Insiden

513 0 0
                                    

Setelah menampar bajingan itu, pada akhirnya aku tetap masuk ke rumah Nonna Moretto. Membayangkan harus diseret menggunakan mobil polisi, dan mengacaukan reputasiku sendiri seolah aku adalah turis gila yang mengacau di rumah penduduk lokal, membuatku berpikir ulang jika harus berurusan dengan kantor polisi.

Aku masih membutuhkan satu-satunya hal yang bisa menegakkan kepalaku di hadapan keluarga Russel. Nama Baik.

Rumah mungil Nona Moretto ternyata tidak sekecil kelihatannya dari luar. Sebuah tangga menuju ruang bawah tanah langsung menyambut kami begitu memasuki bagian dalam rumah. Tangga kayu yang mulai berderit itu membawa kami turun jauh ke bawah tanah.

Ruangannya remang oleh temaram cahaya bohlam kuning. Beberapa lilin yang menyala bahkan terlihat bertengger diatas perapian yang tidak digunakan. Karpet merah membentang diatas ruang tamunya yang sederhana, menutupi lantai kayu yang kini ku pijaki.

Keseluruhan rumah yang menggunakan material kayu dan pencahayaan yang temaram, membuat suasananya jadi terasa nyaman, hangat dan cantik.

Ketika aku sedang menikmati keindahan ruangan ini, sebuah pintu diujung ruangan berayun terbuka. Wanita tua yang tadi mengusirku, muncul dari balik pintu itu. Matanya membelalak, lalu dia berteriak dengan histeris. "Apa yang sedang kau lakukan disini?"

"Nonna Moretto, perkenalkan dia murid barumu." Laki-laki itu yang menjawab untukku. Dia mengulurkan tangannya meremas bahuku kemudian menatapku kebawah sambil tersenyum. Sama sekali tidak pada mata Nonna Moretto yang membelalak marah.

Apa aku sudah bilang matanya sangat lebar?

"Dia hanya turis bodoh yang tersesat. Dia murid baru si jalang itu! Jika kau tidak mengeluarkannya dari rumahku, kau juga tidak boleh mengikuti kursusku lagi!" Dia berteriak sangat keras, sambil menunjuk-nunjuk kami menggunakan pisau.

Ya, dia sedang memegang Pisau. Dan ya, dia mengatakan pria itu tidak boleh mengikuti kursus lagi.

Astaga, jadi dia juga hanya tamu di rumah ini tetapi berlagak seperti tuan rumah?

Aku menoleh kearahnya dengan gigi terkatup rapat, meminta penjelasannya tetapi dia tidak sedang melihatku.

"Sayang sekali, padahal aku hanya ingin membantumu. Gadis ini menghancurkan pot bungamu. Petuniamu kini mati."

Nonna Moretto membuka mulutnya, mendengar penjelasan lelaki itu. Pundaknya naik turun karena terengah-engah oleh amarah, dan kurasa sekarang dia benar-benar siap membunuhku dengan pisaunya. Dia mengambil langkah panjang-panjang mendekati kami sambil mengatakan sesuatu dalam bahasa Italia yang tidak aku pahami.

Aku gelagapan dan langsung bersembunyi di balik punggung bajingan sialan yang sudah menjebakku ini. Aku menarik-narik kemejanya sambil berteriak histeris saat Nonna Moretto mengulurkan pisaunya melewati lengan pria itu, hendak melukai wajahku.

"Mati kau, Mati!" Pisau Nonna Moretto kini hanya berada beberapa inci dari mataku.

"Nonna Moretto tenanglah, astaga kau bisa melukainya!" Lelaki itu mendorongku semakin dalam kebelakang tubuhnya, berusaha menengahi kami. Akan tetapi, dia kalah cepat. Pisau Nonna Moretto berhasil menyambar lenganku.

Pemuda itu terbelalak. Sama halnya denganku. Dia lalu meraih pergelangan tangan Nonna Moretto dan mencengkeramnya dengan kuat. Begitu ia berhasil merebut pisau dari tangan Nonna Moretto, ia membuang benda itu jauh-jauh dan meletakkan tangannya di lengan kiri dan kanan Nonna Moretto.

"Dengar, jika kau ingin bisnismu berjalan dengan baik, kau harus memperlakukan setiap orang dengan baik pula. Bisnis adalah tentang hubungan baik dengan semua orang. Dan dia tidak hanya bisa mati karena pisau itu, tetapi juga serangan panik!" Lelaki itu menoleh menatap lenganku selama sepersekian detik, dan bisa kulihat penyesalan di wajahnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 02, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Funnymoon Where stories live. Discover now