Suasana kelas 11 IPS 5 terlihat tenang dengan guru yang berdiri sembari menjelaskan perihal sesuatu.Suara yang terdengar hanyalah suara dari wanita tersebut. Para siswa-siswi tidak ada yang berani angkat bicara.
Bagaimana tidak? Wali kelas mereka—Puspa—tengah mengeluarkan amarahnya, akibat sesuatu hal yang tak terduga.
Iqbal, baru saja merusak pintu kelas yang padahal sudah beberapa kali diperbaiki. Tentu saja hal itu membuat Puspa marah, karena memang kelasnya terkenal disiplin, rapi, dan penuh inspirasi. Tetapi itu semua seakan kacau akibat ulah siswa tersebut.
"Sekarang Ibu gak mau tau, orang tua kamu harus datang besok!" Telunjuk Puspa mengarah ke Iqbal. Pemuda itu hanya tunduk melihatnya.
Karena merasa diabaikan, Puspa milih mengeluarkan jurus andalannya, Piang. Ya, seperti itulah para siswa-siswi SMA Pejuang memanggilnya. Jurus yang berupa tamparan pedas itu langsung mengenai pipi Iqbal, membuatnya menoleh dengan cepat.
"Kalian harus jaga kelas ini! Ibu udah berapa tahun ada disini, baru kali ini ada yang berani merusaknya! Kalian mau ganti semuanya?! Hah?! Aquila Aurel! Devan! Kalian mau?!" tanya Puspa tajam sembari menunjuk tiga murid yang hanya tertunduk.
"Heran saya." Puspa mendengus kesal. Ia hendak melangkah keluar, tetapi terhenti sebab teriakan seorang siswi yang duduk paling pojok dekat jendela.
"AAARRGHH!"
Sontak saja teriakan itu menuai perhatian semuanya. Melihat apa yang dilihat oleh gadis itu, lantas saja beberapa gadis juga berteriak gaduh.
Disana, tepatnya di jendela, terdapat cipratan merah pekat yang diyakini darah karena tercium bau anyir yang pekat. Puspa yang melihat itu juga seketika shock, sembari berusaha menghentikan kegaduhan.
Hanya beberapa orang yang terdiam di tempat sembari menatapi cipratan darah yang diduga berasal dari luar.
Aquila, Aurelia, Devan, dan Arkan.
Keempat remaja itu hanya diam sembari menahan napas. Melihat warna merah pekat itu hendak membuat perut mual.
"Rel, itu ada apa?" tanya Devan pada Aurel yang posisinya dekat dengan dirinya.
Aurel menaikkan kacamata bulatnya yang sedikit turun kemudian menggeleng. "Gue gak tau. Yang pasti, itu darah."
Aurel menoleh ke belakang, dimana Aquila berada. Gadis itu juga sama dengannya yang hanya terdiam. Mereka terkejut, sangat terkejut.
Siapa yang tidak kaget bila mendapati darah yang tiba-tiba muncul? INI DARAH.
"Fit!" panggil Arkan pada gadis sedari tadi memegangi perutnya yang mual.
Fitri mendongak, menatap Arkan penuh tanya. "Kenapa?"
"Suruh Dedy diemin anak-anak. Gue mau ke Aurel dulu." Arkan beranjak dari kursinya kemudian menuju ke bangku Aurel.
"Rel, itu darah 'kan?"
Aurel mengangguk dengan raut wajah panik.
Saat suasana tengah ribut-ributnya, tiba-tiba saja keadaan hening saat sebuah batu bata memecahkan kaca jendela. Batu itu berasal dari luar, dilempar dengan keras.
"AAARRGHH!"
"Ck, DIAM! DIAM DULU BISA GAK, SIH?!" pekik Jesika yang sudah tidak tahan pada keributan itu.
"Eh, itu ada suratnya!" seru Riri sembari menunjuk batu yang berada di samping wali kelas mereka.
Puspa menoleh. Ia mengambil surat yang terikat pada batu itu.
"Bu, coba sini saya liat," ujar Aurel membuat Puspa langsung memberi surat itu.
Aurel membuka surat itu secara perlahan. Keadaan hening seketika, semuanya menanti kabar dari gadis tersebut.
Tetapi, isi surat itu malah membuat Aurel menahan napas, menahan rasa keterkejutan dan ketakutannya. Jantungnya seketika berdetak dengan cepat, dengan keringat dingin bergerak turun melewati pelipis. Ia menatap sekelilingnya kemudian menunjukkan isi surat itu kepada semuanya.
Aquila membaca isi surat itu dengan nyaring.
"Kalian semua harus mati. Memang ini misinya. So, wanna play with me?"
***
Jadi kita bakal mengangkat genre thriller sebagai cerita pertama! Yeayyyyyy!
Vote dan komen jangan lupa wkwkkw
See u all❤️
-TinAyu✨
KAMU SEDANG MEMBACA
The Terror Of School
Mystery / ThrillerBerawal dari hilangnya satu persatu siswa-siswi SMA Bangsa dan juga sang primadona sekolah yang hilang tanpa jejak, menyisakan tanda tanya besar di benak seluruh warga sekolah, terutama Aquila, Aurel, Devan, dan Arkan. Rasa penasaran mengawali semu...