Bab Tiga : Mulai Dari Awal

3.3K 328 225
                                    

Christohper - Momen
Ost At eighteen

🎵🎵🎵🎵

______________________________________________________________

Cakrawala muncul ke markas tohpati dengan tergesa. Dia duduk si salah satu sofa dengan gusar dan kebingungan. "Gue mau nanya?" tanyanya dengan wajah yang serius.

"Nanya apa?" tanya Vito ikut duduk di samping Cakrawala.

"Menurut kalian cewek sukanya apa?" Cakrawala memandang ketujuh anak laki-laki itu satu per satu.

Mereka semua langsung terbisu mendengarkan pertanyaan dari ketua geng mereka tersebut. Felix tanpa sengaja menjatuhkan tongkat billiarnya saat sedang bermain billiar dengan Alex. Suara gitar yang di petik oleh Ali pun mendadak lenyap. Dias yang sedang bermain game online di handphonenya pun menatap Cakrawala tidak percaya sampai tidak menyadari bahwa game yang dimainkannya kalah. Bahkan Ucup dan Abigail yang sedang asyik berlaga panco mendongak ke Cakrawala. Mereka semua menganga tidak percaya. Cakrawala tidak pernah sekalipun membahas masalah perempuan saat sedang berkumpul seperti ini. Jadi rasanya seperti ada yang bergeser di otak Cakrawala.

"Ehem!!" Vito yang paling paham maksud Cakrawala berdehem kuat untuk memecahkan keheningan yang tiba-tiba terjadi.

Mereka semua akhirnya kembali sadar dan mencoba untuk santai. Felix mengambil kembali tongkat billiarnya yang terjatuh sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kok pada diam? Kalian enggak tau cewek itu sukanya apa?" tanya Cakrawala sekali lagi.

"Gue kaget lo nanya begituan, Cak. Gue pikir lo enggak suka sama cewek," kekeh Abigail tapi bibirnya langsung terkatup saat itu juga karena Cakrawala menatapnya tajam. "Gue bercanda kok," timpalnya saat itu juga.

"Duitlah, Bang!" jawab Dias yang kini kembali fokus bermain game. "Ajak deh mereka ngabisin duit ke mall nenek gue, pasti mereka suka."

"Enggak semua cewek begitu, kali!" celetuk Alex.

Ucup dengan semangatnya mendatangi Cakrawala dan duduk di depannya. "Gue setuju sama si Dias! Emak gue aja kalau udah lihat duit matanya berbinar banget!"

"Ngaco lo berdua!" Vito
mengibaskan tangannya ke udara. "Itu enggak bener, Cak," ralat Vito saat itu juga takut kalau Cakrawala melakukan apa yang disarankan oleh Dias dan Ucup.

Vito sangat paham dengan karakter Cakrawala. Walaupun Cakrawala sangat ganas saat tawuran dan tempramental bila berhadapan dengan lawan, tapi dia bisa sangat polos untuk urusan cinta. Bahkan Cakrawala tidak pernah pacaran sekalipun.

"Kasih bunga sama cokelat aja dulu. Semua cewekkan suka dikasih begituan." Ali memberi masukkan.

"Gue coba."

"Iya. Bener kasih bunga," kata Dias menimpali. "Bunga Deposito," candanya. "Aduh!! Kalah lagi! Anjir!" teriaknya.

"Unfaedah banget sih lo pada!" Vito mengelengkan kepalanya, dia lelah menghadapi banyaknya orang yang tidak waras di markas ini.

"Gue dapat ancaman," kata Cakrawala mengalihkan pembicaraan.

Mereka semua kembali hening untuk kedua kalinya.

Dahi Felix mengerut dan kedua alis yang hampir menyatu. "Ancaman apa, Bang? Dari siapa?"

Cakrawala mengangkat kedua bahunya. Dia sendiri juga tidak tau siapa yang mengirim itu. "Gue dapat dari laci meja kelas, terus ada surat hitam yang isinya ancaman."

Cakrawala memang memiliki kebiasaan mengecek laci mejanya setiap pulang sekolah untuk membuang semua surat cinta dengan tulisan klise yang selalu mengotori lacinya. Biasanya Cakrawala tidak memperdulikan semua surat itu dan langsung membuangnya begitu saja, tapi surat bewarna hitam itu langsung menarik perhatian Cakrawala. Karena biasanya semua orang mengiriminya dengan surat berwana putih, pink, merah dan lainnya.

"Tulisannya apa?" tanya Ali penasaran.

"Dia akan mati," jawab Cakrawala.

"Waduh! Dia-nya siapa? Kok gantung sih, bikin penasaran pembaca aja!" sungut Ucup. "Ya Allah, jangan Ucup dong. Ucup belum bikin bangga Emak."

"Cup, jangan sampe lo gue karungin di sini terus gue kasih ke mbak Nining penunggu danau!" kesal Ali.

"Ya elah, Bang. Enggak ada yang lebih cakep apa!"

"Lucinta Luna, mau?"

"Gue mau pergi," ucap Cakrawala memotong pembicaraan.

"Lah, cepet amat. Kan baru muncul!" kata Alex.

"Mau beli bunga sama cokelat," balas Cakrawala sambil melangkahkan kakinya keluar dari tempat itu.

"Lah, itu tadi beneran ya?" tanya Abigail yang melihat Cakrawala sudah menghilang dari balik pintu. "Ada yang geser sama si Cakra."

"Cup! Panco lagi kita! Gue tadi cuma pura-pura kalah doang!" tantang Abigail saat itu juga.

****

Fidella menghentikan langkah kakinya saat melihat Cakrawala berdiri di depan pintu kelasnya. Parahnya laki-laki berjaket kulit hitam itu sudah menjadi tontonan banyak murid karena membawa bunga dan cokelat di tangannya.

Fidella kembali berjalan dengan santai menuju pintu kelas dan Cakrawala yang melihat Fidella datang langsung menghadang jalannya.

Fidella menatap Cakrawala dengan malas. "Ada apa?"

"Gue mau ngasih ini sama lo," katanya seraya mengangkat kedua benda yang dibawanya itu pada Fidella.

Yang ditawari malah menghela napas berat lalu mengambil bunga dan cokelat itu dari tangan Cakrawala hingga tanpa sadar membuat Cakrawala tersenyum tipis.

"Norak. Gue enggak suka," sindir Fidella lalu membuang bunga dan cokelat itu di tempat.

Cakrawala menghela napas. Lalu memungut bunga dan cokelat itu kembali kemudian membuangnya ke tempat sampah yang berada di balik pintu kelas. "Ya udah, enggak apa-apa."

"Lo sukanya apa?"

"Uang," balas Fidella dengan malas dan asal.

Jawaban Fidella barusan sukses membuat Cakrawala menyesal saat itu juga. Ia merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia tidak mengikuti apa kata Ucup dan Dias kemarin. Mereka berdua benar, perempuan itu lebih suka uang. Bukan zamannya lagi memberi bunga dan cokelat ke perempuan. Bodohnya Cakrawala malah mengikuti apa kata Ali.

"Kalau gitu lo mau berapa, biar gue kasih." Cakrawala langsung mengambil dompet yang berada di saku celananya.

Fidella terkejut sekaligus kesal karena sikap Cakrawala.

"Berhenti bersikap kayak begini! Lo bikin gue tambah muak. Harusnya sekarang lo sadar dan enggak usah muncul di sini. Apa lo lupa sama apa yang terjadi. Harus ya gue ngulang kalimat yang sama lagi?"

"Tolong jangan muncul di sini lagi, Kak," pinta Fidella dengan sangat sopan, dia sedang berusaha menahan diri. "Mungkin karena lo kaya, lo punya banyak waktu untuk bermain-main. Tapi gue enggak."

"Lo masih enggak berubah. Selalu bersikap begini sama berandalan kayak gue." Cakrawala menggeser posisinya agar tidak menghalangi jalan Fidella.

"Gue akan datang lagi besok dan seterusnya. Kalau benci bisa ngebuat gue muncul dipikiran lo, enggak masalah. Nanti juga berubah sendiri."

Lalu Cakrawala pergi meninggalkan tempat itu. Membiarkan Fidella yang masih menatapnya dengan marah.

****

Yey, Im come back. So, banyak banget cerita wattpad yang belakangan ini berkisah tentang cewek yang ngejar cowok. Jadi, di sini aku mau membalikkan semua hal itu. Kebetulan aku orangnya agak jual mahal 😂😂😂 Jadi pinginnya cowok yang ngejar. Walaupun itu cuma di cerita doang 😆😆😆

CAKRAWALA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang