Bising vacum cleaner memenuhi ruang tamu apartemen Juan. Saroh membersihkan tempat itu sambil komat-kamit ngedumel. Pekerjaannya di rumah Mayang yang terdiri dari dua lantai masih banyak dan belum tersentuh. Masih saja ia diminta membersihkan apartemen Juan. Coba majikan Saroh tak mendesak putranya untuk segera menikah, Juan pasti tidak minggat dari rumah dan tinggal di apartemen ini sendiri. Ah, malangnya nasib Saroh. Digaji tetap, tapi pekerjaan berlipat. Setiap kali Saroh mengeluh ke Mayang, meminta Mayang mencari pembantu untuk anaknya. Selalu saja dijawab belum ada yang cocok. Padahal setiap kali agen penyalur pembantu menawarkan ART ke Mayang, selalu saja gagal karena Mayang menawar gaji jauh di bawah standar. Kalau sudah begini ia ingin pulang kampung saja, tidak usah kembali sekalian. Sampai lebaran monyet Juan tak akan mendapatkan pembantu jika mamanya perhitungan begitu.
Setelah menyedot debu di setiap sudut, Saroh mengambil alat pel dan mulai memaju-mundurkan gagang pel mengusap seluruh permukaan lantai. Butuh lebih dari satu jam hanya untuk membersihkan kamar, ruang tamu, dan ruang kerja Juan. Belum lagi harus mencuci piring, mengisi kulkas, menggosok kamar mandi. Andai Juan terlatih hidup bersih dan ringan tangan melakukan semuanya sendiri, Saroh tak akan semenderita ini. Pria yang sejak kecil dimanja, dikelilingi para dayang itu terlalu malas bahkan hanya untuk mencuci cangkir yang digunakan.
Suara yang dihasilkan oleh pertemuan alat sensor pengaman pintu digital bertemu kartu magnetik memperingatkan Saroh. Ada seseorang yang masuk, siapa lagi kalau bukan pemilik apartemen. Saroh melongok ke jam dinding, memastikan jam berapa saat ini. Tumben sekali Juan pulang sesore ini, biasanya pria itu kembali bahkan setelah makan malam. Senyum dan sapa basa-basi Saroh lemparkan ke Juan saat pria itu memasuki dapur untuk mengambil botol air minum di lemari es.
"Den Juan tumben sudah kembali jam segini?"
"Saya lagi kurang enak badan, Mbak. Mau istirahat," jawabnya lalu meneguk setengah air dari botol yang Juan genggam. "Mbak Saroh jangan balik dulu, ya. Saya mandi dulu, nanti Mbak bersihkan kamar mandi setelah saya mandi. Sekalian biar baju kotor yang saya pakai hari ini juga kebawa."
"Siap, Den." Saroh tersenyum getir. Begitu Juan menghilang ditelan dinding ruang tengah, Saroh kembali menggerutu kesal. Jika ia kembali telat ke rumah Mayang, bisa dijamin malam ini ia akan tidur telat. Pekerjaan di rumah besar sudah seperti kandang bubrah.
Tak lama terdengar dering pemberitahuan pesan masuk. Ada Whatsapp masuk dari keponakan Saroh.
Rohana : Bulek aku diterima di kampus Pinus
Rohana : Aku dapat beasiswa di sana, jadi rencananya aku akan tinggal di Jakarta
Rohana : Bulek bisa bantu cariin kosan yang murah nggak?
Sejenak Saroh berpikir sebelum membalasi pesan dari Hana. Ia tak terbesit satupun indekos murah, apalagi di sekitar kampus. Kemudian Saroh mengingat-ingat lagi, keponakannya yang bernama lengkap Rohana Basyirah itu termasuk anak yang rajin bersih-bersih, ulet, serta bisa memasak. Terbesitlah ide untuk menawarkan Hana ke majikannya.
Juan yang baru selesai mandi keluar menyerahkan baju kotornya ke Saroh. "Ini ya, Mbak. Saya taruh di atas kursi makan."
"Den, Den, bentar, Den." Saroh melompat menghampiri Juan. "Begini, saya punya keponakan, dia dapat beasiswa buat kuliah di Jakarta. Kebetulan dia butuh tempat tinggal dan pandai bersih-bersih rumah. Ooo iya, anaknya jago masak juga."
Juan mengangkat alis tebalnya. "Ya terus?"
"Mohon maaf, ya, mohon maaf sekali. Sejujurnya saya sangat kewalahan bekerja di dua tempat. Den Juan tahu sendiri rumahnya nyonya besar, banyak pekerjaan yang harus saya lakukan."
"Ooo, maaf ya, Mbak Saroh. Saya tidak berpikir sampai sana." Juan merasa bersalah dan menatap pembantunya dengan prihatin. "Saya akan cari pembantu sendiri secepatnya, nanti saya akan kasih tambahan uang buat Mbak Saroh." Juan memang memiliki perwatakan berbanding terbalik dengan Mayang, mamanya. Jika Mayang nyinyir dan pelitnya minta ampun, Juan justru sangat pengertian serta dermawan seperti papanya, Abdi. Tidak salah Saroh meminta izin ke Juan terlebih dahulu sebelum ke Mayang. Peluang proposal Saroh diterima Juan lebih besar daripada peluang ke Mayang.
"Nah, maksud saya, bagaimana jika keponakan saya bantu bersih-bersih di apartemen Den Juan. Dia anaknya baik kok. Sopan, santun, ulet, rajin, dan jago masak. Yang terpenting, Rohana pasti mau digaji murah asalkan diberi waktu untuk pergi kuliah." Luwes sekali Saroh mempromosikan keponakannya.
Juan mengangguk halus. "Boleh, kapan keponakannya bisa mulai kerja?" Tanpa banyak wawancara Juan menerima usulan Saroh. Bukan tidak pemilih, kalau bisa memilih pasti ia memilih tidak memperkerjakan pembantu. Juan tidak suka ada yang mengusik privasinya, akan lebih baik jika ia menyewa pembersi rumah online beberapa hari sekali. Namun Juan tetaplah Juan, ia hanya tak bisa menolak. Sejak kecil kelemahan Juan adalah menolak permintaan tolong orang lain. Ia bagai Budha hidup yang akan mengabulkan setiap permintaan yang datang. Meski begitu banyak sekali orang di sekitarnya yang memanfaatkan kebaikan Juan dengan niat buruk. Salah satunya Gista, mantan pacar Juan yang kabur sehari sebelum pernikahan mereka di gelar. Kepergian Gista menyisakan luka yang membuat Juan enggan membuka hati untuk wanita lain.
"Wah makasih loh Den Juan. Ta-tapi saya belum bilang sama nyonya Mayang. Gimana kalau beliau tidak setuju?" Tinggal satu batu penghalang niat mulia Saroh.
"Mbak Saroh jangan khawatir, saya akan bicara sama mama nanti."
Kebahagiaan membuncah mengantar sebuah senyuman lebar di bibir Saroh, ia lantas pamit melanjutkan pekerjaan dengan penuh semangat. Juan masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Di dapur, Saroh membalas pesan Hana setelah pekerjaan mencuci piring telah ia rampungkan.
Saroh : Nduk daripada kamu bayar kos mahal-mahal, mending kamu kerja di tempat anak majikanku. Orangnya baik, sopan, mana apartemennya kecil, cuma dua kamar, satu kamar mandi, ruang tamu, dapur, sama balkon kecil. Aku jamin kamu tidak akan kelelahan kerja di sini. Sudah dapet tempat tinggal gratis, dapat makan tiga kali sehari, digaji juga. Lumayan toh buat tambahan uang jajan sama uang transport
Rohana : Tapi kuliahku gimana bulek?
Saroh : Tenang, bulek sudah bicara sama Den Juan, orangnya oke kok kamu kuliah yang penting kerjamu bener
Rohana : Serius bulek? Wah aku mauuuu lah. Lumayan banget dapat gaji, bapak sama ibu di kampung jd gak perlu kirimi aku uang
Saroh : Yawes lek gitu minggu depan bulek beliin kamu tiket kereta. Kamu siap-siap yo nduk
Rohana : Enggih bulek :)
***
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantuku Tiba-Tiba Cantik
General FictionPernah gagal menikah tiga tahun silam, putra bungsu Bu Mayang tampak tak punya minat lagi pada perempuan. Hal itu membuat Bu Mayang resah dan mencari berbagai cara biar Juan mau menikah dan memberinya cucu. Ia pun mengirim pembantu lugu bernama Roha...