Chap 1

113 15 5
                                    


Lelaki itu menyeringai tajam, sebuah topeng putih diwajahnya tak mampu mengurangi kesan maskulin dari tubuh tegap yang menantang. Langkah kakinya terlalu halus untuk menapaki lantai keramik berlumuran darah yang menjadi pijakan. Tatapannya tak memudar dari gadis cantik yang meringkuk dengan tubuh bergetar dipojok ruangan. Terlalu cantik, untuk menyaksikan aksi kebengisannya. Ia tersenyum miring, saat kakinya menubruk tubuh mayat dibawahnya. Berjongkok kemudian mengeluarkan sebuah pisau kecil dari saku kirinya. Meraih kepala mayat itu lalu melukis sesuatu di dahinya.
Menyisipkan sebuah kaset, pada mulut yang terbuka menganga.

"Aku menyukai suara, suara rintihan, suara gemelatuk tulang yang patah, dan suara permohonan kematian." Lelaki itu berdiri, melangkahi mayat yang selesai dikerjakannya. Berjalan mendekat pada gadis yang menyembunyikan wajah ketakutan dibalik kedua lututnya.

"Tidak seharusnya kau menyaksikan hal ini, benar."
Tangan kanannya mencengkram dagu gadis dihadapannya, memaksanya untuk saling berbalas tatapan.

"K.. kauu.."

"Diamlah, atau aku akan membunuhmu."

Tangannya turun dari dagu gadis itu, menyusuri area leher, bahu kiri, lengan atas, hingga telapak tangan. Menyingkap kasar lengan baju putih panjang yang dipakai si gadis sampai kesiku. Memandang takjub lengan putih berkulit pucat yang begitu halus dan mulus. Ia menyeringai sebelum kepalanya merunduk untuk mengecup pelan lengan telanjang itu.

Si gadis tersentak, kedua matanya membola terkejut. Detakan jantung yang meletup karena ketakutan, kini berganti dengan desiran aneh yang membuat sekujur tubuhnya merinding. Kecupan halus dalam waktu tiga detik itu mampu membuat kepalanya pening dan berkabut. Lelaki itu sanggup membuatnya terbuai dengan sentuhannya yang mematikan. Namun nafasnya kembali tercekat manakala matanya menangkap manik kelam yang menatapnya dengan tajam.

Lelaki itu mengambil kembali pisau di sakunya lalu menempelkan pisaunya pada wajah cantik yang memucat dihadapannya. Tangan kirinya meraih telapak tangan kanan gadis itu dengan kasar, kemudian memaksanya untuk memegangi pisau yang diarahkan pada tubuhnya sendiri. Setetes liquid mengalir dari bola mata si gadis yang tak menyangka jika akhir kehidupannya adalah mati oleh tangannya sendiri.

"AAAAKKHHH!!!!!"

Jeritan pilu itu adalah akhir dari malam yang mencekam.



"Akkhhhh"

Jiwon tersentak, keringat dingin membasahi tubuhnya, nafasnya menggebu tak beraturan, wajahnya pucat pasi mengingat mimpi yang kembali menghantuinya di tengah malam. Mimpi itu, lagi-lagi datang dan mengganggunya. Jiwon menghembuskan nafas kasar kemudian menyingkap baju lengan panjangnya, menatap sendu pahatan bekas luka yang terhias manis dilengannya. Pahatan dengan nama B.I

Malam itu, Jiwon tidak berpikir bisa melarikan diri. Melihat seorang mayat yang nyaris terpotong pada bagian pahanya, ia sadar dirinya tak akan selamat. Lelaki bertopeng itu begitu mematikan dengan auranya yang kelam. Dirinya nyaris tunduk untuk membunuh nyawanya sendiri apabila lelaki itu tidak menggeserkan pisaunya pada arah lengannya. Membantunya untuk melukis luka dengan pahatan yang begitu dalam. Lelaki itu tersenyum puas menyaksikan lengan Jiwon bersimbah darah, mengusap lembut luka itu bersamaan dengan jeritan Jiwon yang memekik kesakitan.

"B.I, itulah namaku. Jangan mencariku dan Jangan melupakanku"
Setelah mengatakannya, lelaki itu pergi dan menghilang begitu saja.

Jiwon melengkungkan senyumannya. Ia mengendus bekas lukanya. Membauinya begitu dalam, seakan jejak B.I masih tertinggal disana.

Peristiwa itu terjadi sekitar satu tahun yang lalu, namun ingatannya tentang sosok yang disebutnya B.I masih membekas tajam hingga saat ini.
Kedua orangtuanya yang tak terima Jiwon diperlakukan sedemikian, menuntut kepolisian Seoul untuk mengusut kasus itu. Pelakunya harus tertangkap, disiksa, dan jika perlu dihukum mati karena perlakuan yang tak beradabnya. Mereka juga meminta Jiwon untuk melakukan operasi plastik pada bekas luka dilengannya. Sungguh miris menyaksikan anak semata wayangnya harus mendapat bekas luka dari seorang pembunuh.

Namun tanpa disangka Jiwon justru menolak, ia tidak akan menghilangkan bekas luka dilengannya secara cuma-cuma. Ia menyukai bentuk bekas luka itu, dimana terdapat ukiran nama B.I di dalamnya. Tidak, dia tidak hanya sekedar menyukai, namun ia mencintai bekas lukanya sendiri.

Setiap kali Jiwon melihat bekas lukanya, ia akan merasakan kehadiran B.I disekitarnya, menyentuh, mencium, dan menggores kembali lengannya. Kehadiran yang nyatanya tak pernah ada karena itu hanyalah ilusi yang timbul akibat rasa rindunya yang terlalu dalam pada lelaki itu.

Jiwon, tak menampik diri dari perasaannya. Lelaki bertopeng itu telah mengambil hatinya bersamaan dengan percikan darah yang keluar dari luka dilengannya. Ia terpesona, pada kilat membara yang tercetak pada kelopak kembar berwarna black pearl dihadapannya. Lelaki itu begitu misterius, arogan, dan menawan.

Jiwon bahkan tidak pernah tau seperti apa wujud asli dari sosok bertopeng itu. Apakah wajahnya buruk rupa, atau tampan? ia tak tahu dan ia sama sekali tak peduli. Baginya, B.I adalah satu-satunya. B.I berhak atas dirinya, begitupun dirinya yang berhak atas B.I.
Jiwon berkeyakinan ia akan kembali dipertemukan oleh B.I yang telah diklaim sebagai kekasih pembunuhnya.

Jiwon mengecup dalam bekas lukanya. Mengucapkan selamat tidur kepada bekas luka itu. Berharap dengan hal ini rasa cintanya akan tersalurkan, kepada sosok B.I yang entah ada dimana.



--B.I--



Sementara itu di lain tempat.
B.I memasang kembali topeng putih diwajahnya. Seringaian tajam tercipta dari belah bibirnya. Malam ini Bloody Man akan kembali.

B.I merindukan suara
merindukan suara rintihan,
merindukan suara gemelatuk tulang yang patah,
dan merindukan suara permohonan kematian.







Happy Reading
Mian typo yang bertebaran gak tau malu😘

sukses selalu yak, salam sayang dari author:D

Bloody ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang