Viona bersumpah pada dirinya sendiri, untuk tidak lagi datang ke rumah Reva. Vio benar-benar menyesal, sekarang dirinya justru terjebak di dalam rumah Reva tanpa bisa pulang karena di luar hujan deras.
Vio benar-benar mengutuk hari ini. Hari yang begitu sial, hari di mana ia kehilangan ciuman pertamanya dan lebih sialnya lagi, Levin yang merenggutnya.
Arrggg! Vio mengerang frustasi. Merutuki diri sendiri.
Apa tidak ada cowok lain? Kenapa harus Levin?
Ponsel Vio tiba-tiba berbunyi, mengalihkan perhatiannya. Vio segera menjauh dari teman-temannya, mencari tempat sepi untuk menjawab telepon.
"Halo," ucap Vio ketika sambungan telepon diangkat.
Vio menghela napas ketika suara Keyla terdengar, dia mencecarnya dengan banyak pertanyaan karena sampai jam delapan malam Vio belum juga pulang.
"Di sini hujan, gue gak bisa pulang karena di jalan depan banjir. Jadi gue nunggu reda baru bisa pulang." Vio mendengus, lalu menarik napas sebelum berkata, "Gua bisa pulang sendiri, gak usah dijemput." Vio langsung menutup sambungan telepon secara sepihak, sebelum Keyla kembali berbicara panjang lebar.
Vio kembali ke ruangan tadi, ia mengembuskan napas kasar saat melihat Reva dan yang lainnya tak sadarkan diri. Mereka tertidur di lantai dengan banyak botol berserakan di sampingnya.
Hanya Levin yang masih terjaga dan cowok itu tengah menatap Vio dengan tatapannya yang dingin.
Vio memalingkan wajahnya, ia masih kesal dengan Levin karena menciumnya tadi. Bahkan cowok itu juga tidak merasa bersalah apalagi minta maaf. Sungguh menyebalkan!
Vio menatap keluar jendela, hujan sudah mulai reda. Tak ingin berlama-lama di sini, Vio mengambil tasnya lalu melangkah menuju pintu. Baru saja ia melangkah, Levin sudah mencegatnya.
"Mau ke mana lo?"
Vio mendengus, memutar bola matanya malas. "Bukan urusan lo."
"Tentu saja urusan gue, Reva nitipin lo ke gue," kata Levin, menghalangi Vio yang ingin keluar.
"Gue bukan anak kecil, jadi minggir!" tukas Vio.
Levin tetap bersikeras menahan Vio, cowok itu benar-benar keras kepala. Perdebatan mereka tak berujung, hingga suara Reva menginterupsi keduanya.
"Vio, lo mau ke mana?" tanya Reva setengah sadar, cewek itu berjalan sempoyongan mendekati Vio.
"Gue mau pulang, ujannya juga udah reda," jawab Vio.
"Kenapa gak nginep aja, kamar gue banyak kok yang kosong atau lo bisa tidur sama dia kalau lo takut sendirian." Reva menunjuk Levin lalu menyengir gak jelas.
Levin mendengus, memutar bola matanya. "Dasar sinting," gerutunya.
"Gak usah, lagian bokap gue pasti khawatir di rumah."
"Tapi di depan banjir, gue gak yakin ada taksi yang mau masuk ke sini," ucap Reva, sembari bergerak ke sana-sini.
Vio juga tahu soal itu, ia heran perumahan elit tapi banjir. Membuatnya terjebak tak bisa pulang, kecuali Vio nekat menerjang banjir untuk sampai ke jalan raya.
"Gak papa, gue bisa jalan sampai depan."
"Lo yakin?" Reva meringis, memegangi kepalanya. "Arggg, kepala gue pusing." Reva mengerang, sebelum akhirnya ambruk tak sadarkan diri.
Cewek itu benar-benar teler.
"Gue anter lo pulang," celetuk Levin.
Hah?
KAMU SEDANG MEMBACA
VIONA (Terbit)
Teen FictionLuka masa kecilnya membentuk Viona jadi pribadi yang tertutup. Trauma akan kematian ibunya membuat Viona membenci semua lelaki. Namun semua berubah ketika Viona pindah ke sekolah barunya. Viona tak tahu kenapa cowok itu terus menatapnya, matanya ya...