus siap sebelum dia berangkat kerja. Sebentar lagi Inah datang untuk mengasuh Tara. Bisa saja dia meminta Inah untuk memasak, tapi dia tidak yakin Tara akan menyukai masakan Inah, begitu juga Anton suaminya. 

Sembari memasak, dia membuka pesan yang masuk kegawainya. 

"Ah siapa pula yang mau kirim pesan sepagi ini. Pasti mereka masih melingkar di bawah selimut." Tari senyum-senyum sendiri. 

Jarum jam menunjukkan pukul 07.15. Masakan sudah selesai dan di taruh di meja makan dengan tudung saji di atasnya.

Tari beralih ke tumpukan baju kotor di keranjang. Dipilahnya sesuai warna dan jenisnya. Akan lebih memudahkan untuk masuk ke mesin cuci. Bila pekerjaan belum selesai, Inah akan melanjutkannya hingga menjemur dan setrika.

"Mamaa, maaa dimana." suara rengekan Tara memanggilnya. Tari segera menyudahi pekerjaan dan mendekati Tara.

"Ya pintar, anak mama yang ganteng sudah bangun. Ayo sini peluk mama dulu."

Diciumnya kedua pipi Tara yang montok dan membalas pelukan anaknya. 

"Tara pintar, ayo kita ke kamar mandi, tur dulu ya." Tari menggendong anaknya ke kamar mandi untuk toilet training. 

Masih dengan mata mengantuk Tara mau saja digendong mamanya. Terkena tetesan air yang sejuk, membuat Tara minta untuk mandi sekaligus.

Sembari memberi Tara pakaian, dia melirik ke arah jarum jam, sudah pukul 08.00. Waktunya untuk bersiap ke kantor, karena jarak kantor yang cukup jauh dari rumah. 

"Tapi kenapa Inah belum datang juga. Apakah Mas Anton kubangunkan saja ya." Tari membatin sendiri.

Selama bersiap untuk ke kantor, Tara disuruhnya untuk minum susu dan makan roti yang sudah disiapkannya.

"Tara duduk di sini ya, sambil nonton TV. Itu kartun kesukaan Tara kan. Sebentar lagi sama Mbak Inah ya, mama mau berangkat kerja dulu."

Sibak Selubung SekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang