Sebuah suara yang merubah suasana. Sebuah suara yang merubah raut wajah dan Sebuah suara juga yang merubah sifat mereka. Suaranya terdengar dari sebuah ruangan dengan pintu besar dan gembok banyak yang menghiasi pintu besarnya.
Seperti sebuah benda yang dilempar dan terbentur tembok lalu terpecah menjadi serpihan, mungkin seperti itu juga yang Ara lihat dari wajah keempat cowok yang sekarang berada di sampingnya. Mereka menguping di pintu itu, berharap mendengarkan suara lain.
Rasa penasaran di benak Ara kembali datang, sebenarnya apa isi ruangan itu? Mengapa wajah mereka berubah drastis seperti itu? Kenapa wajah mereka terlihat sedih?
"Sudah waktunya kita sarapan bukan?. Kenapa masih disini?" Seorang laki-laki paruh baya dengan setelan jas yang rapi berada di belakang kami. Seketika mereka berempat merubah wajah menjadi cuek dan penuh amarah.
"Om Nado?" Tanya Ara.
"Iya? Kamu Ara kan?"
"Iya om, saya Ara" Ya ampun, om Nado terlihat lebih berwibawa. Berbeda dengan apa yang diceritakan ayahnya dulu.
"Ayo kita keruang makan, kita sarapan bersama-sama." Om Nado mulai melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan besar dan Ara mengikutinya. "Kalian juga harus ikut..."
"Baik" jawab Alvin tegas. "Kami akan makan dengan anda"
"Kami? Kalian aja, gue gak sudi makan sama penjahat seperti dia." Jawab Davin ketus.
"Davin, gak boleh ngomong gitu sama bokap lo sendiri"
"Biar, gue gak peduli" Davin melengos pergi dengan angkuhnya dengan diikuti Gilang dan Willy.
"WILLY... GILANG... DAVIN, kembali kesini!" Teriak Alvin menggemparkan seluruh koridor.
"Biarkan Alvin, ayo kita makan.." jawab om Nado sabar. "Maaf kan kejadian tadi ya Ara... sebenarnya tidak pantas seorang tamu diperlihatkan pertengkaran keluarga seperti itu" ujarnya sambil melingkarkan tangan dipinggang Ara.
"Gakpapa om..." jawab Ara dengan ssdikit melirik Alvin dibelakangnya. Sedikit aneh sepanjang perjalanan ke ruang makan alvin tak bicara sepatah kata pun. Apa yang dia rasakan?
Sesampainya di ruang makan om Nado mempersilahkan Ara duduk. Setelah hidangan yang diantarkan pelayan datang. Ara, Alvin bahkan om Nado seakan membisu, seakan sibuk dengan pikiran kami sendiri, pikiran yang seharusnya mendapat penjelasan tentang keluarga aneh ini. Akhirnya acara sarapan yang sunyi ini berakhir, tanpa kata Alvin langsung beranjak dari tempat duduknya. Om Nado menghela nafas panjang.
"Apa itu balasan saya setelah berjuang membahagiakan mereka?" Wajah Om Nado seakan ingin memberitahukan kesedihan hatinya.
"Om..."
"Saya baik-baik saja Ara, mari ikut ke kantor om... akan om jelaskan semuanya dari awal."
"Baik"
Sunyi. Sepi. Rumah semegah ini seperti tak ada penghuninya, seperti rumah yang tidak ditempati. Bahkan suara nafas saja bisa terdengar. Kenapa bisa sesunyi ini?. Lamunan Ara berakhir ketika melihat sebuah pintu yang dibukakan pelayan rumah untuk om Nado, setelah itu ditutupnya kembali. Kini Ara merasa takjub dengan kamar ini, simpel tapi rapi, banyak hiasan tapi tidak terlihat ramai.
"Silahkan duduk..." kata om Nado membangunkan Ara dari keterlamunannya.
"Ba-baik om"
"Saya akan menceritakan semuanya dari awal, dari saya bertemu dengan ayahmu dan akhirnya memiliki 4 lelaki tampan seperti mereka... mereka memang tampan seperti saya dulu" kata om Nado sambil tertawa. "Saya dulu cuma seorang pengusaha gagal, tapi saat bertemu dengan ayahmu saya bisa jadi pengusaha yang sedikit berhasil..."
"Sedikit berhasil?" Apa menurut om Nado dengan semua kemewahan ini masih dibilang "SEDIKIT" berhasil?
"Bukan... bukan, yang saya maksud dulu sedikit berhasil sebelum seperti ini.." om Nado kembali terkekeh. "Banyak hutang melilit perusahaan saya, banyak karyawan korupsi dan menjual saham untuk dirinya sendiri. Perusahaan saya jatuh. Tapi saat saya terpuruk seorang laki-laki datang menemui saya, dia selalu bilang 'ini cuma tahap, semakin berat tahap yang kamu jalani semakin besar pula keberhasilan yang kamu dapat'... dia ayahmu seorang laki-laki yang membuat saya kembali bersemngat..."
"Permisi tuan, ini tehnya..." kata seorang pelayan wanita dengan menuangkan teh dicangkir Ara dan om Nado. Setelah itu meninggalkan mereka berdua.
"Ayahmu mendampingi om disetiap tahapnya, tapi sesuatu memisahkan kami. Om berjalan sendiri, dan dihari yang sama om bertemu seorang kakek. Dia bilang kalau om bisa sukses tapi dengan memiliki 3 orang istri dan 4 orang anak lelaki"
"Jadi mereka ber4 suadara tiri?" Sebab itu mereka tidak kembar tapi punya umir yang hampir sama.
"Iya benar, tapi saya tidak langsung percaya. Setelah itu saya diberi minuman, katanya om akan memiliki anak laki-laki semua, perkawinan om yang pertama dengan istri pertama memiliki anak laki-laki dia Alvin, setelah itu om dapat mimpi bakal punya anak laki-laki juga. Sejak itu om nikah lagi dengan 2 orang wanita dan lahir 3 orang anak laki-laki. Setelah itu perusahaan om melejit, om baru bisa percaya omongan kakek tua dulu. Beberapa ragun kemudian sesuatu terjadi pada ketiga istri om..."
Om Nado mengambil cingkir dan meminum seteguk teh didalamnya, Ara pun mengikutinya.
"Istri om tiba-tiba mengalami kecacatan mental, mereka kacau bahkan seperti ingin membunuh anak dari istri om yang lain. Akhirnya om mengurung mereka di kamar yang tadi demi keselamatan anak-anak om." Jelas om Nado
"Om... kenapa gak dibawa kerumah sakit jiwa?"
"Ini bukan penyakit jiwa biasa, ntah apa yang harus saya lakukan. Terkadang mereka seperti orang biasa tapi terkadang bisa seperti tadi melempar barang dan tertawa keras. Dan om mencari ayahmu, tapi terlambat beliau sudah tiada jadi om akan merawat kamu demi ayahmu dan kebaikanmu."
"Om, terimakasih telah menerima saya disini"
"Ara... om boleh minta tolong?"
"Boleh, apapun itu saya bantu."
"Mereka ber4 seperti kekurangan kasih sayang, mereka tak merasa seperti keluarga. Om minta tolong sayangi mereka, cintai mereka, buat mereka salaing menganggap keluarga. Karena seluruh warisan ini jika om tiada akan menjadi milikmu"
"A-apa? Milik saya? Om jangan bercanda ini bukan hak saya, tapi hak anak om..."
"Mereka akan memilikinya jika mereka juga memilikimu. Om akan pergi ke london selama 2 tahun mungkin pulang sebulan sekali, om disana akan memulai bisnis om yang lain. Om serahkan semuanya padamu sekarang..." Om Nado beranjak berdiri. "Kamu boleh kembali ke kamar kamu, semoga betah disini."
Ara keluar dari ruangan itu kembali ke kamarny.
(-0-)(^_^)(*_*)(T_T)
Ara POV
Lagi. Ada tangan yang melingkar di pinggang gue, pasti ini kak Willy. Kebiasaan banget. Saat gue membalikkan badan, ternyata dia Alvin. Seorang cowok yang menurut gue sangat normal itu tidur disamping gue. Entah kenapa muka gue terasa terbakar, jadi malu gue.
Matanya yang tertutup tapi terbalut kacamata, membuat dia sangat manis. Hidungnya, mulutnya bahkan alisnya, semuanya indah. Dia sangat tampan. Tanpa sadar tangan gue membelai rambutnya yang tebal, dia malah meluk gue makin erat. Gue jadi inget kata om Nado kemaren 'Mereka kurang kasih sayang'. Akhirnya gue peluk juga dia, dengan penuh kasih say....
BRAKK.... pintu kamar gue terbuka lebar. Seorang cowok masuk dan menarik Alvin menjauhi gue. Willy. Seketika Alvin terbangun dari tidurnya.
"Apa yang lo lakuin disini?" Kerah baju Alvin ditarik, tangan Willy sudah bersiap melayangkan pukulan. "Jawab gue brengsek.."
"Wil, lepasin tangan lo... gue kakak lo"
"Dia cewek gue, ngapain lo peluk dia? Hah? Jawab vin!!" Bentak Willy.
"Heeeeeeeey...." suara cempreng gue menghentikan mereka, apa yang mereka lakuin dipagi buta kayak gini. "Gue bukan cewek siapapun, jadi berhenti bertengkar" setelah itu datang Alvin dan Gilang bersamaan
KAMU SEDANG MEMBACA
More choice
Teen FictionAra adeliana direkomendasikan untuk tinggal di rumah keluarga Nado nugroho. Saat disana ia bertemu dengan keempat cowok anak pak Nado yakni Davin nugroho, Gilang nugroho, Alvino nugroho dan Willy nugroho. mereka terkenal karena ketampanan mereka, se...