Prologue

33 1 0
                                    

Dea Tisan.

Adakah dari kalian yang pernah mendengar nama dua kata ini? Kurasa tidak. Jujur saja, menurutku, mungkin nama Dea terasa tidak asing. Ada teman kenalanku yang bernama Dea. Hanya saja, bukan Dea Tisan.

Aku adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga ini. Akan ku perkenalkan kepada kalian bagaimana rupa ayah dan ibuku.

Aku tidak akan bicara banyak, hanya saja, aku sangat menyukai mata hazelnut ayahku. Entahlah, dia mendapatkannya dari kakekku. Mereka berdarah Perancis. Namun, sekalipun begitu, aku sama sekali belum pernah menginjakkan kaki disana. Mereka adalah keluarga yang luar biasa.

Ibuku berdarah asli Indonesia dan aku mewarisi kulit kuning langsatnya, berbeda dengan kakakku yang merupakan cerminan ayahku sendiri. Benar-benar mirip.

Aku tidak punya kembaran.

Aku punya satu kakak--yang rupanya seperti ayahku, dan mungkin separuh ibuku. Sejujurnya, dia sangat keren, walaupun aku masih sedikit belum tega untuk menyampaikan hal gila itu di telinganya, secara langsung. Dia terlalu cepat mengakui hal seperti itu sebagai pujian untuk dirinya sendiri, entah wajah rupawan, gigi yang tersusun rapi, atau apapun yang merujuk ke "Bagaimana tampannya diriku?" Ah, itu hanya membuat ia bahagia sesaat saja.

Banyak yang bertanya, "Kenapa namamu Dea Tisan? Apakah orang tuamu tidak memiliki nama yang bagus untuk anak perempuan mereka?" atau "Dea Tisan? Aku belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. Dari mana asalmu sebenarnya?"

Singkat saja, dua pertanyaan klasik itu mungkin tidak tahu kapan diri mereka akan berhenti.

Anggaplah itu sebagai 'pemanasan', sebelum aku memulai perjalanan panjangku disini.

Umurku tidak jauh berbeda dengan kalian--yang sedang duduk atau bahkan sembari menikmati senja sambil membaca tulisan ini. Jika kalian berpikir sosok diriku, Dea, mungkin sudah berumur dua puluh atau tiga puluh tahun ke atas, selamat, kalian harus mencoba terjun kembali ke duniaku, dari awal bagaimana mulanya.

Akan ku beri kalian waktu untuk berpikir--tidak usah berlebihan, hanya umurku.

Kesendirian bukan semata-mata kesukaanku satu-satunya. Banyak hal yang sebenarnya juga merupakan alasanku untuk tersenyum dan melupakan sejenak masalah yang rasanya saling tumpang tindih di kepalaku.

Sederhana saja, aku tidak akan meminta banyak pada kalian, siapapun yang membaca ceritaku.

Ini hanya sekadar jurnal dan mungkin sedikit curhatan hati tentang bagaimana hidupku yang terlahir di keluarga biasa tetapi memiliki orang tua dan kakak yang luar biasa.

Jika kamu sudah disini, artinya kamu siap untuk membaca serta ikut terjun menyelami bagaimana kehidupanku yang pada dasarnya begini-begini saja, tidak ada perubahan yang mungkin saja bisa menggemparkan dunia.

Selamat tertawa dan menangis, selamat menyeberangi lautan hidup seorang Dea Tisan.

Semoga dengan adanya kalian, cerita ini akan menemui jalan kebahagiaannya sendiri, berdiri tegak layaknya pohon gersang yang tidak tahu kapan daun akan kembali menyelimuti dahannya.

Seperti aku yang selamanya tidak akan melepaskan duniaku.


Dea Tisan, 1999.

Dea TisanWhere stories live. Discover now