Pertemuan

345 23 4
                                    

Tenggorokanku kering. Kering sekali.

Apa karena terik matahari di Bangkok siang ini terlalu panas? Mungkin.

Aku berjalan ke dalam sebuah swalayan kecil terdekat, beniat untuk membeli minuman kecil penghilang dahaga dan beberapa makanan ringan lainnya.

"Rasa jeruk, strawberry atau apel ya" batinku bingung.

Akhirnya aku sampai juga untuk berdiri di depan mesin pendingin minuman setelah sebelumnya aku sibuk memilih beberapa makanan ringan favorit untuk kubeli. Aku masih berkutat dengan batinku untuk menentukan rasa apa yang akan kupilih. Tapi dengan tidak terduga, aku menangkap sesuatu yang janggal. Ekor mataku menangkap gerak-gerik seorang pria bertopi yang bertingkah mencurigakan.

Hal itu berhasil membuat fokusku terbelah dan kini aku menjadi lebih tertarik untuk memperhatikan tingkah mencurigakan pria itu. Dari jauh, aku bisa melihatnya dengan jelas ia seperti tengah memeriksa keadaan sekitar dan akhirnya mengambil satu bungkus rokok yang paling ujung.

Karena masih penasaran dengan tindakannya, akhirnya daftar minuman pilihanku benar-benar kuabaikan. Aku kini mulai berjalan menguntit pria itu. Batinku berharap ia berjalan menuju kasir, membayar rokoknya, maka urusan selesai. Namun disisi lain, batinku bisa menduga bahwa aksinya sudah bisa kutebak.
Benar saja. Ia berjalan melewati kasir swalayan yang masih saja tersenyum ramah pada si pria pencuri itu. Kasir swalayan itu tidak mengetahuinya.

"Pencuri" gumamku.

Aku kemudian menaruh kantung belanjaanku. Sekarang kakiku semakin melangkah mengikuti pria itu. Aku juga tidak tahu sudah langkah keberapa aku mengikuti si pria bertopi misterius ini. Jika saja otakku tidak dibungkus dengan seluruh pradugaku kepada pria itu, maka dari itu aku tidak akan menguntitnya seperti ini.

Tidak ada yang mencurigakan lagi, semua normal. Ia mulai merokok dan menikmati hasil curiannya itu.
Sejauh ini tetap tidak ada yang mencurigakan. Tidak ada hingga saat aku melihat pria itu beraksi seolah menabrakan tubuhnya pada seorang pria paruh baya yang berjalan berlawanan arah dengan dirinya. Ia menubrukkan bahunya cukup keras dam membuat pria yang lain berhenti berjalan dan berbalik.

"Oh phom khothod khab*" kata pria itu.
Akhirnya aku bisa mendengar suara si pencopet itu meminta maaf.

Awalnya pria paruh baya itu menampilkan ekspresi kesal saat ditubruk begitu. Namun sekejap amarahnya mereda dan ia membalas dengan anggukkan ketika pria bertopi misterius itu meminta maaf. Alhasil, pria paruh baya itu lebih memilih kembali melanjutkan kegiatan berjalan tanpa memperbesar masalah.

Tapi tunggu.

Praduga ku belum selesai.

Pria bertopi misterius itu..

Cukup, aku benar-benar muak ketika melihat pria itu berjalan sambil memasukan dompet tebal kedalam sakunya. Dompet yang berhasil ia ambil dengan diam-diam dari seseorang yang ia tabrak barusan.

"Pencuri!" tanpa rasa malu aku berteriak sambil menunjuk ke arah si pencuri sialan itu.
Sontak semua orang mengaihkan pandangannya kepadaku, termasuk si pria tua tadi.

Dengan segera aku menghampiri pria tua itu membuat dia begitu kebingungan.

"Tuan. Pria itu mencuri dompet anda"

Aku masih menunjuk orang itu. Di dalam hatiku, aku tersenyum penuh kemenangan melihat si tuan misterius itu mulai kelabakan karena ia menjadi pusat perhatian. Ia langsung berlari mengelabui semua orang yang memperhatikannya. Orang-orang mulai terpengaruhi oleh kalimatku dan dengan geram mereka mengejar pria itu. Termasuk aku. Karena aku terlanjur kesal dengan pria itu dan aku ingin lihat bagaimana pria itu ditindaklajuti nantinya.

Namun apa daya, aku perempuan. Berbeda dengan sekelompok orang yang masih berusaha mengejar pria itu. Aku kalah cepat dan tertinggal jauh di belakang. Dengan nafas terengah aku kini mulai menurunkan kecepatan sampai akhirnya aku hanya berjalan kaki.

"Hah. Menyebalkan" gerutuku kesal.

Bodohnya, otakku tak sinergi dengan motorikku. Hingga beberapa menit kemudian aku baru menyadari dan bertanya-tanya.

"Ini dimana?" kataku sambil menoleh memperhatikan lingkungan asing ini.

Tempat ini benar-benar benar baru bagiku.
Sempit, kumuh, kotor dan usang. Pokoknya tidak layak huni.
Astaga, bagaimana bisa aku tersesat di tempat seperti ini?
Wajahku meringis, semua bulu kuduk di tengkukku berdiri seolah memberi peringatan kepada instingku kalau aku berada di tempat yang tidak seharusnya kupijak.

Kakiku terus berjalan, hatiku berharap aku bisa menemukan jalan keluar.
Sayangnya, Dewi fortuna tidak memihak padaku.
Aku malah menemukan jalan buntu. Tembok tinggi melintang memblokir jalanku.
Aku mendongak meratapi betapa tingginya tembok itu. Seandainya itu tidak terlalu tinggi, mungkin aku bisa mencoba memanjatnya.

"Mencari jalan keluar nona?" tanya seseorang. Suaranya menginterupsi indera pendengaranku.

Dengan sigap aku berbalik. Sungguh detik itu juga aku merasa seolah seluruh darah yang mengalir di dalam tubuhku membeku.

Ini serius.

Aku sangat terkejut melihat seorang pria berdiri di hadapanku. Sorot matanya menatap tajam padaku, aku bisa melihat dengan jelas terdapat warna kebencian yang teramat pekat.

Aku berjalan mundur, pria itu melangkah maju. Bulu kudukku semakin berdiri dan aku semakin merinding. Rasanya aku ingin teriak.

Ya teriak saja.

Tetapi sialnya, aksiku gagal karena ia langsung membekapku dengan kasar dan sangat erat.
Ia menatapku tajam.
"Diam atau kuperkosa sekarang juga" ancamnya.
..

*phom khothod khab : saya minta maaf.
.
.
.
Next: Pemerkosaan

LOVE SINNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang