Mahasiswa Seutuhnya

136 16 3
                                    

We are the champions,
my friends
And we'll keep on fighting
'til the end

(Queen)

Akhirnya saya dan teman teman bisa menjadi mahasiswa seutuhnya, bukan kacung kampret seperti julukan yang ditujukan pada kami, selama masa perpeloncoan. Maka setelah ini tidak ada lagi perbedaan perlakuan dan tugas - tugas yang absurd. Setelah ini Sabtu dan Minggu bisa saya nikmati sebagaimana biasa, bersantai, tidak perlu tergopoh gopoh menyiapkan tugas, bangun pagi dengan rambut dikuncir 5 lengkap dengan pita warna warni. Semua teman laki - laki sudah boleh menumbuhkan rambutnya yang terpaksa harus dicukur habis. Ya, masa - masa itu sudah usai semenjak kami disahkan sebagai mahasiswa di perkemahan fakultas di daerah pegunungan beberapa minggu setelah ujian akhir semester selesai. Malam itu adalah malam yang membahagiakan sekaligus melegakan, karena tidak ada lagi batas antara kami si kacung kampret dan kakak senior yang memegang kebenaran absolut selama masa perpeloncoan. Semua mahasiswa, mahasiswa baru ditambah dengan senior yang bertugas sebagai panitia dan bintang tamu dari angkatan berapapun yang bersedia hadir ke sana, berkumpul mengelilingi api unggun, saling berbaur dan duduk bersebelahan tanpa rasa takut atau sungkan. Kami adalah satu dan semua adalah saudara se-almamater. Tidak hanya api unggun, ada bakaran jagung dan entah apalagi diedarkan ke semua yang duduk melingkar. Tapi banyak mahasiswa baru yang kemudian pamit untuk tidur karena kelelahan setelah seharian melakukan kegiatan di hari terakhir.

Kalau saya ingat lagi, perkemahan fakultas itu sebenarnya lebih mengerikan dari semua rangkaian perpeloncoan, rasanya selama 2 hari, tidak ada satupun senior yang berbaik hati, kecuali seksi kesehatan. Mereka dengan seksama mengamati kami dan berjaga - jaga dengan kekhawatiran akan terjadi sesuatu pada kami. Syukurlah semua berjalan dengan baik dan kami semua pulang dalam keadaan sehat wal afiat.

🌸💮🌸

Ujian Akhir Semester selesai, pengakuan sebagai bagian dari mahasiswa sudah didapat, maka mahasiswa baru seperti saya sudah boleh berjalan dengan kepala tegak dan ikut duduk di bangku bangku dekat ruangan himpunan dan senat.

Masa perkuliahan semester 1 kemarin berjalan seperti biasa, tidak ada yang istimewa, mata kuliah yang diajarkan masih ilmu ilmu dasar, tidak terlalu berbeda jauh dengan masa SMA, hanya saja sekarang kami tidak harus masuk setiap hari dengan jadwal yang sama. Saya menikmati masa awal perkuliahan, karena ada kebebasan dalam berpakaian tentu saja, dan karena kaos oblong tidak dilarang untuk dipakai saat perkuliahan.

Saya masih belum banyak mengenal teman teman disini, saya hanya dekat dengan kedua teman perempuan saya dan dengan Ridho, laki laki yang menyapa saya saat upacara penerimaan mahasiswa baru. Namanya Ridho Bawono, saya baru jelas mengetahui namanya setelah sekali lagi bertanya sambil agak malu mengakui bahwa saya tidak terlalu memperhatikan apa yang dia ucapkan saat bertemu di upacara pembukaan dahulu.

Saya dekat dengan Ridho karena pernah tanpa sengaja kami berbarengan ke kantor pos di kantin besar yang letaknya agak jauh dari ruang kuliah jurusan kami. Dari percakapan selama menuju kantor pos itulah saya merasa kalau kami bisa berteman dengan akrab.
"Kamu mau ke Kantor Pos?"
"Iya"
"Kita sama sama ya?"
Saya cuma mengangguk dan sama sekali tudak keberatan ditemani.
"Kirim surat buat siapa?"
"Ibu," jawab saya pendek.
"Kamu?" saya balik bertanya.
Ridho tersenyum aneh, sambil kemudian berkata, "cewekku."
"Oh kamu sudah ada pacar?" tanya saya menyelidik.
"Ya ada lah, memangnya kamu ndak ada?"
Saya cuma menggeleng.
"Lha kok aneh?"
"Aneh? Apa yang aneh?" jawab saya agak meninggi, kejutekan saya langsung muncul ketika laki - laki yang baru kenal, lha kok tiba tiba mutusi orang lain aneh karena ndak pacaran.
"Lha ya kan perempuan seperti kamu masak ndak punya pacar?"
"Masih belum boleh sama Ibuk," sahut saya ketus.
Dari percakapan yang begitu kami berteman, karena biasanya setelah mengirim surat ke tujuan masing masing, kadang kami makan di kantin besar, karena di kantin fakultas masih mengerikan buat kami yang belum dianggap sebagai bagian dari kampus. Berawal dari punya pacar atau tidak, sampai ke buku yang disuka, sampai ke musik yang didengarkan, sampai cita cita dan masih banyak lagi. Tidak selamanya memang kami jalan berdua, karena mahasiswa baru akan lebih aman berjalan berombongan,untuk menjaga keamanan dari serangan bulan bulanan senior. Maka dimana ama Ridho memang selalu ada saya, tapi bukan hanya saya, melainkan ditambah dengan tiga sampai delapan mahasiswa lainnya. Jangan dibayangkan percakapan yang saya dan Ridho itu terjadi saat kami berdua berjalan di bawah rindangnya pohon di kampus, tidak. Percakapan kami terjadi di antara keramaian teman teman yang bersama dengan kami. Jangan bayangkan hal yang romantis, karena memang semuanya jauh dari romantis. Laki laki dan perempuan yang bercakap cakap diantara sekian orang teman dan kadang teman yang lain ikut menimpali dan berkomentar tentang apa yang kami bicarakan.

Nilai - nilai ujian keluar beberapa saat setelah kegiatan perkemahan selesai. Nilai saya tidak terlalu mengecewakan tapi juga bukan nilai terbaik. Ada beberapa mahasiswa yang nilainya mengagumkan. Mengagumkan karena mereka bisa memperoleh nilai bagus dalam tekanan. Tekanan kegiatan perpeloncoan yang menurut saya membuat kami sebagian mahasiswa baru merasa sedikit tertekan.

Melihat nilai - nilai saya yang terpampang di papan pengumuman, saya optimis bisa melampaui tahap evaluasi pertama setelah 4 semester,tapi ternyata tidak semua yang mendapat nilai bagus ini memiliki pikiran seperti saya, karena beberapa teman lain ada juga yang mulai ancang - ancang untuk ikut test penerimaan mahasiswa tahun depan. Saya masih tidak habis pikir dengan mereka yang ingin mengikuti tes ulang tahun depan hanya karena merasa kurang pas dengan jurusan yang dipilih sekarang. Saya jadi teringat lagi pesan ibu ketika saya wadul dalam salah satu surat saya : kok rasanya jurusan saya ini agak sulit, ndak seperti bayangan saya dulu, dan lagi lagi ibu dengan bijak menulis dalam suratnya :
"Ada banyak yang ingin berada dalam posisimu nduk, Urip iki nek dipikir beratnya ya akan berat, jajal sing sabar, dilakoni dan ditelateni, sabar itu bukan perkara kamu berdiam yo nduk, sabar itu usaha yang tidak pernah putus dan ketegaranmu untuk bangkit setelah hidup membuatmu jatuh tersungkur. Kabeh iki ujian nduk dan gustiAllah sudah mengukur kemampuan hambanya, ndak bakalan kamu diwenehi cobaan yang kamu ndak mampu, kalau kamu merasa ndak mampu, ya ndungo lah nduk, minta sama gustiAllah, gustiAllah selalu mendengar doamu, cuma kabul ndak e gustiAllah sing menentukan waktu terbaiknya buatmu nduk. Dari kecil anaknya ibuk yang bernama Lastri iki ulet, dan ibuk yakin sampai sekarang akan tetap ulet. Modal ngelakoni urip cuma sabar dan dihadapi dengan baik semuanya, ibu yakin kamu bisa nduk, dan insyaAllah gustiAllah mendengar doa ibu untuk anaknya."

Kalau ada yang bertanya yakinkah saya dengan pilihan saya, maka jawabannya adalah : saya akan berusaha memberi yang terbaik, saya akan bersabar seperti yang dikatakan ibu saya, gustiAllah mboten sare, lagipun di sini saya memiliki banyak teman seperjuangan yang sama sama berharap kami dapat melampaui masa ini. Saya ingin membuat ibu tersenyum, saya ingin membuat ibu bahagia, saya yakin teman teman yang lain juga begitu, mereka akan berusaha sebaik baiknya untuk menjadi kebanggaan keluarga, menjadi pemenang dalam perjuangan ini dan meraih gelar sarjana.

Teklek Kecemplung KalenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang