keluarga nugroho

680 25 5
                                    


Saat ini banyak pertanyaan di benak Ara, semua ini membuatnya tidak bisa tidur karena terus terngiang di pikirannya. Apa sebenernya yang diinginkan pak Nado? Kenapa dia harus tinggal dirumah ini? Dan apa yang terjadi dengan anak-anak pak Nado?


Kembali ara mengacak-acak rambutnya yang tergerai. Pertanyaan ini membuatnya frustasi, ingin rasanya kembali kerumah yang dulu. Andaikan ayahnya masih ada, dia tak perlu tinggal bersama keluarga ini.

Dengan berat hati ara menghela napas besar dan dihembuskannya. "Mungkin udah jalannya gini mau diapain lagi" tanpa sadar ara mulai bisa memejamkan matanya dan tertidur lelap.

~~~~^_^~~~~~

Perlahan mata ara terbuka karena sinar matahari yang masuk kedalam kamar melalui jendela balkon. dia ingin bangun dari tempat tidurnya, tapi seperti ada yang memeluk pinggangnya dari belakang. Willy.

"Jangan ganggu orang tidur, jadi berhenti bergerak." kata willy, setelah merasakan tubuh ara yang mulai risih dengan adanya dia.

"tapi... ini udah pagi" jawab ara singkat dan sedikit lebih hati-hati dengan gerakannya.

"Lo nggak mau gue peluk? padahal diluar sana banyak cewek yang pengen gue peluk." Willy mengeratkan pelukannya. "Lo penasaran sama keluarga Nugroho? keliatan dari muka lo"

"A...apa? nggak juga, ngapain gue penasaran? nggak seharusnya gue tahu semua, gue cuma tamu." Kini ara gelagapan. bagaimana bisa willy tau apa yang dipikirnya dari kemarin.

"Kalo lo pengen tau juga nggak pa-pa, toh nggak ada ruginya buat gue." jawab willy dengan nada cuek dan dinginnya. dia mengendorkan pelukannya dan bangkit dari ranjang ara. Begini kan ara bisa bernapas lega. "lo dipanggil alvino di ruang lab-nya. Asli, gue nggak suka kalo dia deket-deket lo." dengan cepat willy berdiri dan memasukkan tangan ke saku celana lalu pergi dari kamar ara.

Menurut ara, Willy bukan cowok seperti gilang ataupun davin. dia cenderung lebih tenang dari gilang tapi lebih dingin dari davin. Dunia ini membingungkan kawan! hufft!

Hah!! berkali-kali ara menghembuskan nafasnya sambil duduk ditepi ranjang. matanya kini tertuju pada balkon yang menghadap langsung ke gerbang rumah. dia mulai berjalan ke balkon itu, disibahkan tirai putih yang menutupi balkon dan membuka pintunya.

Angin segar segera menerjang tubuh Ara, di pagi pertama dia telah disiguhi pemandangan indah yang dilihat dari balkon. Huuh ternyata ada tempat seindah ini! disini terlihat sebuah hutan yang ditengahnya ada danau kecil dan ditepinya dikelilingi bunga-bunga berwarna terang yang indah.

"Woooh, gue lupa. tadikan mau mandi kok malah nyasar ke balkon. bodohnya" kata ara sambil menepuk jidatnya berkali-kali setelah itu berlari kecil kekamar mandi.

~~~~^_^~~~~~

Ara POV

Mungkin baju ini cocok. dress pendek dengan motif sederhana yang nggak terlalu mencolok, ini sangat simple. Waktunya ke lab Alvin

Jujur kawan gue gugup banget, kalian tau kan Alvin terlihat lebih bijaksana dan lebih dewasa dari ketiga saudaranya. wajahnya yang ramah membuat gue lebih bisa menerima dia sebagai cowok ternormal di rumah ini.

Sesampainya gue didepan pintu lab, gue merasa jantung gue mau copot. entah kenapa, mungkin gue cuma grogi. udahlah, akhirnya gue mutusin masuk. dengan hati-hati gue buka pintu perlahan.

Disana ada tubuh jangkung dengan setelan baju santai yang terlihat keren tapi juga memancarkan kewibawaan. Alah mikir apa gue pakek wibawa segala, emang lo tau apa ara huuuh. Alvin sedang duduk sambil membaca buku dan sebuah kacamata yang tergantung dimatanya. sebenernya ge mau teriak tapi.... DIA KEREN! oke gue norak

"Oh ara, masuk. gue udah nunggu lo sejam yang lalu" kata Alvin dengan mempersilahakan gue duduk di sofanya.

"Sorry, gue tadi habiiis..." sambi menggaruk rambut gue mencari alasan yang sesuai.

"Gue tau lo pasti habis liat pemandangan dari balkon kan." dengan senyumnya yang menawan, gue jadi sedikit terpesona. "besok lo bakal sekolah, di SMA Garandra barengan sama Davin, Gilang sama Willy, lo bakal sekelas sama mereka."

"Sekelas? bukannya mereka kakak beradik? tapi kok kelasnya sama apa mereka kembar? atau jangan-jangan ada yang nggak naik waktu SD?" mendengar pertanyaan yang beruntun Alvin jadi tertawa, ekspresinya sangat ceria beda waktu pertama ketemu kemarin.

"Mereka bukan kembar, muka mereka kan gak sama..." iya juga sih, muka Davin kalem, muka Gilang menyebelin apalagi muka Willy terlalu dingin. oke fix mereka gak kembar. "Mereka juga nggak pernah nggak naik kelas, otak mereka kayak scanner. jadi kemungkinan kecil mereka nggak naik kelas..." gue nunggu lama sampek ada kelanjutan kalimat tapi ternyata Alvin ngePHPin gue, dia malah kembali baca buku. gue bukan patung loh

"Jadi... kenapa mereka bisa satu kelas?" karena terlalu lama akhirnya gue ulangi pertanyaannya.

"Kami bukan saudara kandung, dari satu ayah tapi beda ibu..." heh? jadi mereka saudara tiri? "kecuali gue sama Willy, dia adek kandung gue dari satu ibu"

Oh gue baru paham, hidup orang kaya rumit mending jadi orang biasa tapi kebahagiaan tetep ada.

"Ini seragam lo, juga ada handphone buat." Alvin menyodorkan sesetel seragam dan sebuah handphone. "disitu udah ada nomer gue jadi kalo ada apa-apa lo bisa telfon gue, lo bisa kembali kekamar. sejam lagi sarapan gue tunggu sama saudara-saudara di meja makan" sepertinya alvin ngusir gue secara halus.

Karena yang empunya kamar udah nyuruh balik, jadi gue balik aja kekamar. Setelah keluar dari lab gue baru nyadar rumah ini gede banget. tapi gue nggak ngeliat satu aktivitas pun dirumah ini. Sepi. Mungkin mereka masih tidur, udahlah gue balik.

Diperjalanan balik kekamar, gue ngelewatin sebuah kamar yang pintunya aja megah dan mewah. pasti dalemnya lebih mewah dari kamar gue dan didalamnya terdengar sesuatu. Sesuatuuu... yaaang... entahlah, terdengar seperti desahan.

Karena penasaran, akhirnya gue mutusin buat nguping sedikit. suara cewek mendesah.

"Aah... Gilang... Hmmpt... Terus sayang, jangan berhenti..." gue yakin mereka sedang berbuat sesuatu. "Geli sayang... hmmpt... enakh..hah..hah..ah" gue merinding denger mereka padahal cuma dari balik pintu.

"Ara!! gue tau lo diluar lagi nguping" terdengar suara gilang, hooo hoo gawat kayaknya ketauan, mending gue pergi.

Meskipun berlari kecil tapi kerasa kaki pegel banget, hoh efek gak pernah latian. sampai akhirnya gue ketemu davin di sofa ruang tamu yang kemaren menjadi tempat perkenalannya dengan ketiga cowok aneh dan satu cowok normal.

Gue liat terus si davin yang lagi sibuk dengan majalah otomotifnya. dia ganteng kok apalagi mukanya dia kalem, badannya yang tinggi, kulit putih. keempat cowok dirumah ini memang sangat tampan mereka seperti keluarga kerajaan. apa mungkin mereka beneran keluarga bangsawan dan fue disini sebagai pembantu, oh tuhan.

"Lo ngapain disitu ra? lo latian jadi patung?" tanya davin datar, dia itu tanya apa gimana mukanya itu lho huuh. gue baru sadar mungkin dia risih diliatin terus.

"emmm... nggak pa-pa, gue emang punya sedikit bakat jadi patung." alasan apa itu, masa ada bakat jadi patung. gila.

"oh sebenernya gue baru denger bakat jadi patung. lo mau nemenin gue disini sampek sarapan. huh?"

okelah nggak pa-pa gue duduk disitu lagian capek juga habis lari. "oke, gue temenin." akhirnya gue duduk disamping davin.

kepala davin mulai mendekat ke tubuh gue, kayaknya dia lagi mengendus. "gue suka aroma tubuh lo."

"kemaren lo juga bilang gitu" sumpah gue deg-degan, dia ngendus-ngedus dan nafasnya kerasa dikulit gue. tapi semuanya berhenti saat...

PRANG.....

sebuah suara suatu benda yang pecah. Alvin, Willy, Gilang bahkan Davin langsung berlari kesumber suara. berlari secepat kilat dan ninggalin gue, akhirnya gue ikutin mereka. Dan....

~~~~~~^_^~~~~~

yaah pasti nggak seru kayak cerita yang lain tapi aku udah berusaha.
aku masih pemula. tinggalin vote atau komen.
thanks .... ^_^

2 Nofember 2014

More choiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang