Hari ini Naru datang ke sekolah dengan suasana beda, lebih semangat. Naru sudah duduk di kursi depan kelas nya, menoleh ke kanan dan kiri menunggu Dikta.
Dan akhirnya, yang ditunggu datang juga. Begitu Naru melihat Dikta berjalan dari arah gerbang masuk, Naru langsung menghampiri Dikta.
Dengan semangat 45 dan senyum super lebar, Naru berdiri di hadapan Dikta.
Tinggi Naru yang sekitar 176 cm itu membuat Dikta harus mendongak, tinggi Dikta hanya sebatas bahu Naru.
Dia menatap Naru heran, "Kenapa?"
Naru gelagapan, bingung.
"Mmm, cuma mau bilang makasih soal yang kemaren. Salam kenal, gue Naru!"
Dikta tersenyum dan menyambut uluran tangan Naru, "Dikta."
"Yaelah masih pagi udah modus!"
Dikta tersenyum malu mendengar Fitrah, sedangkan si pelaku langsung lari terbirit begitu Naru mendelik ke arahnya.
"Gak usah di dengerin Ta, gak waras emang!"
Wajah Naru sudah memerah malu, dasar Fitrah.
"Yaudah, gue ke kelas dulu."
Naru mengangguk, melambaikan tangan ke arah Dikta yang sudah masuk kelas.
Dan kebetulan, pulang sekolah nanti jadwal ekskul seni. Naru tersenyum senang, membayangkan bakal sering menghabiskan waktu dengan Dikta.
"Ru, si Dikta daftar ekskul seni!"
Naru langsung tertarik begitu mendengar segala sesuatu dengan embel-embel 'Dikta' yang keluar dari mulut Fitrah.
"Dia daftar nih, bakal ikut kumpul nanti siang."
"Apaansi, siapa juga yang suka sama si Dikta?"
Fitrah berdecak, "Yeu anjir gengsian!"
Naru menunduk pura-pura sibuk dengan Hp nya. Dan kalo boleh Naru jujur, jantungnya berdetak tak karuan sekarang.
Sepulang sekolah, Naru lari terbirit menuju ruang seni. Dan matanya, terpaky saat itu juga melihat Dikta yang tersenyum manis kearahnya.Rupanya, Dikta akan menyanyi sekarang. Perempuan itu, harus menyanyi dihadapan semua anggota ekskul sebelum diterima di divisi vokal.
Beruntung, Naru datang tepat waktu.
Mata Naru tak lepas memandang ke depan, ke arah Dikta yang saat ini bernyanyi dengan lembut. Lagu Fatin yang dipilih, entah kenapa terasa sangat pas di telinga Naru.
Semua orang disana bertepuk riuh begitu Dikta selesai bernyanyi, dan senyum malu Dikta jelas saja membuat Naru semakin tak karuan.
Sibuk dengan lamunan, Naru tak sadar Dikta duduk disampingnya. Menepuk pundak Naru, dan tersenyum manis.
"Bisa main gitar?" tanya Dikta begitu melihat gitar klasik berwarna cokelat tua di pelukan Naru.
Dengan semangat Naru meng-iya kan, "Mau diajarin?"
Dan Naru, tersentak sendiri dengan ucapannya tadi. Apa-apaan.
"Eh..maaf!"
"Kok maaf? Ajarin ya!"
Naru menoleh, menatap mata Dikta yang sialnya semakin indah begitu terkena sinar matahari. Warna nya yang cokelat terang semakin terlihat jernih dan menusuk.
"Boleh!"
Naru duduk di belakang Dikta, membiarkan perempuan itu memegang gitarnya dengan tangan Naru yang melingkar memandu tangan kaku Dikta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikta Naru
RomanceMasa SMA, yang kata orang masa paling indah. Masa dimana hidup mulai kenal kata mandiri, masa dimana hati mulai punya jalan sendiri.