01

11 1 0
                                    

Luna pov~

Entah perasaan gua doang atau emang bener suasana pagi ini mencengkam banget. Rasanya kaya ada aura aura mistisnya gitu, tapi entah apa yang merasuki aura ini.

Papah yang makan dengan serius sesekali melirik ke mamah, dan mamah nggak seperti biasanya yang banyak omong, lupakan bang mega! Dia biasa aja seperti hari-hari lainnya.

Tapi, masa bodolah dengan suasana. Gua laper sekarang, bentar lagi juga siang, nanti keburu telat.

"Luna?" Panggil papah.
"Iya pah?" Jawab gua.
"Dulu papah pernah punya janji dengan teman kuliah papah, kalau papah akan jodohkan anak papah dengan anaknya. Mungkin kedengaramnya sangat lucu, tapi itu bukannya janji yang hanya sekedar candaan. Papah serius waktu mengatakannya, dan teman papah ini sudah sangat membantu papah saat masih ada dibawah, dan sekarang mungkin saatnya unt--"

"Yaudah, jodohin aja pah bang meganya, Luna gapapa ko lagian kan bang mega udah lapuk, udah cocok punya istri. Luna bakalan seneng kalau bang mega juga seneng." Satu meja makan shook mendengar penuturan gua yang memotong ucapan papah.

"Ko abang sih, abang bukan bujang lapuk ya! Umur abang baru 22 masih mau nyari duit sampe kaya." Sahut bang mega nyolot sambil melototin gua.

"Yaelah bang, nunggu abang kaya, sama aja nunggu ayam melahirkan bang, lama!" Bang mega natap gua tajam. Baru saja bang mega mau membalas gua, papah udah mengintrupsi kami.

"Bukan bang mega yang mau dijodohin." Deg, perasaan gua ga enak
"Lagian anak temen papah cowo." Deg, perasaan gua ga enak pt.2
"Papah mau jodohin dia sama kamu lun, dia seumuran sama kamu juga kok." Okey sipp gua kehilangan kesadaran.

Gua melotot sampe mata gua membola kaya baso, gua menggigit bibir gua. Sekarang gua takut, benar-benar takut, gua shook berat dan sangat-sangat shook berat.

"Hari ini bukan april mop, dan lawakan papah nggak ada lucu-lucunya" gua tertawa sember mengesampingkan rasa terkejut gua.

"Papah ga boong, nanti malam kita bakalan ketemu sama calon tunangam kamu, karena kamu anak perempuan papah satu-satunya. Kamu ga bisa nolak, karena ini papah sudah janji sebelum kamu ada didunia ini." Jelas papah dengan nada tegas membuat gua ciut setengah mati, "kecuali, kamu rela abang kamu jadi gay dengan menikahi anak teman papah." Lanjut papah sambil senyum kecil.

"Luna rela ko bang mega jadi gay pah!" Dan jawaban gua mendapatkan hadiah kecil dari tangan jahanam bang mega.

...

Normal pov~

Pojok depan kelas 12 Mipa2 emang udah biasa dijadiin tempat ngumpul cowo-cowo basis. Mau untuk ngeroko, vape, main poker, atau juga ada yang berani bawa miras.

Kenapa dipojok depan kelas 12 mipa2? Karena tempatnya strategis, dilantai tiga, hanya ada dua kelas dilantai tiga 12 mipa 1 dan 2, dan jauh dari pemantauan guru-guru. Lagian mereka bejatnya pas istirahat doang kok. Pas kelas 12 mipa2 nggak ada guru jadi nggak ketauan.

Sekarang masih pagi, waktu masih menunjukan jam 6:45. Tandanya waktu bel masuk tinggal 15 menit lagi. Tapi alpha sudah nangkring di base dengan batang rokok disela jarinya.

Alpha menghembuskan asap nikotin tersebut sambil mendangak, menatap atap flafom yang sama sekali tidak ada apa-apanya.

"Tumben jam segini udah nyebat lu." Delta bingung dengan temannya itu, tumben sekali alpha ngajak nyebat jam segini lagi pula dia anak ips, kelasnya beda gedung dengan kelasnya ini.

"Gabut" jawab alpha singkat.

"Tai kucing, bilang ae stress lu sat." Sindir gama menatap sinis alpha yang sedang terlihat sedang banyak pikiran itu.

"Kalo stress ya cerita toh, jangan lampiasin ke nyebat. Mati lu besok" ejek delta tertawa garing.

"Miror sat!" Cibir alpha masih terus menghisap nikotin tersebut.
"Btw shafa udah dateng?" Tanya alpha  ke delta.

"Udah noh, lagi maen hp dikelas." Jawab delta seadanya, "lu berantem ama dia?" Lanjutnya.

"Kaga" jawab alpha singkat

"Kirain lu berantem, terus ampe stress begini" delta dan gama terkekeh. Alpha hanya menanggapi dengan gelengan kepala.

Alpha tidak sedang stress, tidak juga berantem dengan kekasihnya. Hanya saja, sekarang pikirannya sedang memikirkan satu kata yang terus terngiang-ngiang dikepalanya, "Perjodohan".

Alpha mematikan rokoknya, lalu membuangnya ditempat sampah. Dia melihat kedalam kelas lewat jendela kaca . Melihat kekasihnya shafa, lalu pandangannya teralihkan ke gadis yang duduk dibaris ketiga dari pintu, dikursi paling belakang, gadis tersebut adalah Aluna . Dia terlihat murung, sepertinya dia sudah tau. Lalu tatapan alpha beralih ke sang kekasih, shafa. Shafa menolehkan kepalanya dan melihat alpha, dia melambaikan tangannya sambil tersenyum manis dan dibalas dengan senyuman tampan khas alpha.

...

Bel istirahat kedua sudah berbunyi, setelah kembali dari masjid untuk melakukan ibadah solat zuhur. Luna kembali menelungkupkan kepala diatas mejanya.

"Lu kenapa sih lun, aneh banget dah. Ada masalah? Cerita sama kita, jangan dipendem, katanya keluarga." Sabina kesal melihat sahabat sekaligus keluarganya diosis ini terlihat murung dari pagi.

"Gua gapapa elah, cuma ga enak badan" jawab luna berbohong.

"Kalau sakit izin aja, pulang duluan. Dari pada lu pingsan terus nyusahin yang lain, guasih ogah disusahin ama lu." Sahut zara dengan gurauan diakhir kalimat.

"Hehe santuy elah, strong gua. Gausah pulang" tolaknya dengan senyuman yang dipaksa.

"Gituke dari tadi, senyum jangan murung!" Sahut bina

"Iya elah nih senyum nih senyum." Luna mempamerkan senyuman yang dapat dikatakan manis itu. " Thanks btw bin, zar" ucapnya masih dengan senyuman yang sudah iklas sekarang.

"Itu fungsi keluarga lun, kalau emang ada yang mau lu ceritain, silakan aja kita bisa jadi pendengar yang baik buat lo" jelas zara disusul dengan anggukan bina.

"Hehe shiapp" luna kembali tersenyum.

Maaf, tapi masalah ini bukan hal yang harus gua ceritain sekarang- batin luna.

🥀🥀🥀

Hehehe gini dulu ya, maaf kalau nggak jelas, karena aku masih noob banget buat nulis cerita, jangan lupa vote and commentnya
^^

ALPUNA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang