Prolog

27.8K 780 189
                                    

Suatu hari, saat ia berada dalam keadaan genting. Seseorang datang menolongnya, wajahnya bersinar, kedua bola matanya sangat cantik padahal dia seorang laki-laki. Zahra merasa iri saat orang itu tersenyum, sangat indah. Seperti bunga teratai yang bermekaran di pagi hari.

Dan kini orang itu ada di hadapannya. Namun, sinar di wajahnya yang dulu membuat hati Zahra berdesir itu telah hilang. Senyum seindah bunga teratai itu juga tak lagi tampak. Padahal Zahra menantikan kesempatan ini kala ia melangitkan doa kepada Allah agar dipertemukan lagi.

“Kamu yakin mau melanjutkan perjodohan ini?” katanya memulai kata, setelah keduanya sibuk diselimuti keheningan.

Zahra menyimpan sendok, menghentikan aktivitas makan malamnya yang sama sekali tak ia nikmati. Melirik sekilas pria yang kini berstatus sebagai calon suaminya. Bukan pilihan Zahra, dia hanya diminta menikahi  laki-laki ini atas keinginan orangtuanya. Seharusnya, tetapi nyatanya tidak begitu.

Saat Maryam dan Ali datang ke rumahnya pertama kali dengan maksud untuk melamarnya. Zahra langsung menerima. Tidak mengapa dijodohkan seperti di zaman Siti Nurbaya. Asal lelaki yang dia nikahi adalah sosok yang selama ini ia nanti tanpa pernah ditemuinya. Namun, siapa yang mengira. Jodoh tak disangka datangnya.

“Kalau saya bisa menolak, saya juga tidak mau melanjutkan perjodohan ini.” Anggap saja sebagai alasan, karena Zahra tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini ketika Allah sudah mengizinkannya bukan?

“Memang apa alasannya sampai kamu tidak bisa menolak?”

Zahra kembali melirik sekilas, tidak kuasa menatap mata kecokelatan si lelaki terlalu lama. Ia berdehem pelan, mengurangi rasa grogi yang menerpa.

“Sami’na waato’na.” Bukankah begitu? Jika bukan kehendak Allah, ia dan Ali tidak akan dipertemukan lagi, apalagi dianugerahi ikatan pernikahan.

Hanya garis lengkung kecil di bibirnya pudar kala si pria merespons dengan decihan sinis. Tampak tak puas dengan jawaban Zahra. Kursi pun berdecit seiring si pria berdiri. Lalu pergi tanpa berucap pamit dengan tatapan yang dingin.

Zahra heran? Tentu, bahkan ia tak berani sekedar memanggil namanya lagi. Tubuh itu menghilang di balik pintu, dan Zahra masih mematung dengan pikirannya yang kalut.

Apakah dia telah salah mengambil langkah?

.
.
.

Assalamualaikum semua. Alhamdulillah novel Cinta dari Allah aku Re-Publish 😍

Semoga suka dan selamat membaca ♡♡♡

Cinta dari Allah (Re-publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang