Happy reading ♥
🥀
"Lama banget sih lo?! Dihukum apaan emang sama tuh pak kumis?" Gerutu Elen menatap sinis Adelie
"Banyak. Udah nggak usah ngerocos mulu deh! Mending beliin gue minum" Adelie beranjak menuju bangku yang berada di taman.
"Lo pikir gue babu lo? Ogah! Beli sendiri sono!" Kesal Elen sembari mengikuti Adelie.
"Pelit banget sih sama temen sendiri. Dosa tau" gerutu Adelie mengerucutkan bibir.
"Apaan dah bawa-bawa dosa segala" Elen paling tidak suka jika ada orang yang menyangkut - pautkan dengan kata 'dosa', karena ia benar-benar takut. "Minum apa?" Pasrah Elen membuat senyuman Adelie merekah.
"Apa aja!" jawab Adelie semangat. "Gue terpaksa ini" ucap Elen masih kesal terhadap sahabatnya ini.
"Nggak boleh gitu Elen. Kan harus ikhlas biar dapet pahala bukan dosa" ucap Adelie santai diakhiri cengiran yang memperlihatkan giginya. Tanpa dijawab, Elen segera beranjak menuju kantin. Jarak antara taman dan kantin tidak lumayan jauh, hanya terpaut 3 berapa meter.
Adelie menghembuskan nafas pelan. Diambilnya earphone dalam saku yang selalu ia bawa kemana-mana dan memasangnya ketika merasa bosan. Tapi kali ini ia tidak merasa bosan, sembari menunggu Elen ia mendengarkan musik lewat earphone. Suasana taman masih sepi, karena sekarang jam pelajaran belum selesai. Adelie sudah menebak, Elen keluar kelas untuk menemuinya seperti biasa jika salah satu dari mereka dihukum pasti selalu ijin keluar untuk menemani sisa waktu. Adelie sengaja tidak memasuki kelas. Ia hanya sedang malas bertemu buku yang berisi materi yang tidak begitu ia sukai, Kimia.
Adelie terlihat melamun teringat pada mimpi yang tadi menimpanya. Kenapa ia bermimpi begitu seram? Orang dalam mimpi membawa bunga yang biasa ia dapati dalam tasnya. Tapi mengapa orang dalam mimpi bermaksud untuk membunuhnya? Ia bergidik ngeri.
Dukk
"Awhh" Adelie memegang dahinya yang terkena sesuatu. Adelie mencari sesuatu yang tadi mengenai dahi berharganya itu. Sebuah kertas berwarna kuning dengan bentuk bundar seperti diremas. Ia mengambil dan membuka. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah batu kecil, mungkin agar kertasnya terisi beban dan tepat sasaran. Tapi ia berpikir, tepat sasaran? Memangnya kertas itu untuk dirinya?
'Ahh masa bodo' Ia segera membung batu kerikil dan membaca tulisan yang terpapar dikertas kuning.
' Jangan ditekuk terus tuh muka. Cantiknya hilang'
Adelie membaca berulang kali tulisan itu. Apa benar untuk dirinya? Adelie mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia mengernyitkan dahi indahnya bingung, tak ada tanda-tanda orang disekitarnya. Menghela nafas gusar, ia terus memandang kertas misterius itu.
Sebuah tepukan dibahunya membuat ia tersadar. Segera ia kantongi kertas kuning misterius itu. Ia berbalik dan mendapati Elen yang menyerngitkan dahi bingung.
"Itu apa?" Tanya Elen. Sebelum Adelie memasukan ke sakunya, Elen sudah melihatnya terlebih dahulu. "Bukan apa-apa" Elen hanya mengangguk, ia tak ingin memaksa Adelie untuk mengatakan, ia akan menunggu apa yang disembunyikan Adelie ketika Adel siap.
Elen menyerahkan botol dengan sedikit cemberut. "Ikhlas enggak nih?"
"Ya ikhlas lah dodol! Udah deh nggak usah mancing" Elen mendengus.
"Emang gue mancing apa? Lo kira gue lagi mancing ikan?" Elen hanya diam tak menanggapi Adelie. Hal itu membuat Adelie bingung. Tak biasanya Elen yang ia tahu selalu bicara entah apa yang dibicarakan kini terdiam. Intinya Elen tak pernah diam.
"Kenapa lo?" Tanya Adelie akhirnya. Elen hanya mendengus. "Gue tuh lagi sebel tau nggak sih?"
"Enggak tau" jawab Adelie polos. "Ihh tau ah" kesal Elen meninggalkan Adelie yang menatapnya melongo. "Eh--ehh tungguin gue!"
"Elen!"
🥀🥀
Berjalan menyusuri koridor dengan earphone yang masih tersemat di kedua telinga, Adelie berjalan beriringan dengan tenang merasa tidak terganggu dengan Elen yang berceloteh. Mereka tak memperdulikan sekitarnya seolah dunia menjadi milik mereka sendiri. Tanpa sadar ada seseorang yang menyeringai senang didepannya.
"Oops sorry gue nggak sengaja~" Bianca yang dengan sengaja menumpahkan minuman ke seragam Adelie yang menunjukkan raut seolah terkejut dengan menutup mulutnya yang tersenyum lebar.
"Lo!" Geram Elen, Adelie hanya menghela nafas lelah. Sudah biasa ia diperlakukan seperti ini oleh Bianca and the geng. Adelie hanya mengusap bahu sahabatnya yang kini tengah menahan amarah untuk tidak mencabik Bianca. Jujur Elen sudah sangat muak dengan sikap kekanakan Bianca, tetapi dengan keras ia mendengus kala merasakan usapan dibahunya.
"Lo sengaja sialan!" Elen menggeram kesal.
"Ihh~ Elen kok gitu sih? Kan gue udah bilang enggak sengaja" balas Bianca dengan nada selembut mungkin membuat Elen semakin muak. "Udah yuk guys, kita cabut aja" Bianca beranjak dengan mengibaskan rambutnya.
Elen menatap kepergian Bianca and the geng dengan sengit. "Liat aja lo Bia, gue bakal bales lo" ucap Elen selirih mungkin agar Adelie tidak mendengarnya.
"Udah biarin aja, gue nggak pa-pa kok. Nggak baik balas dendam, ntar dosa lho" Harapan Elen agar Adelie tidak mendengar pupus, ia mendengus dengan menarik tangan Adelie menuju toilet.
"Tuh kan nggak ilang nodanya! Kan udah gue bilang beli yang baru aja Adelie!"
"Udah si nggak pa-pa, orang nodanya dikit kok ini" kata Adelie disertai senyum. "Kalo beli lagi tuh namanya pemborosan Elen"
"Dikit apanya si Adelie, mata lo perlu di cek nih" kesal Elen berkacak pinggang. Adelie memutar bola mata malas.
"Udah ah! Ayo balik kelas" Elen menautkan alisnya kesal. "Lo tuh ya dibila--"
"Ekhem, kak... Ini buat kakak" ucapan Elen terputus melihat adik kelasnya memberikan paper bag pada Adelie. "Buat...gue?" Tanya Adelie bingung yang dijawab anggukan. Adik kelas itu tersenyum manis meninggalkan Adelie dan Elen yang kini mengernyitkan alisnya bingung.
'Seragam baru?' Adelie kembali mengalihkan pandangan pada Elen yang kini menaikkan alisnya bertanya.
🥀🥀🥀
Selamat menunaikan ibadah puasa✨
Jan lupa Vote and Comment 🙂
Thank you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Bunga
Jugendliteratur'Cantik. Seperti orangnya, yang lagi baca :)' Adelie Resha Lagi. Adelie menghembuskan nafas kesal. Pasalnya, ini sudah berkali-kali terjadi padanya. Ia mendapatkan bunga misterius yang entah dari siapa dan selalu menemukan didalam tasnya. Tasnya, bu...