"hyuck, bagaimana? ini sudah lewat seminggu, kau tidak jadi pindah ke tempatku?" jaemin bertanya saat keduanya makan siang bersama di kantin.
donghyuck sedang mengunyah makanan, pipinya penuh macam tupai yang menyembunyikan kacang menjawab dengan gelengan. sebelum jaemin sempat melontarkan kalimat balasan, pemuda yang kini memakai hoodie hitam itu mengangkat tangannya memberi gestur pada jaemin untuk tidak menyela. setelah menelan makanannya dia mulai berbicara.
"aku pindah ke tempat bibiku, na. dia dan anaknya yang dari busan pindah ke seoul dan menyewa apartemen tak jauh dari sini."
mata jaemin memincing.
"bibi dan sepupumu itu... tidak menyiksamu kan?"
"tenang saja. mereka sangat baik kok! kau tidak lihat pipiku ini." donghyuck menangkup pipinya lalu menggerakan-gerakan tangannya di atas permukaan gembul itu. "baru satu minggu tinggal dengan bibi beratku sudah naik dua kilo!"
jaemin justru tertawa lalu ikut memainkan pipi gembul donghyuck. "baguslah kalau begitu. setidaknya kau tak perlu lagi berhadapan dengan bajingan itu dan kena pukul."
"jaem." donghyuck menyebut nama sahabatnya dengan nada tidak suka. "bagaimanapun dia tetap ayahku, aku tidak suka kau menyebutkan seperti itu."
mendengus, tidak ada sedikitpun niat untuk meminta maaf. bagi jaemin pria paruh baya itu memang pantas disebut bajingan, siapa saja yang menyakiti mahluk semanis, semenggemaskan dan selovable donghyuck tak ubahnya bajingan juga orang paling brengsek di dunia karena lihatlah donghyuck... bagaimana orang-orang itu tega melukai orang sebaik anak itu?
"omong-omong hyuck... aku tadi melihat siswa panas memasuki kelas si brengsek mark."
"jaemin, kau sudah mengumpat dua kali di depanku."
"mereka pantas di sebut seperti itu!" sahutnya sembari menggebrak meja. sama sekali tidak peduli jika mereka berdua menjadi pusat perhatian karena tingkahnya barusan. "ohya, awas saja ya kalau kau masih mengejar-ngejar dia! aku tak akan merestuimu!"
memutar bola matanya, meski berlagak tidak peduli... ada sebagian kecil, sangat kecil di sudut hati pemuda pemilik kulit seindah karamel ini yang merasa tak rela. dia sudah mengejar mark sangat lama, semua perjuangannya akan sia-sia jika dia berhenti di sini. tapi apa mau dikata? pun sebenarnya tanpa jaemin halangi dia juga akan tetap berhenti karena mark sendiri yang sudah memintanya.
hatinya sudah pemuda itu hancurkan.
asal kalian tahu.. sebelum ini, seumur hidup donghyuck hanya ada satu hal yang mampu membuatnya menangis tanpa air mata, rasa sesak yang mencekik dan suara yang menghilang entah kemana.
yaitu, kematian ibunya.
lalu mark menambahnya dengan kalimat penolakan yang pemuda itu berikan.
"...hyuck? lee donghyuck!"
"uh, ya? kau bilang apa tadi?"
jaemin mendengus. "kau melamunkan apa sih?! jangan bilang si alis aneh itu?!"
menghela napas donghyuck menggelengkan kepalanya meskipun faktanya apa yang dikatakan jaemin benar. donghyuck tidak mau membuat jaemin makin mengamuk jika tahu yang sebenarnya, maka dari itu berusaha mencari objek untuk mengelabui sahabatnya.
"na... sejujurnya aku memikirkan siswa panas yang kau maksud. apa orangnya berkululit tan?" dahi donghyuck mengerut lalu tersenyum melihat seorang siswa dengan rambut mintnya yang mencolok menatapnya dari balik kaca kantin.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.