Bab 4. Kamu dan Alfiyyah

1.3K 59 7
                                    

Kamu & Nahwu

Bab 4

Kamu dan Alfiyyah.
.
.
.

Siang yang terik di kota Jogja, dimana lalu lalang kendaraan bermotor hilir mudik tiada henti seolah panasnya matahari tidak memberi pengaruh berarti bagi mereka.

Berbeda dengan Alim. Entah mengapa sinar matahari yang masuk melewati jendela angkot yang ditumpanginya terasa lebih panas dari biasanya. Manik hitamnya melirik Keyla yang duduk tepat di depannya, yang saat ini tengah asik berkutat dengan komik di tangannya.

"Dek Kyla suka baca komik?" Tanya Alim sedangkan Kyla meliriknya sekilas dan meresponnya dengan gumaman.

"Hmm."

"Wihh, kita samalah. I juga suka. Bay the way you suka komik genre apa?" Tanya Zazril antusias, ya seantusias respon Keyla yang kini tersenyum ke arahnya.

"Romance fantasy. Apalagi ceritanya tentang vampire gitu, atau kalo nggak ya werewolf. Sumpah keren banget tau." Jawab Keyla. "Kalo lo?" Lanjutnya.

"Kalo I lebih ke genre mistery macam.... Detectif Conan." Balas Zazril seraya mengeluarkan comik yang dimaksud dari dalam tasnya. "You mesti baca komik ni, I yakin you pasti juga bakal suka jugalah." Lanjut Zazril, tak lupa menyodorkan komik yang baru dibelinya kemarin pada Keyla. Merekapun tampak asik mengobrol, membahas hal-hal tentang komik dan sesekali tertawa, mengabaikan angkot yang kini tengah menepi saat ada penumpang lain yang masuk hingga semakin penuh sesak juga mengabaikan Alim, yang entah mengapa tak banyak bicara.

Yah, tak ada yang tau apa isi pikiran Alim di balik tatapan matanya yang sulit di artikan. Dan siang ini, jalanan kota Jogja menjadi saksi bisu dimana perjalanan pulang dari sekolah ke pesantren yang hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam menjadi begitu lama, bahkan terasa seperti ber jam-jam bagi seorang Muhammad Alim Ramadhan.

***


Masih di kota yang sama, namun di tempat yang berbeda. Siang ini di salah satu kamar ponndok pesantren Al-Hakim, Haikal tampak antusias membereskan kamarnya, mengganti ranjang Alim dengan ranjang bertingkat dua dibantu beberapa santri lainnya.

"Alim karo Zazril neng ndi sih?"* Tanya Reno, santri yang kamarnya tepat disamping kamar Haikal.

(Alim sama Zazril dimana sih?*)

"Ra ngerti, rung bali pel mau."* Jawab Haikal yang tengah merapikan seprei di ranjang baru itu.
(Nggak tau, belum pulang dari tadi*.)

"Hallah, palingan nyasar. Oh iya, saya teh tadi dengar kalau anak barunya itu pernah mondok di Jawa Timur. Orangnya juga keliatan alim gitu." Sahut Wisnu. Ia merupakan santri asal Bandung yang saat ini berada satu tingkat di atas Haikal.

"Masa sih?" Tanya Haikal dan Reno serempak.

"Bener mas. Tadi waktu mendaftar ibunya sendiri yang bilang begitu." Bukan Wisnu, melainkan Rizal yang menjawab. Ia adalah salah satu pengurus pesantren sekaligus yang menyuruh mereka untuk mengganti ranjang yang baru karena hari ini akan ada santri baru dan ditempatkan di kamar ini, kamar A5.

"Selesai." Kata Haikal dan segera turun dari ranjang. Kamar A5 dan kamar-kamar di blok A dan B lainnya di pesantren ini tidak begitu luas namun setidaknya cukup ditempati untuk 4 atau 5 orang. Berbeda dengan kamar di blok C yang bisa ditempati oleh 8 atau 10 orang meski dengan ranjang bertingkat.

"Kalo sudah selesai kalian cepat ke musholah, sebentar lagi Jama'ah sholat asar. Jangan sampai telat!" Perintah Mas Rizal. "Oh ya, Haikal, nanti kalo anak barunya sudah kesini langsung ajak ke musholah saja sekalian kamu kasih tau kegiatan-kegiatan selama disini." Lanjutnya.

Kamu & NahwuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang