Saat ini, negeri ku sedang tidak baik-baik saja. Ibu Pertiwi ku punya banyak luka. Berbagai macam problematika anak bangsa, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin melarat. Wakil rakyat duduk manis diatas kursi empuk, berdasi dan menikmati ruangan ber-ac. Tapi gelandangan masuk penjara, katanya merusak estetika jalan semoga saja tak dianggap sampah masyarakat.
Sejak pagi kampus sudah ramai dengan ratusan mahasiswa dari berbagai jurusan. Hari ini akan jadi demonstrasi besar-besaran. Tidak hanya dari kampus almamater hijau tapi juga dari semua almamater di Kota Metropolitan kami tercinta.
Aku bukan aktivis, ini kali pertama bagiku. Hati ku tergerak sendiri melihat Ibu Pertiwi yang terluka, Ibu Pertiwi ku sedang menangis pilu.
Aku sengaja menggunakan rok lebar sebatas mata kaki agar leluasa bergerak (maklum tidak biasa pakai celana). Tali sepatu ku kencangkan sekali lagi. Doa dan zikir terus ku panjatkan untuk perjuangan panjang hari ini. Aku tahu hari ini tidak akan mudah, hari ini akan sangat panjang dan melelahkan sebab, yang akan kami hadapi bukanlah musuh melainkan saudara sendiri. Ini bukan perang fisik atau senjata, tapi hati yang akan tercabik-cabik hingga kedasar. Bismillah rahmaanir rahim... Ku rapatkan ransel ke punggung, berdiri tegak. Aku siap!
Jalan raya berubah menjadi lautan manusia. Tidak ada lagi nama universitas, yang ada hanya mahasiswa. Satu tujuan, satu rasa, satu perjuangan. Matahari semakin terik, suara para pemimpin perjuangan semakin membara, langkah kami semakin mendekati gerbang DPR, namun tak satupun wakil rakyat itu yang ingin menemui kami dengan lapang dada.
Keadaan mulai tak baik, matahari semakin panas, para aparat semakin merapatkan barisan, kami mahasiswa tak ingin kalah. Langkah ku semakin goyah, tubuh ku terhimpit diantara pejuang lain saat dorong mendorong antara aparat dan mahasiswa terjadi. Aku terpisah dari rombongan, entah dimana kawan-kawanku yang sejak tadi saling bergenggaman erat, saling menjaga. Aku seolah tersesat di keramaian, pasokan udara diparu-paru ku semakin menipis. Sepertinya wajahku mulai memerah dan tiba-tiba sebuah tangan menarikku sangat keras hingga keluar dari kerumunan yang menyesakkan.
"Lari..lari... Gas air mata..."
Suara teriakan menggema ditelinga. Tangan ku masih digenggam erat oleh seseorang dengan almamater merah. Aku berlari dibelakangnya, mengikut saja kemana dia akan menuntun ku. Tidak sekalipun dia berbalik, aku tidak tahu seperti apa rupanya.
Setelah berlari kencang tanpa tau kemana dan bersama siapa, ternyata dia membawaku memasuki sebuah masjid. Disana sudah banyak mahasiswa lain yang juga bersembunyi.
"Sembunyi disini" dia lantas kembali pergi setelah meninggalkan ku ditempat yang aman. Wajahnya hanya sepersekian detik ku tatap. Aku sedikit mengikuti langkahnya, ternyata dia kembali ke jalan melanjutkan perjuangan.
Dear Mas beralmamater merah, terima kasih sudah mengeluarkan ku yang hampir kehabisan nafas dari kerumunan pejuang aksi lainnya tadi. Terimakasih juga sudah membawa ku ke masjid untuk berlindung. Aku aman Mas, aku sudah di kos teman sekarang. Sekali lagi terima kasih, aku tidak sempat bilang langsung tadi karna kamu langsung pergi.
Dari ku, gadis almamater hijau yang kau tolong hari ini :')Hari kedua.
Ini hari kedua, aku kembali turun kejalan hari ini. Didalam tas sudah ku siapkan air minum untuk pasokan tenaga.
Layaknya hari kemarin, semangat juang para pejuang aksi tak kendor sama sekali. Masih dengan suara yang sama, masih dengan tujuan yang sama. Aku berdiri dibaris ketiga paling depan membawa spanduk berisi suara hati rakyat untuk para pejabat berdasi digedung mewah sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Almamater Merah
ChickLitBanyak kejadian dilapangan saat Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi. Banyak cucur keringat, ada juga yang berdarah. Tidak hanya kejadian pilu tapi juga ada kejadian lucu bahkan moment-moment manis saat para demonstran saling membantu satu sama lain...