Aku akan mengisahkan tentang hidupku. Tentang MANUSIA IDEALIS.
Idealis yang tumbuh padaku bukan berasal dari orangtua atau masyarakat sekitar. Bukan pula melalui pendidikan formal yang kulalui. Tapi tumbuh oleh bantuan Sang Pencipta melalui pesan-pesan Alam Semesta.
Ketika aku melihat Dunia, ku lihat Hamba-hamba Dunia kepayahan mengejar Dunia yang terus berputar. Bak bola yang digiring. Terus beralih dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok, dari suku ke suku, dari bangsa ke bangsa, dan dari Hamba ke Hamba. Banyak yang letih lalu menyerah dan pergi. Banyak yang tak puas, yang kufur, dan juga yang syukur.
Puncaknya ketika kau dapatkan cita-cita mu tapi kau tak puas. Puncaknya adalah ketika kau terlihat berdiri dengan gagah menatap Dunia tapi kau lelah. Puncaknya ketika kau menderita lalu kau kecewa pada dirimu sendiri.
Sikap idealisku tumbuh ketika tiap masalah menerpa. Masalah-masalah yang membuat tubuhku lesu tak berdaya, yang membuatku pusing tujuh keliling, yang membuatku merasakan arti kehidupan. Dan orang-orang akan bilang, "kamu masih muda untuk paham arti kehidupan..."
Aku memang anak kemarin Sore yang bercakap-cakap bak orang dewasa. Tapi bukankah tiap masalah justru mendewasakan? Bukankah aneh jika tiap masalah yang datang justru membuat kita semakin kekanak-kanakkan?
Idealisku adalah aku hidup untuk berbuat kebajikan sesuai perintah Tuhan pada firmanNya. Dan aku yakin di zaman sekarang anak-anak muda memiliki prinsip yang muluk-muluk, bahkan terkesan terlalu mengejar segala yang bersifat keduniaan.
Tak lain dan tak bukan adalah mereka berkiblat pada para pengejar Dunia senior. Entah itu orangtua mereka ataupun orang-orang sukses di dunia, atau mungkin pemimpin mereka? Raja-raja mereka? Atau idola-idola mereka?
Segala hal yang mereka lihat dan rasakan di sekitarnya telah menumbuhkan sebuah prinsip lemah yang akan membuat pemiliknya goyah jika diterpa badai masalah. Itulah sebab banyak yang ingin mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Tak lain dan tak bukan mereka memiliki prinsip yang lemah atau bahkan mereka tak punya prinsip yang pasti. Prinsip itulah yang menyakiti diri sendiri, sikapnya sendirilah yang menyakiti dirinya.
Idealisme berprinsip yang kulakukan justru menjadi bahan candaan mereka yang tak paham arti hidup. Kecuali mereka yang hidup untuk beribadah pada Tuhan, berbuat kebajikan, dan menjauhi cinta Dunia. Segala sesuatu di Dunia bagi mereka adalah sesuatu yang membahagiakan, seolah-olah mereka abadi dengan harta, kekuasaan, dan ketenaran. Itulah sebab aku menjauh daripada keramaian, sebab mereka mengusik prinsipku.
Aku lebih suka kedamaian dalam keheningan ketika seorang hamba mengangkat tangan memohon dan bermunajat pada Tuhan. Aku lebih suka mendengar lantunan Ayat Quran di gema-gema masjid. Aku lebih suka mendengar dakwah yang menggebu-gebu di stadion-stadion dan halaman terbuka. Daripada bisik-bisik gibah di masyarakat, kerabat, sahabat, keluarga, dan media. Sebab itu, aku pun teringat sebuah kisah yang menggambarkan jiwaku...
Alkisah, suatu hari seorang anak ditanya oleh bapak-ibunya mau jadi apa dewasa nanti? Lalu sang anak yang penuh kedewasaan menjawab sambil memandang langit dan berkata, "aku ingin seperti langit mampu berdiri dengan tegak dan kokoh tanpa pilar yang menyandang." Lalu bapaknya berkata, "langit berdiri tegak karena Tuhan yang menahannya." Lalu sang anak kembali berkata, "kalau begitu aku akan bermunajat pada Tuhan agar bisa sama seperti langit." Akhirnya malam itu sang anak bermunajat pada Tuhannya hingga ia tertidur dan terbangun di pagi harinya. Ketika ia terbangun langit terlihat mendung dan mulai mengeluarkan rintik-rintik hujan, dan sang anak pun kembali berkata, "aku berubah pikiran, aku tak ingin menjadi langit, aku ingin menjadi hujan yang membasahi bumi yang kering." Mendengar itu sang ibu menyahut, "hujan turun karena izin Tuhan, Dia lah yang menurunkannya." Lalu sang anak kembali berkata, "aku akan bermunajat pada Tuhan agar Dia mengizinkan aku menjadi seperti hujan." Lalu malam pun tiba dan sang anak mulai bermunajat, setelah selesai bermunajat sang anak mengintip dari jendela untuk melihat langit apakah masih hujan. Rupanya hujan telah berhenti dan langit dipenuhi bintang-bintang. Ketika melihat itu sang anak berkata, "aku ingin menjadi bintang-bintang saja dia bisa bersinar di kegelapan dengan indah." Kedua orangtuanya mendengar itu dan hanya diam tak ingin menyahut, mereka sadar sang anak adalah pemimpi. Sang anak pun kembali ke sajadahnya melakukan munajat lagi kepada Tuhan hingga tertidur. Keesokan paginya sang anak terbangun mendapati bapak dan ibunya menangis. Sang anak bertanya, "wahai bapak! wahai ibu! kenapa kalian menangis?" Lalu sang bapak menjawab, "semalam ketika kau sudah tidur, seorang utusan dari kerajaan datang kemari, dia berkata bahwa raja meminta mu tinggal di istana dan bekerja di sana karena dia bermimpi bahwa kau akan menjadi orang hebat." Sang anak hanya diam tak berkata. Tak lama utusan kerajaan kembali datang untuk menjemput sang anak. Akhirnya sang anak pun dibawa ke kerajaan atas perintah raja. Disana sang anak belajar dan akhirnya di pekerjakan sebagai penasihat raja.
Lima tahun kemudian... sang anak kini semakin pandai, sang anak pun kini berubah menjadi sang penasihat yang sangat mahsyur. Tapi tak dapat dipungkiri dia sangat rindu pada bapak dan ibunya. Akhirnya sang penasihat pun meminta izin untuk menemui orangtuanya, sang raja memberinya izin dengan syarat ia tak boleh lama-lama dan harus segera kembali ke istana. Sang penasihat pun setuju lalu berangkat dengan kuda miliknya. Ketika di perjalanan ia melewati sebuah masjid yang mengumandangkan adzan, dia pun berhenti untuk solat. Selesai solat dia langsung bangkit menuju pintu keluar, tak sengaja ia melihat seorang anak sedang menangis dalam solatnya. Melihat itu sang penasihat menunda kepergiannya sampai anak itu selesai solat, sang penasihat ingin bertanya apakah yang membuat sang anak menangis, dia ingin menolongnya jika sang anak sedang dalam masalah. Selesai solat sang penasihat mendekati sang anak yang duduk sambil berdzikir. Sang penasihat berkata, "Wahai anak soleh apakah yang membuatmu menangis dalam solat mu?" Sang anak terdiam dari kesibukan dzikirnya lalu menjawab, "aku menangis karena banyak orang berdoa... lalu lupa pada Tuhannya ketika dia telah dapatkan keinginannya." Sang penasihat terkejut. Dia ingat sesuatu yang dulu selalu ia lakukan kini tak pernah dia lakukan lagi. Sang penasihat mengambil beberapa uang di sakunya lalu memberikannya kepada anak itu sambil berkata, "aku ingin berterimakasih padamu karena sudah menyadarkanku." Sang anak menjawab, "aku tak mengharapkan uangmu tuan, yang kuharapkan hanya balasan dari Tuhan." Sang penasihat pun memasukkan uangnya kembali. Dia berpamitan lalu segera pergi menjupai bapak dan ibunya.
Sesampainya di rumah, sang penasihat mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Pintu pun terbuka, dibuka oleh sang ibu. Sang ibu sangat kaget melihat anak yang dirindukan kini di hadapannya, dipikirnya anaknya sudah lupa pada sang ibu. Ibunya pun memanggil bapaknya. Sang bapak datang dan terkejut melihat anaknya, mereka pun berpelukkan melepas rindu. Selesai berpelukan sang anak berkata, "Dulu kalian selalu bertanya ingin jadi apa aku dewasa.. aku selalu ingin menjadi langit, terkadang hujan dan terkadang bintang. Tapi kini aku ingin menjadi manusia berakal sehat, berjiwa independen, dan berhati seperti aulia."
![](https://img.wattpad.com/cover/204111561-288-k894840.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Idealis
Short StoryAkulah MANUSIA IDEALIS. Hidup di negeri berdemokrasi. Pencinta prinsip sendiri.