Mata Aurel terbuka dengan cepat. Napasnya tidak beraturan dan keringat turun dari pelipisnya. Ia menoleh ke kanan, mendapati Aquila yang sama dengannya."La, lo mimpi buruk juga?" tanya Aurel dengan napas yang masih terengah-engah. Detak jantungnya masih belum beraturan dan saling berpacu.
Aquila mengangguk kemudian mengambil air minum di nakas. Ia meminumnya secara perlahan dengan tangan yang masih mengelap keringat. "Gila, sih." celetuknya begitu selesai. "Gue mimpi aneh banget, sumpah. Masa' ya, Bu Puspa marah-marah terus tiba-tiba ada darah terciprat di jendela. Gak masuk akal!"
Mendengar hal itu, tubuh Aurel menegang seketika. Ia tidak menyangka hal itu terjadi pada Aquila. "Lo juga? Gu-gue juga mimpi itu!"
Aquila yang hendak kembali minum akhirnya terhenti gerakannya saat mendengar Aurel bicara hal yang tidak masuk akal. Ia menatap gadis itu serius kemudian kembali bertanya, "Lo serius?
Kok mimpi kita sama?"
***
Bel istirahat bagaikan surga di tengah-tengah kesibukan belajar beberapa jam yang sangat menguras otak dan tenaga. Oleh karena itu, begitu bel istirahat dikumandangkan, dengan sangat cepat para murid kelas 11 IPS 5 berbondong-bondong menuju kantin untuk menyegarkan jiwa dan raga. Begitu juga dengan Aurel, Aquila, Devan, dan Arkan. Keempat remaja itu terus melangkah menuju kantin dengan sesekali tertawa dikarenakan lelucon yang dibuat Arkan.
"Arkan, lo itu gila atau apa sih—"
"ARRGHHH!"
Perkataan Aquila seketika terpotong oleh teriakan nyaring yang berasal dari arah sebelah kanan kantin. Dengan gerakan cepat keempat remaja itu segera menuju ke sana untuk mencari tahu.
Sesampainya disana, ternyata sudah banyak orang yang datang untuk melihat, sehingga keadaan sekitar pun sangat ramai.
"What the—" Aurel seakan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat sekujur mayat kaku yang sudah dibalut oleh darah dan beberapa belatung yang mengerubunginya. Baunya sangat busuk, membuat beberapa siswi muntah karena tidak tahan. Bau anyir yang masih menyeruak keluar membuat Aquila nyaris muntah.
"Jangan muntah di sini, La. Malu," celetuk Arkan membuat Aquila melotot padanya.
"Rel, Rel, Rel, lo jangan sinting!" Devan berusaha mencegah Aurel yang mulai dikerubungi oleh rasa penasaran yang akut. Si gadis berusaha mendekati mayat tersebut, kendati sudah ada beberapa polisi yang datang untuk menyelidiki. Para guru berinisiatif untuk menyingkirkan orang-orang—yang tidak berkepentingan—yang ada di sana.
"Awas, Dev! Gue mau liat!" seru Aurel keras kepala bersikukuh untuk tetap melanjutkan niatnya.
"Ya ampun, Rel. Lo tahan banget! Gue aja udah mau muntah ini!"
"Udah diam, deh, La. Lo kalo tetap ngomong, ntar makin muntah lho!" sela Arkan yang melihat wajah Aquila makin memucat.
"Dev, lo liat itu gak?" tanya Aurel seraya menunjuk sesuatu di tubuh mayat.
"Apa?" Devan mendekat untuk melihat apa yang ditunjuk oleh Aurel.
"Itu ada sesuatu—"
Perkataan Aurel terpotong begitu presensi badan besar berdiri di hadapannya sehingga menutupi mayat. Aurel sedikit mendongak untuk melihat seorang polisi yang bertubuh tegap dengan wajah garang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Terror Of School
Mystery / ThrillerBerawal dari hilangnya satu persatu siswa-siswi SMA Bangsa dan juga sang primadona sekolah yang hilang tanpa jejak, menyisakan tanda tanya besar di benak seluruh warga sekolah, terutama Aquila, Aurel, Devan, dan Arkan. Rasa penasaran mengawali semu...