Hening kian bergelantungan di ruang udara.
Ketika mimik tidak bisa lagi berekspresi.
Lalu terpaksa menepi di atas batuan terjal.
Perih, tak kala sungai pipinya semakin mengalir.
Di bawah temaram lentera, tangan terus merapalkan doa, ia berusaha khusu.
"Semoga ada setitik keajaiban mampir."
Itulah satu-satunya dzikir yang berani dibatin.
Kini, manik terus menatap pantulan lentera di permukaan sungai.
Seru sekali kiranya berdansa pada ketenangan.
Oh maaf! Ternyata salah!
Yang terlihat tenang di permukaan, nyatanya riuh dalamnya.
Seperti senduku yang riuh jua.
-Lyn2019-***
Dipersembahkan untuk sahabat pena nan jauh di sana, semoga sehat selalu dan bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Nonalyn
Poetry#1 dalam puisipatah [11 Januari 2021] #1 dalam penaku [05 April 2021] #2 dalam puisikecil [11 Januari 2021] #2 dalam remuk [05 April 2021] #3 dalam puisipuisi [05 April 2021] Sekumpulan puisi ini tercetus dari beberapa moment yang menjelma menjadi s...