Duk!
Bola basket yang terlempar dari radius sepuluh meter itu sukses membuat dahi lebar seorang cewek sakit. Beruntungnya, kacamata yang digunakannya tidak pecah atau tergores sedikitpun. Cewek yang memiliki nama lengkap Barbie Rosemary itu mengepal telapak tangannya, sementara matanya mengedar mencari orang yang baru saja membuat lengkungan tajam di dahinya.
"Siapa tadi yang lempar bola ke arah gue?" Introgasi Rose pada sekumpulan cowok yang merupakan tim basket di sekolahnya. Cowok bertubuh jangkung dengan kulit hitam manis terlihat menautkan alis. Rose jelas tahu bahwa ia adalah kapten dari ekstrakurikuler ini.
"Sorry sorry, gue sebagai ketua dari mereka meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Baros, cewek negro antik di SMA Kusuma Bangsa." Kapten tim basket yang bernama Marquez Fernando angkat bicara. Tubuh jangkung yang dimilikinya mengharuskannya sedikit menunduk karena lawan bicaranya jauh beberapa sentimeter darinya.
Rose berkacak pinggang, kepalanya dibiarkan mendongak sebisa mungkin. "Oh jadi lo biangnya. Lo tahu nggak? Yang Lo perbuat tadi tuh bikin dahi gue sakit. Lihat nih!" Rose menunjukkan benjolan kecil akibat lemparan bola tidak sengaja itu.
Marq melotot, ia tidak suka dengan sikap Rose yang terkesan melawan sosok yang paling dikagumi dan dipuja-puja oleh seantero sekolah. Ia hampir saja membuka mulut kembali, kalau saja seorang cowok yang daritadi sibuk menyimpul tali sepatunya tidak datang dan berdiri membelakangi Marq.
"Maaf kak. Sebenarnya saya yang salah." Cowok yang berperawakan sama seperti Marq namun berkulit putih menunduk sopan seraya meminta maaf atas perbuatannya.
Rose melongo. Mata coklatnya dengan bebas memperhatikan setiap lekuk yang ada di wajah cowok itu. Dari mulai mata sipitnya, alis hitamnya, hidung mancungnya, juga bibir tipisnya. Detik itu juga, Rose larut dalam ketampanannya.
"Kakak baik-baik aja?" Tanya cowok yang baru saja Rose ketahui namanya, yaitu Golden Richard. Tangannya mengibas-ngibas tepat di depan wajah Rose.
Merasa tak ada respon sama sekali dari Rose, Gold melirik teman-temannya, seakan memberikan pertanyaan mengapa cewek itu terdiam kaku seperti patung. Mereka hanya mengedikkan bahu, tanda tak tahu apa yang membuatnya menjadi demikian.
Marq lekas menyingkirkan Gold yang menghalanginya. Tangannya mengusap rambut yang sudah penuh dengan keringat, lalu berkacak pinggang.
"Barbie Rosemary! Kamu bolos kelas saya lagi ya!" Marq menirukan suara guru matematika yang terkenal killer dan paling ditakuti oleh para siswa, terutama Rose.
Seperti baru saja bermimpi buruk, Rose langsung terperanjat. Ia menunduk-nundukkan badan, meminta maaf. Mungkin ia tak tahu kalau ia sedang diusili oleh Marq.
"Maaf pak maaf."
"Maaf maaf. Selalu saja seperti itu. Sebagai hukuman, sebutkan perjanjiannya!"
Masih dengan posisi menunduk Rose menyebutkan tiga poin perjanjian yang dibuat oleh Pak Genta selaku guru matematika, teruntuk seluruh siswa yang diajarnya dan hanya disepakati oleh Pak Genta sendiri.
"Perjanjian. Satu, saya berjanji tidak akan bolos mengikuti pelajaran matematika. Dua, saya berjanji selalu mengerjakan PR tanpa menyontek. Tiga, saya berjanji selalu mendapat nilai minimal 70 setiap ulangan. Jika ketiga perjanjian tadi tidak dipatuhi, saya menerima konsekuensi meresume materi dalam satu bab." Rose berkata lantang, membuat Marq dan teman-temannya menahan tawa. Marq memang pandai dalam menirukan suara seseorang, maka tidak heran kalau Rose percaya bahwa cowok yang di depannya kini adalah Pak Genta.
"Baik! Sekarang balik kanan, lalu kembali ke kelas. Cepat!" Perintah Marq pada Rose yang langsung dilaksanakan oleh Rose. Sejurus kemudian, cewek itu berlari terbirit-birit meninggalkan sekumpulan cowok yang tawanya meledak karena aksi konyol Marq.
Diantara empat cowok yang ada di lapangan, hanya Gold yang tidak ikut tertawa. Bukan tidak punya jiwa humoris, tapi karena ia tidak tertarik dengan adegan tadi. Lebih tepatnya, ia tidak suka Marq mengusili Rose.
"Marq, kasihan tahu anak orang digituin. Dia sampai gemetaran, nyangkanya beneran aja." Celetuk Gold pada Marq yang masih tertawa terbahak-bahak.
Kynan, yang juga sama terbahaknya, menepuk pundak Gold. "Goldi, Goldi. Lo nggak usah so kasihan sama si Baros. Dia udah biasa digituin. Ibaratnya, udah jadi santapan sehari-harinya." Kynan, yang merupakan kakak kandung dari Gold kembali melanjutkan tawanya.
Gold bersedekap, ia menggelengkan kepala melihat tingkah kakak-kakak kelasnya sekaligus teman akrabnya.
***
"Kenapa lo?" Tanya Jennie, sahabat Rose yang paling pintar diantara ketiganya. Walau memiliki wajah jauh dari kata cantik, setidaknya ia memiliki kelebihan yang membuat namanya dikenal oleh warga sekolah. Jennie pandai dalam bidang akademik, sudah tak terhitung jumlahnya piala yang terpampang di sekolah dan rumahnya karena kejuaraan yang diraihnya. Ciri khas Jennie adalah rambut dikepang dua dengan aksen pita yang mengikatnya dan poni yang menutupi dahinya.
"Palingan dia nggak punya duit." Sahut Lisa, sahabat Rose yang handal di bidang olahraga. Ciri khas tomboy yang dimiliki oleh Lisa membuatnya terlihat lebih mencolok di mata orang-orang. Rambutnya selalu ia kuncir seperti ekor kuda, lengan seragamnya dilipat dua, dan sneakers kusam yang setiap hari dikenakannya adalah setelan andalan Lisa.
Jujur saja, kelebihan yang dimiliki oleh sahabatnya sempat membuat Rose minder. Pasalnya, ia tak punya kelebihan yang bisa menutupi kekurangannya. Pintar di bidang akademik? Tidak. Pintar di bidang non akademik? Tidak juga. Memiliki wajah dan tubuh sempurna? Apalagi. Beruntungnya, sahabatnya tidak pernah mempermasalahkan hal itu sehingga Rose merasa nyaman berada di dekat mereka.
"Gue tadi kena omel Pak Genta lagi di lapangan." Sahut Rose, dadanya naik turun, ia masih mengatur nafasnya yang tidak karuan.
Jennie langsung menautkan alis, sementara Lisa tidak berkutik sama sekali. "Tunggu, tunggu. Bukannya Pak Genta nggak masuk ya hari ini? Kata wali kelas kita, beliau sakit udah tiga hari."
"Emang iya?" Lisa memasang tampang bodoh. Maklum saja, Lisa tidak pernah update mengenai guru-guru yang masuk atau tidak. Bahkan, ia juga tidak hapal nama-namanya.
Jennie menggeplak kepala Lisa, namun Jennie yang meringis kesakitan karena kepala batok milik Lisa. "Makanya, lo kalau lagi di kelas tuh jangan molor mulu. Jadi kudet kan."
Rose masih mencerna perbincangan mereka, sedetik kemudian cewek itu menggebrak meja, berdiri dari kediamannya. "Sial! Gue dikerjain lagi sama Marq." Ia mengepal kedua tangannya dan menghentak-hentakkan kaki ke lantai. "Awas aja kalau ketemu. Gue bakal cabik-cabik mukanya terus gue kasih buat tumbal di Gunung Hejo."
"Maksud lo Marq pacar gue? Lo dikerjain sama dia?" Tanya Jennie. Sejak kelas X, ia memang sudah menyukai Marq. Ia selalu mencuri pandang setiap kali Marq sedang bermain basket. Saking kepincutnya, dinding kamarnya dipenuhi oleh potret diri Marq yang diambil secara sengaja oleh Jennie.
"Nggak usah kepedean lo." Lisa, yang tidak tertarik dengan cowok berucap sinis pada Jennie.
"Ish, udah udah. Pokoknya gue kesal banget sama si Marq. Padahal kan tadi gue baru ketemu sama pangeran." Rose melamun, memikirkan wajah cowok yang baru ditemuinya tadi saat di lapangan.
"Pangeran?" Sontak keduanya membelalakkan mata, nada bicaranya yang keras membuat seisi kelas menoleh ke arah mereka. Keduanya hanya nyengir kuda dan mulai mengintrogasi kembali.
"Pangeran siapa? Pangeran William? Pangeran Philip? Atau siapa?" Tanya Jennie antusias.
"Namanya Golden Richard." Ucap Rose sedikit pelan, malu terdengar oleh teman-teman sekelasnya.
Belum selesai Jennie dan Lisa bertanya lebih lanjut, tiba-tiba saja kelas yang mendadak hening berubah histeris. Suara pekikan cewek terdengar sampai keluar. Membuat ketiga cewek itu lekas bangkit dari kediaman dan menghampiri area keributan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RoseGold
Ficção AdolescenteCewek dengan segala kekurangan bernama Barbie Rosemary yang menyukai seorang cowok famous di sekolahnya, Golden Richard. Berawal dari kejadian tak sengaja yang menimpa Rose, ia mulai menaruh hati pada Gold yang berstatus adik kelas. Segala cara dil...