Ayahku bilang, dunia itu sementara. Aku akan kekal di dalam neraka.
Sinar lampu itu terasa sangat menyilaukan. Kau tahu rasanya? Mereka masuk ke dalam pupilku dan menyakiti retinaku.
Ditambah lagi dengan keberadaan kedua pria itu. Pria dengan stelan baju dinasnya yang cukup rapi dengan sebuah logo khas kepolisian menempel di seragam mereka."Sebutkan siapa saja yang menjadi korban pembunuhanmu?" ujar salah satu pria itu.
Sekarang apa kau bisa menebak siapa aku?
Posisi dudukku tetap rileks. Tak ada rasa takut terhadap tua itu.
Aku menatap dengan santai seolah mereka bukan menginterogasiku, melainkan berbincang santai di sore hari.
Aku bisa menangkap bagaimana kedua polisi itu menatapku. Mereka menungguku.Aku menegakkan tubuhku seraya lidahku mulai melafalkan 10 nama yang mereka tunggu.
Satu polisi mendengarkanku dengan seksama dan satu polisi lagi seperti sedang mengecek sesuatu dengan dokumennya.
Mereka tertegun. Mengagumi seorang pembunuh bayaran yang sudah merenggut 10 nyawa. Aku merasa bangga pada diriku kemudian.Namun, sedetik kemudian aku seperti merasa jantungku berhenti berdetak, darah tak mengalir lagi di dalam saluran pembuluh, syaraf dan ototku melemah ketika salah satu dari pria itu berkata,
"Kau membunuh istrinya, dan memperkosa anaknya"
**
Bangkok, 7 November 2012.
Aku ingin merokok. Tunggu apa lagi? Ambil, masukkan kedalam saku dan pergi.
Semudah itu untukku.Aku menolehkan pandanganku memeriksa keadaan sekitar, siapa tahu ada yang memperhatikanku diam-diam. Siapa tahu..
Sebagaimana mataku menangkap, hasilnya nihil. Tak ada orang disana.
Tentu saja ini adalah kesempatan baik untukku melakukan aksi bebalku.Dengan gerakan lihai dan santai, tanganku meraih salah satu bungkus rokok favoritku, yang warna abu, kadar nikotin paling tinggi.
Aku mulai memasukkan si kesayangan itu masuk ke dalam saku jaket kumalku.1 detik
2 detik
3 detik
Hingga detik ke 5.Sepertinya aku selamat.
Tuhan tak mengirimkan seseorang untuk menangkap pencopet handal sepertiku ini.
Aku menyeringai tipis sambil menarik topiku turun, hingga semakin menutupi wajahku.
Walau wajahku hampir tertutupi, untuk sekedar melihat jalanan yang kupijak, aku masih bisa melihatnya.
.
.
.
Next: Pertemuan